꧁•⊹٭𝙷𝙰𝙿𝙿𝚈 𝚁𝙴𝙰𝙳𝙸𝙽𝙶٭⊹•꧂🌔🌔🌔🌔
Seorang gadis perempuan sudah bersiap dengan setelan seragam sekolahnya putih abu-abu, dengan rambut panjang nan sedikit kecokelatan yang tergerai bebas sebahu serta penjepit rambut berbentuk bulan melekat indah pada rambut belakangnya.
Ia berdiri menatap dirinya sendiri di depan cermin sembari memutar tubuhnya untuk memantapkan diri. Seragamnya melekat cocok pada tubuh mungilnya, wajah yang terlihat putih dan cerah serta bibir ranumnya yang tipis dan pucat membuatnya semakin cantik.
"Alora sudah siap ke sekolah, nggak sabar punya teman lagi," gumamnya seraya merapikan anak rambutnya.
Alora mengambil tas ransel berwarna peachnya yang sudah siap di atas kasur dan menggendongnya di bahu. Kakinya yang sudah terbalut sepatu kets putih itu melangkah keluar dari kamarnya. Di saat ia menuruni anak tangga, ia hampir terjatuh ketika ada seseorang yang sengaja mendorong bahunya pelan. Untung saja, Alora masih mampu menopang tubuh mungilnya sehingga ia tidak akan terjatuh ke bawah.
Alora menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. "Papa?" Ia menyebut papanya dengan sedikit ragu.
"Mau sekolah kamu? Saya kira kamu akan jadi patung hidup di rumah ini, Alora," ucap Gyan - papa Alora yang terdengar sedikit kasar.
Alora meneguk salivanya kasar, lidahnya terasa kelu tak bisa mengucapkan sepatah kata apa pun. Kakinya hendak kembali menuruni anak tangga, namun tangan besar yang menahan lengannya mampu membuat ia kembali terdiam.
"Kalau saya tanya dijawab! Masih begitu kok mau sekolah, gimana nanti kalau ditanya gurunya?" sentak Gyan menaikan nada suaranya.
Alora menutup kedua telinganya dan mata yang memejam. Namun, mulutnya kembali berkata, "Aku mau berangkat ke sekolah dulu, ini 'kan hari pertama sekolah nanti kalau aku terlambat akan dihukum," ucapnya lancar.
Gyan berdecih. "Saya nggak peduli, sebelum berangkat masak buat saya sarapan dulu!"
Alora reflek membuka matanya kembali dan menundukkan kepalanya dihadapan Gyan. "Tapi Pa-"
"Saya sudah bilang, saya nggak peduli yang penting sekarang kamu masak dulu baru boleh berangkat!" potong Gyan dengan raut emosinya.
Alora selalu takut dengan raut wajah dan penuturan dari sang papa. Menurut Alora dari masa kecilnya, itu bagaikan monster yang menakutkan. Di saat ia membuka suaranya di hadapan sang papa, ia tidak akan menatap lawan bicaranya dalam. Alora, takut.
Ketakutan di dalam diri Alora sudah tersimpan sejak lama. Terutama sejak kematian tragis sang mama kesayangannya.
Alora menarik nafasnya sejenak. "Yaudah, aku masak dulu." Alora beranjak menuruni anak tangga menuju dapur. Tas ranselnya ia letakkan di atas meja makan. Kemudian, ia mulai mengambil bahan masakan yang berada di dalam kulkas.
Alora membuka buku resep makanan peninggalan dari sang mama. Buku itu masih tersimpan rapi di dalam laci walaupun sudah mulai usang. Ia mulai membaca satu per satu resep makanan dan ia mulai mencobanya.
Rutinitas seperti ini sudah menjadi hal yang biasa bagi Alora. Seakan ia memang dituntut untuk menggantikan tugas sang mama ketika di rumah. Mulai dari memasak, mencuci piring dan baju, serta beberes rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIMPI ALORA
Teen Fiction⚠️Follow sebelum membaca! ⚠️Karya orisinil, No Plagiat! Sebuah tangan besar menampar cukup kencang pipi Alora. "ALORA CASSIA! MAU JADI ANAK PEREMPUAN NAKAL KAMU? JALAN SAMA LAKI-LAKI LAIN TANPA SEIJIN PAPA DAN PULANG TERLAMBAT BEGINI!" Tamparan ke d...