꧁•⊹٭𝙷𝙰𝙿𝙿𝚈 𝚁𝙴𝙰𝙳𝙸𝙽𝙶٭⊹•꧂
🌔🌔🌔🌔
"Terkadang manusia menyepelekan sesuatu yang sudah mereka lakukan seenaknya. Tetapi mungkin, bagi orang lain yang menerimanya itu menyakitkan."
-Alora Cassia Naiaraluna-
Seorang ayah adalah cinta pertama bagi anak perempuannya, itu faktanya. Seorang ayah adalah pahlawan pertama yang akan menolong dan mendekap di kala anak perempuannya terluka, bersedih, kecewa, atau menangis. Tanpa peran ayah, dunia terasa kosong. Begitu kata orang.
Alora berusaha mempercayai pepatah itu. Ya! Alora sedang berusaha. Di usianya yang menginjak di umur enam belas tahun, ia hanya merasakan kehangatan yang sebentar dari seorang ayah. Terlebih, setelah kepergian sang mama, Alora tak mendapatkan kehangatan itu lagi. Seakan kehangatan itu hilang bersama raga sang mama yang tak kunjung kembali.
Gyan, sebagai papa dari Alora tak menjalankan perannya lagi selepas perempuan tercintanya pergi jauh bersama ombak beberapa tahun silam. Hati kecilnya masih belum berdamai, Alora yang menjadi sasarannya. Bukankah dulu Alora belum paham dengan situasi yang sedang di hadapinya? Tetapi sekarang, Alora sudah beranjak dewasa, ia sadar dan selalu menyakinkan dirinya sendiri bahwa kejadian yang menyebabkan kehilangan sang mama tidak sepenuhnya salah Alora.
Dua belas tahun, bukan waktu yang sebentar 'kan? Alora merasa menyerah mendapatkan kehangatan dan kasih sayang dari sang papa. Alora ingin menyerah, melepaskan dirinya namun ia tak mau meninggalkan papanya sendirian.
Alora saat ini sedang berada di kamarnya, suasana pagi ketika ia kembali membuka matanya terasa hampa. Ia mengedarkan pandangannya di seluruh penjuru kamarnya. "Mama?" gumamnya.
Alora mengusap wajahnya kasar, ia berusaha untuk menahan agar air matanya tidak menetes. Alora bangkit, ia menuju ke kamar mandi dan membersihkan diri. Setelah itu, ia mengganti pakaiannya dengan seragam sekolahnya. Tak lupa ia menyematkan jepit rambut yang berbentuk bulan favoritnya di rambut bagian belakangnya.
Tangan mungilnya meraih sepatu kets dan memakainya, lalu ia mengambil tas ranselnya.
"Alora! Bangun!" Suara teriakan dari Gyan membuyarkan aksi Alora.
Alora memahami kata demi kata yang keluar dari Gyan. Apa pun makna kata itu, yang pasti Gyan masih dengan perasaan yang sama.
Suara hentakan kaki dari luar kamarnya membuat Alora semakin terkejut dan segera beranjak membuka pintu kamarnya. Pandangan pertama setelah pintu terbuka, siapa lagi kalau bukan sang papa dengan raut kekesalannya.
"Papa? Ini Alora udah bangun kok," ucap Alora dengan terburu-buru.
Gyan melirik Alora dari bawah hingga atas. Alora merasa tidak ada yang aneh dengan penampilannya, namun mengapa Gyan menatapnya seolah ia salah dengan penampilannya.
"Berangkat sekolah sekarang, kalau mau sarapan dulu masak sendiri. Saya mau langsung berangkat ke kantor," ucap Gyan yang langsung berlalu meninggalkan Alora yang masih mematung di depan pintu.
"Papa nggak mau lagi makan masakanku, ya?" monolognya pelan.
Alora menghela nafas sejenak kemudian kedua sudut bibir nya terangkat. "Sudah biasa 'kan, aku nggak usah sarapan aja nanti terlambat," ucap Alora pada papanya yang sudah tidak berada di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MIMPI ALORA
Teen Fiction⚠️Follow sebelum membaca! ⚠️Karya orisinil, No Plagiat! Sebuah tangan besar menampar cukup kencang pipi Alora. "ALORA CASSIA! MAU JADI ANAK PEREMPUAN NAKAL KAMU? JALAN SAMA LAKI-LAKI LAIN TANPA SEIJIN PAPA DAN PULANG TERLAMBAT BEGINI!" Tamparan ke d...