⁵Selamat untuknya...

26 17 3
                                    

Flashback on

"Gue harap, lo ga bilang ke Anin tentang hal ini. Dan jangan bawa dia, keacara pernikahan itu!" ucap tegas, seseorang itu, yang sedang duduk sambil mengangkat kedua kakinya. Dan menyilangkan kedua tangannya, seakan dirinya paling berkuasa.

"Apa segitu, ancaman gue? Gue kira, Lo sudah benar-benar ikhlas dengan masalalu Lo sendiri. Tentang kisah Lo, bersama Anin, dan Gue harap Lo bisa lepaskannya, untuk Gue!" balas lawan bicaranya, sambil memberikan senyuman yang memancing amarah.

"Jika, Lo yang memulai dan lo harus mengakhirinya!" Bisik lawan bicara seseorang, sambil menepuk bahu dan pergi meninggalkannya sendiri ditepi danau itu.

"Arghh Anjjj, sial bangsat!!" geram Daniel, sambil membantingkan sebuah bantu ke arah danu itu.

Yang kalian tau, Daniel mengajak Arlan untuk berbicara perihal pernikahan yang akan digelarnya, namun ia rahasiakan semua itu.

Flashback off

-------------

Cahaya yang menyorot, meja belajar seseorang yang sedang membenarkan kerah bajunya. Untuk mempersiapkan diri, duduk di meja akad.

Riuh pagi, suara burung berkicau memberikan suara yang tenang. Namun, bukan berarti mereka tenang seperti suasana acara itu.

Pijakan kaki, yang sangat berat baginya. Dengan kesalahannya, ia memang cinta seseorang itu, namun bukan karna cinta, tetapi nafsu.

Riasan pengantin, dikenakan oleh seorang wanita yang berharap pada Daniel. Ya Natasya, mereka melangsungkan pernikahan dengan secara tertutup. Karna Natasya, sedang mengandung anak dari Daniel.

Masa-masa sebelum acara ini, banyak sekali drama-drama yang mereka lakukan. Daniel hanya melepaskan kekesalannya kepada Natasya akibat kebencian dimasa lalunya. Dan membuat Natasya yang menjadi korban yang dilakukan oleh Daniel.

Sebenarnya memang sudah rencana Natasya, ia memang tergila-gila pada Daniel. Ya, mungkin Natasya bisa sicap gampang? Ya, karna seawal masuk SMA ia sudah merencanakan ide gila itu. Untuk memiliki Daniel sepenuhnya, dengan membuat ia hamil anak Daniel.

Pukul sudah menunjukkan sepuluh pagi, akad nikah sudah dilangsungkan dan tidak ada alasan untuk berhentikan acara ini. Hanya beberapa teman sang Ayah dari kedua belah pihak, mendatangin acara itu.

Disaat Anin melihat foto yang terpampang, di depan acara. Ia sedikit terkejut, mengapa? sesakit ini. Tapi apa salahku? Memang benar aku dan Daniel adalah masalalu, tapi kenapa tidak bisa bersama? Meski dulu menjadi kita, tapi setelah putus kita menjadi sahabat. Tapi rasanya tetap sakit.

Arlan yang menatap mata Anin, yang sedang membendung air matanya. Bukan ia tak terluka. Arlan masih terus memperhatikan Anin yang berusaha sekuat tenaga menahan air matanya. Pandangan mereka bertemu, dan dalam sekejap, Arlan merasakan kepedihan yang sama. Seluruh suasana pernikahan yang seharusnya penuh kebahagiaan justru terasa begitu menyesakkan baginya.

Arlan mengingat percakapan terakhirnya dengan Daniel di tepi danau beberapa hari yang lalu. Dia bisa melihat rasa bersalah di mata Daniel, tetapi keputusan telah dibuat. Daniel memilih untuk melanjutkan hidupnya dengan Natasya, meskipun Arlan tahu bahwa cinta Daniel sebenarnya masih tertambat pada Anin.

Anin tidak pernah tahu betapa dalam Daniel merindukannya, betapa sering dia menyesali keputusannya untuk melepaskan Anin. Namun, kesalahan-kesalahan yang sudah diperbuatnya membuatnya merasa bahwa kembali kepada Anin adalah sesuatu yang mustahil. Terlebih lagi, kini Natasya sedang mengandung anaknya-sebuah kenyataan yang tidak bisa dia abaikan begitu saja.

Arlan menggenggam gelas minumannya dengan erat, perasaan marah dan tidak berdaya bercampur menjadi satu. Dia tahu bahwa Daniel tidak mencintai Natasya dengan sepenuh hati. Pernikahan ini, baginya, hanyalah sebuah cara untuk menebus rasa bersalah dan kesalahan di masa lalu. Namun, dia juga tahu bahwa membongkar semua ini di depan umum tidak akan membawa kebaikan bagi siapa pun, terutama bagi Anin.

Sementara itu, Anin masih berdiri terpaku di tempatnya. Seakan-akan seluruh dunia sejenak berhenti berputar saat dia melihat Daniel dan Natasya bersanding di pelaminan. Kenangan-kenangan indah bersama Daniel, saat mereka masih bersama, mulai kembali menghantui pikirannya. Dia teringat saat-saat di mana Daniel adalah segalanya bagi dirinya. Mereka pernah saling mencintai dengan begitu tulus, tetapi kini semuanya telah berubah. Waktu telah memisahkan mereka, dan kini takdir memberikan jalan yang berbeda bagi mereka berdua.

Natasya, yang sedang duduk di pelaminan, menyadari pandangan mata Anin yang terpaku pada dirinya. Ada kilatan kebanggaan di dalam diri Natasya, tetapi juga perasaan tidak nyaman yang tidak bisa dia hilangkan. Meskipun dia telah berhasil memiliki Daniel, dia tahu bahwa cinta Daniel bukanlah miliknya sepenuhnya. Daniel ada di sisinya, tapi hati Daniel masih berada di tempat lain-di tempat yang tak bisa dia jangkau.

Saat upacara pernikahan berlangsung, Daniel berusaha menatap lurus ke depan, mengabaikan rasa bersalah yang terus menghantui dirinya. Namun, setiap kali dia melihat Natasya, dia tidak bisa menghindar dari kenyataan bahwa pilihan yang dia buat ini mungkin adalah pilihan yang salah. Dia telah terjebak dalam permainan yang dia ciptakan sendiri-permainan yang hanya membawa luka bagi semua pihak yang terlibat.

Upacara pernikahan berjalan dengan lancar, tetapi semuanya terasa seperti mimpi buruk bagi Daniel. Ketika dia mengucapkan ijab kabul, rasanya seperti ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Janji yang diucapkannya seolah-olah hampa, tidak memiliki makna yang sesungguhnya. Hatinya tetap kosong, meskipun dia tahu bahwa sekarang dia harus menjalani kehidupan baru bersama Natasya dan anak yang ada di dalam kandungannya.

Sementara itu, Anin berusaha sekuat tenaga untuk tidak menunjukkan kelemahannya di depan semua orang. Dia tahu bahwa dia tidak bisa membiarkan dirinya terlihat rapuh, terutama di depan Natasya dan Daniel. Tapi, di dalam hatinya, dia merasa begitu hancur. Perasaannya terhadap Daniel masih ada, meskipun dia tahu bahwa mereka tidak akan pernah bisa bersama lagi. Hanya saja, dia tidak pernah menyangka bahwa rasa sakit ini akan terasa sekuat ini.

Setelah upacara selesai, para tamu mulai berdiri dan memberikan selamat kepada kedua mempelai. Anin tetap berdiri di tempatnya, merasa ragu apakah dia harus mendekati Daniel dan Natasya atau tidak. Dia tahu bahwa dia harus bersikap dewasa dan memberikan selamat kepada mereka, tetapi perasaannya yang campur aduk membuatnya merasa sangat canggung.

Arlan, yang melihat keraguan di mata Anin, segera mendekatinya. "Anin, kalau kamu merasa tidak nyaman, kita bisa pergi sekarang," bisik Arlan dengan lembut.

Anin menggelengkan kepala. "Aku harus melakukannya, Arlan. Setidaknya aku harus memberikan selamat pada mereka, meskipun ini sangat berat bagiku."

Arlan mengangguk, meskipun hatinya ingin sekali membawa Anin menjauh dari tempat itu. Dia tahu bahwa pertemuan ini hanya akan membuat Anin semakin terluka, tetapi dia juga tahu bahwa Anin perlu menutup bab ini dalam hidupnya. Dengan hati-hati, Arlan menggandeng tangan Anin dan bersama-sama mereka mendekati Daniel dan Natasya.

Saat mereka mendekat, Daniel bisa merasakan ketegangan yang mulai membangun di dalam dirinya. Dia tahu bahwa pertemuan ini tidak bisa dihindari, tetapi dia juga tahu bahwa ini akan sangat sulit. Ketika Anin akhirnya berdiri di hadapannya, Daniel merasa seolah-olah waktu berhenti sejenak. Dia menatap Anin dengan mata yang penuh penyesalan, tetapi tidak ada kata-kata yang bisa keluar dari mulutnya.

"Selamat, Daniel," ucap Anin dengan suara pelan, berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis.


TBC

-
-

Sakit banget gasi jadi anin? tapi lebih sakit jadi Natasya....

Love is a wound [On going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang