Esok harinya, Rami muncul di rumah Diola beberapa saat sebelum waktu yang mereka sepakati untuk bertemu tiba. Satu jam dari jam pertemuan keduanya, pria itu nyatanya sudah duduk manis di depan teras. Berbincang akrab dengan suami mamanya—seperti biasa—sambil dihidangkan secangkir teh dan tak ketinggalan camilan kacang pistachio hingga turkish delight.
Rami merasa terkesan karena sambutan dari orang tua kekasihnya begitu hangat. Bahkan setelah melewati banyak hal dengan Diola. Nyatanya hal kecil seperti ini adalah sesuatu yang ia inginkan sejak awal. Membangun hubungan dengan cara yang benar. Seperti yang sering kali dirinya katakan pada Diola.
"By the way, bagaimana kabar Nathaniel?"
Rami mendelik ketika mendapat pertanyaan demikian. Padahal ketika itu dirinya tengah sibuk mengupas kulit kacang pistachio yang disuguhkan oleh pria tersebut.
"Hmm, aku belum lagi bertemu dengannya. Terakhir kali, aku sempat bertemu dengan sepupuku beberapa minggu yang lalu. Menurutnya, Uncle Nate dalam keadaan baik."
"Oh? Anak-anak Nathaniel, apakah mereka juga tinggal di KL?"
"Well, yeah. Hanya satu, Altan Bey. Emma, anak pertamanya. Setelah menikah, dia dan suaminya pindah ke KL dan ikut andil dalam bisnis PH kami."
Pria di depannya manggut-manggut.
"Emma? Ah, the little girl!"
"Anda mengenalnya?"
"Tentu saja. Kami melakukan liburan menyenangkan, sebelum akhirnya aku menetap sementara waktu di Bandung dan bertemu Riani."
Rami menyipitkan mata. Mengingat kembali cerita lama yang pernah pamannya sampaikan padanya.
"Dia sudah menikah?"
Rami mengangguk pelan.
"Whoa! Tidak terasa waktu cepat sekali berlalu, ya? Dia sepantaran denganmu, huh?"
Rami mengangkat salah satu sudut bibirnya, "ya, Altan Bey. Kurang lebih begitu."
"Tapi, aku tahu mengenai kabar pamanku bukan dari Emma. Melainkan dari anak bungsunya yang tinggal di Gold Coast bersamanya."
Pria berdarah Turki tersebut membulatkan kedua matanya, "jadi, Nate saat ini menetap di kampung halamannya?"
"Benar, Altan Bey."
"Tepat seperti apa yang pernah Nate katakan. Kalau suatu saat nanti, dia akan kembali ke rumahnya," sambil tersenyum miring.
"Ya. Uncle Nate memutuskan untuk pindah dan menghabiskan masa tuanya di sana."
"Sounds good. Memang, di usia kami saat ini. Mengejar ambisi bukan lagi prioritas. Kami cenderung ingin hidup tenang, damai, dikelilingi keluarga. Suasana yang nyaman."
Jeda sejenak. Pria itu menghembuskan napas.
"Well, tapi mungkin itu tidak berlaku untukku saat ini. Aku bahkan tengah berusaha mengejar satu-satunya ambisiku. Mencoba mendapatkannya. Penerimaan dari anakku."
Rami mendesah pelan. Ia menggenggam erat kulit kacang pistachio dalam bogemnya. Bersamaan dengan itu ia pun menundukkan kepalanya.
Mendengar ucapan pria di sampingnya. Terdengar lirih dan menyedihkan.
"Kurasa sampai kapan pun aku tidak bisa hidup tenang, sebelum dapat menebus kesalahanku pada Diola. Sebelum anakku benar-benar memaafkan dan dapat menerima kehadiranku."
"Perlahan, Altan Bey," Rami mengangkat wajah. "Kalian punya banyak waktu. Dan akan selalu ada kesempatan untuk bisa mendapatkannya."
"Diola memang keras kepala. Tapi, anak Anda punya hati yang lembut. Suatu saat dia akan menerima kehadiran Anda. Hanya perlu sedikit bersabar untuk menghadapinya," ungkap Rami.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLOSURE
ChickLit‼️[21+]‼️ Bertahun-tahun hidup dengan diliputi tanda tanya besar, mengenai identitas dirinya. Pada satu kesempatan Diola akhirnya dipertemukan oleh pria yang selama ini mengulik rasa penasarannya. Ayah kandungnya. Pria yang meninggalkan Mamanya dala...