BAB 23 - Oh, Ternyata Kalian

158 95 290
                                    

Bitna termenung di kursi yang berada di selasar sekolah. Pikirannya masih terbayangkan akan Rendi. Seolah-olah Rendi masih ada di sekitarnya. Memang sulit untuk melupakan laki-laki brengsek itu, tetapi Bitna akan mencobanya perlahan.

Seorang laki-laki ikut duduk di sebelahnya, seolah merasakan kesedihan yang sama. Laki-laki itu terdiam beberapa saat sampai akhirnya ia menepuk bahu Bitna dan mengajaknya mengobrol.

Bitna tersentak kaget dan tersadar dari lamunannya. "Eh kaget Ren-" Bitna menoleh ke sebelahnya. Oh ternyata bukan Rendi melainkan Arvi. Tapi sialnya, kenapa nama Rendi yang ia sebut? Rendi yang selalu menghampirinya ketika pulang sekolah, memori itu tak sengaja berputar di otaknya.

Bitna sedikit menjauhi Arvi. Walaupun bukan Arvi pelakunya tetapi Bitna masih sangat trauma dengan laki-laki. Jangankan dengan orang lain, dengan Ayah dan adiknya saja Bitna enggan disentuh. Pelecehan itu membawa trauma yang sangat mendalam untuk Bitna.

"Lo ngapain sentuh-sentuh gue?" pertanyaan itu tak sengaja ia lontarkan dari mulutnya. "Pergi lo dari sini!" Bitna mengusir Arvi sambil mengarahkan jarinya ke sembarang arah.

Arvi menggeser posisi duduknya dan mendekati Bitna. "Na tolong jangan usir gue, gue mau bicara sama lo. Bisakan kita bicara baik-baik?" Arvi memperlahan intonasinya.

"Ga bisa! Gue ga mau ngobrol sama laki-laki, siapa pun itu! Lebih baik lo pergi sebelum gue kesetanan."

"Gue cuma mau bilang kalo-" ucap Arvi terhenti.

Bitna menggendong tasnya dan bangkit dari posisi duduknya. "Biar gue aja yang pergi!" lalu Bitna melangkahkan kakinya.

"Gue cuma mau bilang kalo Tari sama temennya yang nyebarin foto lo sama Rendi kemarin," teriak Arvi dari kejauhan. Hal itu membuat langkahnya terhenti, ia membalikkan badannya dan mengerinyitkan dahinya.

"Kali ini gue serius! Gue ada buktinya," lanjut Arvi. Ia membentuk jarinya dengan posisi dua jari ke atas, menandakan ia memang benar mengetahuinya. Bitna melangkahkan kakinya mendekati Arvi.

"Lo yang bener?" Tau dari mana lo? Apa lo kongkalikong sama mereka?" cecar Bitna.

"Sumpah demi apapun gue ga ada kongkalikong sama Tari. Kalo lu ga percaya gue bisa kasih unjuk Buktinya."

"Mana buktinya? Kasih tau gue sekarang juga!"

Arvi mengambil ponselnya. Ia menunjukkan gambar, di mana di foto itu terpampang jelas wajah Tari, Sasya dan Mita. Mereka menempelkan sebuah foto di beberapa mading sekolah. Sebuah foto yang tak asing bagi Bitna, ketika ia berciuman dengan Rendi.

Ponsel Arvi terjatuh ke lantai. Tubuh Bitna terkulai lemas. Kakinya tak mampu untuk berpijak pada tanah. Tangisannya semakin pecah saat itu. Pasukan oksigen menipis, membuat dadanya terasa sesak. Sudah dilecehkan ditambah ada oknum yang membuka aib dirinya yang ia sengaja tutup rapat-rapat.

"KENAPA ORANG-ORANG JAHAT SAMA GUE? Gue punya salah apa? GUE BENCI SEMUANYA!" Bitna berteriak melampiaskan seluruh amarahnya.

Arvi mencoba menenangkan gadis yang sedang tantrum di depannya. Buku-buku jari miliknya ia rekatkan di bahu milik Bitna dan mengusapnya perlahan. Bukannya tenang tetapi Bitna semakin tantrum. Pelecehan yang menimpa dirinya kembali berputar di ingatannya. Sontak, Bitna melepaskan tangan Arvi secara kasar.

"Jangan pegang gue! Gue ga mau di sentuh laki-laki!"

"Na, tapi-"

"Gue bilang lepasin gue! Gue ga mau disentuh."

"Oke fine! Tapi gue tau keberadaan mereka di mana, kalau lu mau tau lo bisa ikut gue. Mereka masih ada di sekolah ini, jadi jangan takut."

"Gue ga mau ketemu mereka!"

Bitna ArunikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang