3. Dia Datang

10 2 0
                                    

𝓡𝓮𝓽𝓲𝓼𝓪𝓵𝔂𝓪 𝓑𝓲𝓻𝓾𝓷𝓲

Rumah sakit swasta tersebut begitu ramai, apalagi terdapat rumor yang beredar selama beberapa hari ini. Ada dokter baru pindahan dari rumah sakit lain, dan di gadang-gadang merupakan mantan dari dokter yang cukup populer disini.

Biasanya saat hari menjelang sore, jika tidak ada jadwal operasi. Biru akan pulang tepat waktu, hari ini kebetulan ia pulang cukup sore. Berjalan menyusuri koridor rumah sakit menuju area parkir. Pria itu melepaskan jas putihnya, berjalan dengan tangan kanan membawa tas kerja. Hari ini ia benar-benar lelah bicara. Harus menanggapi sangat banyak pertanyaan dari pasien yang konsultasi.

Hingga netranya bertemu dengan sepasang mata yang sangat dia kenal. Sedang berdiri di samping mobilnya, wajah yang di anggap orang seperti malaikat, dia tersenyum cerah.

"Hay Wil, gimana kabar kamu?" berdiri disana sambil menatap Biru dengan mata penuh kerinduan.

Pria itu cukup terkejut, kemudian kembali menormalkan mimik wajahnya. Tanpa menjawab pertanyaan, ia masuk ke dalam mobil, saat tangannya sudah di handle pintu. Tangan wanita itu memegang pergelangan tangannya, membuat Biru menatapnya tajam.

"Lepas," tuturnya menghempaskan lengannya. Wanita itu tidak kehabisan cara, dia menghadang tubuh Biru. Terlihat usahanya membuahkan hasil, dokter anestesi itu menutup pintu mobilnya kembali.

"Eh Mbak Alea.." entah datang dari mana suara itu. Biru sedikit terkejut, apalagi kini posisinya sedang berhadapan dengan wanita yang di panggil Alea.

Sang pemilik suara mendekat, senyumnya begitu lebar sampai-sampai giginya terlihat. Berjalan menghampiri mobil sang suami. Bisa di tebak kan bahwa wanita itu Elma?

"Aku udah kirim chat ke kamu loh mas, kalau aku mau mampir ke rumah sakit. Kamu lupa ya?" sebenarnya Elma tidak sepenuhnya berbohong, ia sedari tadi sudah mengirimkan pesan kepada sang suami. Akan tetapi dari tadi cuma ceklist dua. Membuatnya mau tidak mau masuk ke dalam rumah sakit, alhasil disinilah ia sekarang saat diberitahukan kalau Dokter Biru baru habis jam prakteknya.

"Oh ini Mbak Alea ya? Salam kenal mbak," wanita itu tersenyum ramah, mengulurkan tangannya. Sialan sekali, pantas suaminya itu sedingin kutub utara kalau bicara padanya. Elma jadi bimbang sendiri, apa dahulu suaminya itu bucin akut ya? Secara nih wanita dihadapannya itu lebih dari kata sempurna, kalau soal otak sih jangan di ragukan lagi. Jelas-jelas Elma akan kalah duluan sebelum berperang. Mana wajah itu lebih cantik daripada foto yang sempat dia lihat di album milik sang suami, wanita itu melirik sang suami yang terdiam. Pria itu malah santai membuka pintu mobil dan masuk kedalamnya, meninggalkan Elma sendirinya.

"Udah dari kapan mbak di Indonesia? Masih cantik aja nih, oh iya gimana perkembangan rumah sakit di Austria," Elma bukan orang yang suka basa-basi, tapi kalau udah ketemu terus nggak disapa juga tidak baik. Sebagai keluarga, tentu ia harus menyapa sepupu sang suami bukan?

"Seperti yang kamu lihat El, aku baik banget. Malahan rumah sakit disana juga stabil, makanya aku memutuskan balik ke sini. Maaf banget nggak ngabarin keluarga ya. Soalnya ada beberapa hal yang harus aku luruskan di Indonesia. Dan kemungkinan akan stay di sini cukup lama, gimana kabar kamu juga?" wanita cantik itu mengusap lembut pundak Elma.

"Wah kejutan banget ya mbak," pembicaraan keduanya masih nyambung sebelum diputuskan oleh suara Biru yang memanggil Elma dari dalam mobil.

"Ayo pulang Ma!" suara berat dan datar itu membuat Elma tersenyum dalam hati. Dari tadi loh dia menunggu, eh suaminya nggak peka-peka!

**

"Cie ketemu mantan, pasti seneng kan? Apalagi sampai nggak buka chat dari istri sendiri. Mana Mbak Alea makin cantik lagi!" Elma bermaksud menyindir, emang kalau wanita itu sukanya gitu ya? Suaminya yang menyetir hanya melirik sekilas, kalau gini perempuan itu tidak akan pernah berhenti bicara.

"Gimana habis lihat mantan perasaannya Pak? Hati okay? Nggak deh degan kan? Coba sini saya periksa kalau jantungnya mau keluar " dikatakan sakit memang sakit, ini cara Elma agar tidak berlarut-larut dalam penyakit hati. Menjadikan semuanya sebercanda itu adalah alasan yang akan wanita itu lakukan.

Tangannya sudah menempel di dada sang suami, memiringkan kepalanya guna mendekatkan telinga. Biru sendiri menggeleng melihat tingkah wanita yang terpaut jarak 10 tahun itu. Terkadang ia juga heran sendiri, kenapa bisa melamar sosok cerewet ini untuk menjadi istrinya.

"Kamu apa-apaan sih El, saya sama dia itu udah nggak ada hubungan lagi. Lagipula tadi juga nggak saya respon. Jadi udah negatif thinking nya" jawab pria itu memundurkan kepada sang istri dengan tangan kirinya. Tetap saja wanita itu masih mendengus kesal. Alhasil Elma menatap ke luar jendela. Yang pertama ia suka dipanggil Ma daripa El. Karena itu kaya panggilan sayang gitu nggak sih. ' Ma or mama'

"Mas tadi udah makan belum?" akhirnya Elma juga yang memulai pembicaraan, dia itu memang orangnya nggak bisa diam-diaman.

"Udah" jawabnya singkat.

"Pengen makan diluar!" rengeknya, menatap sang suami penuh harap.

"Saya belum mandi Ma" Biru tidak terlalu suka jika mandi di rumah sakit. Sejauh mengenal, Elma semakin mengetahui kalau suaminya itu sangat gila kebersihan. Untung saja, ia orangnya tidak begitu suka kotor. Tapi tingkat kebersihan suaminya itu nggak bisa dijabarkan dengan logika.

"Masa harus mandi dulu sih mas! Orang masih ganteng juga, malahan gini aja udah banyak orang yang pengen aku singkirin, gara-gara mata mereka nggak bisa ke kontrol saat lihat kamu!"

" Mas ih! Kok diem sih!" ujarnya marah ketika sang suami lebih memilih diam, melanjutkan perjalanan menuju rumah mereka.

"Aduh Ma, pusing lama-lama kepala saya. Nanti malam saja kita makan di luarnya, sekalian sama Elo. Pulang dulu ke rumah, saya mau bersih-bersih dulu" jawab laki-laki itu, menoleh menatap istrinya yang cemberut dengan bibir di buat maju, udah cosplay jadi bebek tuh mulut.

"Janji ya mas?"

"Hm."

Biru melirik ke samping, ketika wanita disebelahnya ini sudah tidak bicara. Hanya fokus menatap jendela, dia tersenyum tipis bahkan nyaris tidak terlihat senyum itu. Istrinya itu sangat cantik, apalagi juga cerdas. Tapi jika sudah bicara nggak bisa berhenti. Saat ini Elma sedang mengigit bibirnya, hal yang dilakukan ketika wanita itu merasa terancam. Selanjutnya wanita itu mengigit kuku jarinya, hal yang biasa dilakukan ketika wanita itu merasa gelisah dan marah, ditambah pipi yang memerah. Semua gerak-gerik Elma tidak luput dari perhatian sang suami, ketika jalanan kembali ramai. Biru menatap jalanan kota dan fokus menyetir. Walau kini di dalam hatinya di penuhi tanda tanya?

***

Retisalya Birma Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang