BAB 4 - Awal Dari Cerita

302 238 108
                                    

[ Flashback ]

Brak!
Tari memukul meja Bitna dengan sangat keras, hingga membuat gadis itu kaget setengah mati. "Bangun lo! Cemen banget jadi orang" bentaknya sambil mengangkat paksa kepala Bitna.

"Lebih baik lo mundur deh, percuma juga yang kepilih mewakili sekolah kita untuk olimpiade IPA itu gue" ucapnya dengan senyum penuh kesombongan.

"Ga! Aku ga akan mundur! Aku akan tetap berusaha, kita lihat nanti siapa yang akan menang" ucap Bitna tak mau kalah.

"Ngotot banget lo jadi orang! Oke gue ikuti permainan lo!" Tari dan teman-temannya pergi ke bangku masing-masing dan meninggalkan Bitna.

______________

Kring... Kring... Kring...

Bel pulang sekolah berbunyi seluruh siswa di SMAN 12 Jakarta meninggalkan kelas dan pulang ke rumah masing-masing. Terkecuali anak-anak yang mengikuti lomba olimpiade.

Bitna dan Tari menuju ke perpustakaan untuk menemui bu Desi. Hari ini, hari terakhir Bitna dan Tari latihan untuk olimpiade dan di hari ini juga bu Desi akan memilih siapa yang akan mewakili sekolah untuk mengikuti olimpiade IPA.

Di depan pintu perpustakaan Tari lagi-lagi menindas Bitna "lo masih ga mau mundur? Tapi gue yakin si kalo gue yang dipilih sama bu Desi" ucap Tari sambil mengangkat kerah baju milik Bitna.

"Assalamu'alaikum bu Desi" Bitna memberi salam dan mencium punggung tangan bu Desi. Terkecuali Tari murid yang tidak memiliki attitude dan selalu bersikap arogan.

"Wa'alaikumsalam Bitna" bu Desi menjawab salam dari Bitna. Dan mempersilahkan mereka untuk duduk di kursi yang berhadapan dengan bu Desi.

"Jadi karena kalian sudah ada di sini, ibu akan memberitahu siapa yang akan terpilih untuk mengikuti olimpiade IPA". Bitna berdoa dalam hatinya supaya ia yang terpilih, tetapi Tari bersikap santai sambil menaruh tangannya di depan dadanya.

"Yang terpilih adalah Tari" Bu Desi melanjutkan ucapannya.

Deg...!
Hati Bitna bagai tertembak peluru saat mendengarnya. Dia memang sedih tapi di lubuk hatinya yang paling dalam dia merasa ada sesuatu yang ditutup-tutupi.

"Tari kan baru latihan 3 kali sementara aku udah latihan 2 minggu, kaya ada yang mencurigakan" firasatnya kali ini benar-benar yakin bahwa Tari dipilih bukan karena prestasi tapi karena sogokan. Tapi siapa orang yang sudah melakukan aksi penyogokan ini? Bitna akan menyelidiki kasus ini.

"Bitna, ibu mohon maaf ya. Silahkan kamu boleh keluar dari perpustakaan dan pulang ke rumah" ucap bu Desi sambil mengarahkan Bitna ke pintu. "Baik bu, terima kasih" balas Bitna sambil tersenyum palsu.

"Aneh, kalau Tari yang lebih unggul dari aku harusnya Bu Desi tidak perlu minta maaf, tapi kalau bu Desi minta maaf, tandanya.... ah aku harus mencari tahu."

_______________

Bitna berjalan dengan kaki yang masih lemas menuju ke halte depan sekolah. Bitna mengambil ponsel dari dalam tasnya dengan tangan yang masih bergetar, lalu ia menghubungi bundanya.

"Halo bun, aku udah pulang tolong jemput ya bun".

"Tumben udah pulang, ga latihan buat olimpiade kak?"

"Ngga bun"

"Kenapa?"

"Nanti aku ceritain di rumah"

Panggilan telpon terputus. Bitna terduduk di kursi halte sambil merenungi nasibnya. Ia juga memikirkan bagaimana caranya mencari tahu siapa pelaku penyogokan ini?

15 menit, 30 menit, 45 menit, hingga 1 jam bunda Ratna belum juga datang menjemputnya. Langit pun sudah mulai gelap karena hari sudah petang dan mau turun hujan. Bitna menoleh ke sekolahnya, ia juga tak melihat lagi ada siswa yang keluar masuk gerbang sekolah.

Kruk... Kruk...
Perutnya sudah mulai keroncongan, ia memutuskan untuk pergi ke minimarket di sebrang jalan. Bitna membeli roti sobek dan susu kotak rasa coklat.

Brak!
Saat hendak membayar di kasir Bitna tak sengaja menabrak seorang laki-laki. "Maaf mas ga sengaja" Ucap Bitna pada laki-laki di depannya.

"Eh Bitna? Belum pulang?" tanya laki-laki itu, ternyata dia teman lesnya Bitna namanya Rendi. Mereka satu tempat les dan satu sekolah bahkan satu angkatan, tetapi mereka tidak sekelas.

"Belum Ren"

"Bareng gue yuk, satu arah kan?"

"Ga usah, tadi gue udah nelpon bunda"

"Bentar lagi mau maghrib udh mau hujan juga nih"

"Gapapa Ren, gue bayar ke kasir dulu"

Bitna pergi ke kasir dan meninggalkan Rendi. Selesai membayar Bitna keluar toko dan melihat Rendi yang masih ada di depan minimarket, Rendi stand by di motor vespa matic miliknya. "Oy neng kunti bareng gue aja" Rendi memanggil Bitna dan menawarkan tumpangan dengan usil.

Tak salah jika Rendi memanggil Bitna dengan sebutan "neng kunti" sebab rambut Bitna memang panjang dan ia suka menggerai rambutnya.

"Seriusan gapapa ren?"

"Gapapa, udah sering gue di tebengin. Bentar lagi juga mau ujan" ucap Rendi sambil terkekeh.

"Boleh deh Ren, tapi sampai depan komplek aja ya" Bitna menawar, pasalnya ia malu kalau membawa laki-laki ke rumah.

"Siap bos" Rendi menjawab.

"Nih pake" Rendi memberikan helm dan jaket miliknya.

"Terus lo nanti pake apa?"

"Udah pake aja"

Bitna memakai helm dan jaket milik Rendi, entahlah mungkin Rendi sudah kebal dengan cuaca dingin. "Udah belom make helmnya? Lama bener lu, sini deh gue yang pakein" saat Bitna kesusahan memasangkan tali helm, tangan Rendi membantunya. Kedua remaja itu bertatap-tatapan satu sama lain.

"Cantik," Rendi bergumam kecil namun tak sengaja terdengar oleh Bitna.

"Kenapa ren?" Tanya Bitna.

"Gapapa, ya udah naik" jawab Rendi kikuk sambil membukakan foot step.

Motor Rendi berjalan meninggalkan minimarket dan bergabung dengan kendaraan lain yang melintasi jalan raya di daerah itu.

- Bersambung -

Hai guys... aku lagi semangat update nih, di bab ini gimana? Gregetan ga sama Tari? Kira-kira pelaku penyogokan siapa ya?

Satu kata buat Bitna

Satu kata buat Tari

Satu kata buat Rendi

Jangan lupa follow, vote, dan komennya ya biar aku makin semangat untuk up dan kalian ga ketinggalan.

Terimakasii... :)

Bitna ArunikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang