BAB 20 - Balap Liar

284 178 366
                                    

Malam yang dingin, sunyi dan sepi. Lampu-lampu gedung sudah mulai padam. Hanya lampu jalan saja yang masih menyala di keheningan kota Jakarta. Kendaraan sudah jarang yang melintas. Tidak ada aktivitas apapun. Sepertinya semua penduduk sudah beristirahat.

Berbeda halnya dengan para remaja Boelas yang masih berekeliaran, padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Seperti rencana tempo hari yang lalu. Arvi, Edwin, dan Candra akan melakukan balap liar. Rencana ini baru terlaksana, karena kemarin mereka sibuk tawuran dengan sekolah lain.

Mereka sengaja memilih waktu saat tengah malam, karena jalanan cukup lenggang, sehingga mereka bisa semakin bebas untuk memacu kecepatan motornya. Selain itu juga, mereka tidak akan ditilang oleh polisi. Menurut mereka, mungkin polisi sudah selesai bertugas.

Para remaja buta cinta itu melalukakan balap liar di salah satu jalan layang yang ada di kota Jakarta. Acara ini dihadiri oleh seluruh anak Boelas. Mereka semua menyaksikan, siapa pria beruntung yang akan menjadi kekasih sang primadona sekolah?

Ketiga remaja itu sudah siap dengan motor mereka masing-masing yang berada di belakang garis start. Suara geberan motor saling bersahut-sahutan. Penonton bersorak-sorak ricuh memberikan semangat untuk para pembalap jagoan Boelas. Suasana semakin tegang ketika orang yang meniupkan peluit dan mengibarkan bendera memasuki area.

Bendera sudah mulai dikibarkan. Dalam hitungan ketiga, motor mereka akan melaju, menempuh keheningan malam kota Jakarta.

Satu... Dua... Tiga...

Prit!!

Peluit dibunyikan dan bendera diangkat ke atas. Balapan sudah dimulai. Mereka melaju dengan sangat cepat di atas motor masing-masing. Penonton bertepuk tangan dan bersorak-sorak. Terlihat dari posisi penonton, bahwa Candra memimpin barisan. Mereka menduga, bahwa Bitna akan jatuh di tangan Candra. Sementara Arvi, ia berada di posisi kedua setelah Candra.

Arvi semakin melajukan motornya lebih cepat lagi. Ia ingin menyusul Candra yang sudah berada jauh di depannya. Arvi menarik gas dalam-dalam hingga motornya berada di kecepatan paling tinggi. Sedikit lagi ia akan berada di posisi paling depan.

Akhirnya motornya dan motor Candra bersamping-sampingan. Arvi mulai melakukan aksi jahatnya. Ia memepetkan motornya ke motor Candra. Candra berusaha menghindari Arvi tetapi gagal, akhirnya Candra kehilangan keseimbangan, motornya oleng dan akhirnya ia terjatuh.

Sayangnya, pada saat itu Candra tidak menggunakan helm, sehingga kepalanya membentur trotoar dan mengeluarkan banyak darah. Dan nyawanya tidak dapat tertolong. Pada saat itu juga Candra yang dinobatkan sebagai pembalap jagoannya Boelas menghembuskan nafas terakhirnya. Candra meninggal di tempat.

Edwin menarik gas dalam-dalam segera menyusul Arvi yang berada di depan sana. Edwin tidak bisa membiarkan ini. Arvi telah melakukan kecurangan, Edwin lihat itu dengan mata kepalanya sendiri. Sialnya, Arvi selalu lolos dari kejarannya

"Woy, berhenti lo Arvi!" teriak Edwin dari kejauhan.

Arvi menengok ke arah spionnya. Ia pikir Edwin sudah tertinggal jauh di belakang. Ternyata motornya dan motor Edwin hanya berjarak lima meter saja, "Argh! Sialan," gerutunya dari balik helm.

Edwin semakin mempercepat laju motornya dan menyeimbangkan posisi motornya dengan Arvi. Keduanya kini saling bersebelahan. Di situ Edwin meminta Arvi untuk memberhentikan motornya dan menolong Candra.

"Woy, lo bersaing yang sehat dong," ujar Edwin dari balik helmnya.

"Emang gue peduli," balas Arvi.

"Kurang ajar lo. Sampe rela lo nyelakain temen lo sendiri demi cewek seleb itu. Liat aja, gue bakal kasih tau ke anak-anak Boelas."

Bitna ArunikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang