Menghindar

103 11 13
                                    


                     "Lo, suka sama bang Gandhi?"
Tanya Angga menembak langsung.

Brina yang tengah menikmati semilir angin pantai menunggu sunset pun tertegun namun enggan untuk menjawab pertanyaan Angga.

"Yuk ah, balik udah sore" katanya kemudian. Lalu berdiri, berjalan menuju tempat dimana motor mereka terparkir.

"Katanya mau liat sunset?" Tanya Angga lagi yang kini juga ikut berdiri sambil menatap punggung Brina.

"Gak jadi!" Jawab Brina masih tetap fokus berjalan menuju tempat parkir.

Angga terdiam, walau jadi merasa miris sendiri.

"Lo cuma diem aja gue tau, Bri. Kita emang gak bisa lebih dari keluarga" ujarnya lirih.




***



Senin, adalah hari yang paling diwanti wanti murid murid sekolah. dimana mereka harus berangkat lebih awal karena upacara, tugas yang menumpuk dan yang paling penting adalah berseragam lengkap. Jadi bagi yang atributnya hilang atau ketinggalan jangan harap bisa mengikuti pelajaran dengan tenang. Seperti Ibel saat ini, yang berakhir dihukum membersihkan toilet sekolah karena tidak memakai dasi. Sebenarnya bukan karena ia tak membawa atau karena ia lupa, namun ia sendiri tau jika ini adalah ulah teman teman perempuan dikelasnya yang ingin mengerjainya.
Ibel menghembuskan nafas lelah, mencoba sabar, kemudian mengepel lantai kamar mandi dan membersihkan closet dengan telaten.

"Kasian ya, dihukum"

Ibel mendongak begitu mendengar suara familiar masuk kedalam gendang telinganya dan mendapati Sania dan teman temannya, Maggie dan Christy. berdiri didepan toilet yang tengah ia bersihkan.

Ibel hanya diam. Lalu kembali melanjutkan aktivitasnya, tak berminat meladeni mereka.

"Kita kesini mau bantu Lo tau, Bel. Cuek banget deh" kata Sania lagi tak kehabisan akal.

"Terserah Lo" jawab Ibel cuek.

Sania dan teman temannya lalu berbisik bisik sambil sesekali tertawa. Entah membicarakan apa, yang jelas Ibel tak peduli. Sampai salah satu teman Sania tiba tiba maju lalu mengambil ember berisi air pel pelan kotornya lalu tanpa aba aba disiramkan dari atas kepalanya membuat tubuhnya basah dan kotor.

Ibel melotot kaget lalu menatap Sania dan teman temannya tak percaya. Tangannya mengepal, ingin sekali menjambak satu persatu rambut mereka atau kalau boleh ingin ia cakar saja rasanya wajah mereka agar tak bisa lagi tertawa tawa riang diatas penderitaannya. Namun itu semua ia urungkan, ia lebih memilih menahan diri karena tak ingin kedua orang tuanya terlibat kedalam masalahnya di sekolah.

Setelah ketiga orang itu keluar dari toilet, barulah Ibel kebingungan. seragamnya yang basah tidak memungkinkannya untuk keluar mencari bantuan. ingin menelfon Wulan pun dirinya tidak bisa, karena lupa tak membawa ponsel.

Ibel menghembuskan nafasnya pasrah. Memberanikan diri keluar toilet untuk meminta izin meminjam seragam ganti khusus di koperasi sekolah.

Benar. Setelah ia keluar toilet banyak pasang mata yang menatapnya. Ada yang keheranan, ada juga yang merasa jijik. Bahkan ia melihat Sania, Maggie dan Christy sedang menertawakannya.

Tenang, bel. Ini makanan Lo sehari hari. Lo udah biasa dihina jadi gak perlu malu. Cukup jalan lurus kearah koperasi sekolah!

Hiburnya dalam hati.

Dengan menundukkan wajah, Ibel berjalan cepat. Mencoba tak menghiraukan tatapan jijik dari murid murid lain. Sampai sebuah jaket tersampir sempurna dipundaknya, menutupi seragam putihnya yang basah.
Ibel yang merasa terkejut pun berhenti lalu menoleh menatap siapa pemilik jaket itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ASRAMA MELATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang