06: Pembohong.

263 159 89
                                    

꧁•⊹٭𝙷𝙰𝙿𝙿𝚈 𝚁𝙴𝙰𝙳𝙸𝙽𝙶٭⊹•꧂
🌔🌔🌔🌔

"Bahkan, usahaku terlihat sia-sia."

-Alora Cassia Naiaraluna

"Alora! Bangun kamu!" Pagi ini Alora akan mengawali hari dengan mendengar Omelan dari mama tirinya. Alora menguap lebar kemudian ia menyibak selimutnya itu. "Kacau banget, masih pagi." Sambil mengoceh, ia beranjak membuka pintu kamarnya. Kedua matanya masih berusaha menetralkan cahaya yang masuk ke netra mata cantiknya.

"Yaampun, Ma. Ini masih pagi, kenapa harus bangunin. Sambil teriak lagi," cerocos Alora sembari berkacak pinggang.

Seorang perempuan paruh baya dengan setelan baju tidur dan juga rambut yang dijedai itu menatap Alora datar. Ia menarik kasar tangan Alora menuruni anak tangga di rumah itu. Tubuh Alora terdorong ke depan dan berjalan sempoyongan menuruni anak tangga.

"Dasar, kalau jatuh emang mau ganti rugi?" tanya Alora ketus. Thea terus menarik tangan Alora menuju ke dapur.

Thea menghempas kasar tangan Alora dan mengarahkan dagu Alora agar menatap pada sebuah cucian piring sisa semalam yang menumpuk di atas wastafel. Alora membuka matanya lebar. Masih pagi seperti itu yang seharusnya ia masih berada di alam mimpi, ia terpaksa bangun karena sebuah cucian piring. Bahkan, langit masih sangat gelap.

"Nih! Anak gadis, bangun pagi cuci piring. Ingat, ya! Selesaikan sekarang sebelum Papa kamu bangun!" tegas Thea dengan mengarahkan jari telunjuknya di depan wajah Alora.

Alora menautkan kedua alisnya dan menjauhkan wajahnya. "Mama Thea 'kan bisa? Bukannya ini juga tugas seorang istri, Ma?" tanya Alora seolah mengintrograsi sang mama tiri yang baru semalam mereka satu rumah.

Alora sudah mengerti sifat dari mama tirinya itu melalui kejadian di pagi ini. Bahkan, hari pertama Thea berada di rumah ini dan menjadi nyonya rumah.

Thea menghidupkan air wastafel itu dan menyemburkan air itu di wajah Alora menggunakan tangannya. "Nih! Saya cuma nyuruh kamu ini aja kok, nanti saya yang masak."

Alora menggelengkan kepalanya dengan bibir yang mengomel tanpa suara. Thea membiarkan Alora, kini ia beranjak berjalan menaiki anak tangga. Pandangan Alora masih di perempuan itu yang perlahan menghilang dari pandangannya. Ternyata, perempuan itu kembali menutup pintu kamarnya. Mungkin, ia akan melanjutkan mimpinya.

"Katanya mau masak, malah balik tidur," gumam Alora dengan kedua tangan yang mulai berkutat dengan tumpukan piring itu. Ia mulai mencuci satu per satu hingga semuanya kembali bersih. Tak lupa, ia menyusun piring-piring itu di dalam rak dapurnya. Setelah cucian selesai, ia mengambil bahan masakan yang ada di kulkas. Ia akan melanjutkan dengan memasak.

Alora tak percaya dengan yang dikatakan oleh Thea. Ia tahu, Thea pasti tidak akan masak untuk keluarganya. Daripada ia dan sang papa tidak makan, ia yang akan memasaknya.

Hitungan menit saja, ia selesai memasak dengan menyajikan beberapa menu masakan yang ia bisa. Alora tidak akan memasak membutuhkan waktu lama, ia juga butuh untuk bersiap-siap berangkat ke sekolahnya.

Sang mentari pagi mulai menampakkan dirinya, kicauan burung mulai terdengar di gendang telinga gadis itu. Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar tidurnya lalu ia akan bersiap-siap menuju ke sekolahnya. Alora hanya berjalan kaki setiap berangkat sekolah, itu sebabnya ia tidak bisa bermalas-malasan.

MIMPI ALORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang