6. Layak?

11 2 0
                                    

𝓡𝓮𝓽𝓲𝓼𝓪𝓵𝔂𝓪 𝓑𝓲𝓻𝓾𝓷𝓲

Hari ini jadwal Biru cukup padat, baru selesai melakukan operasi pasien  dengan kondisi lumayan parah. Setelah keluar dari ruang operasi, pria itu memutuskan untuk segera masuk ke ruangannya setelah mensterilkan diri terlebih dahulu. Dia meregangkan otot-otot tubuhnya yang kaku, mengambil ponsel dan memutuskan untuk menghubungi sang istri.

Elma Aghnia : Elo tadi udah di jemput sama mbak Caca mas, ini aku masih di kampus ngerjain tugas. Kalau kamu pulang sekalian jemput ya ( dengan emoji hati tapi warna kuning )

Mbak Caca sendiri merupakan kakak perempuan Elma, sudah menikah dan anaknya satu sekolah dengan Elo. Lebih tua setahun dari Elo, jadi kalau dirinya ada kelas sampai menjelang sore, biasanya Mbak Caca yang akan menjemput Elo.

Bahkan pesan yang Elma kirim satu jam lalu belum pria itu baca sama sekali, dia baru saja keluar dari ruang operasi yang berjalan kurang lebih empat jam, untung saja tadi segera selesai.

Biruni memutuskan untuk menelepon Elma sembari berjalan menuju meja untuk mengambil beberapa berkas dan tasnya. Merapikan barang-barang yang ada di meja, rutinitasnya sebelum pulang ke rumah.

"Hallo mas.."

"Sudah pulang?"

"Belum, ini baru mau beresin buku. Kamu udah pulang emangnya?" ujar Elma sembari menatap temannya dan mengangguk ketika mencoba berpamitan.

"Ya sudah tunggu disana dulu, jangan keluar kampus sendirinya, paling 15 menit lagi saya sampai. Kamu sekarang ada dimana?" Biru keluar dari ruangan, terlihat mengangguk ketika beberapa perawat dan dokter junior menyapanya.

"Perpustakaan." jawabnya, kini suasana perpustakaan bahkan lumayan sunyi dan sepi. Hanya ada anak-anak yang ambis dan itupun bisa dihitung dengan jari.

"Disana saja, saya sudah dalam perjalanan"  ucapnya sambil menutup telepon.

Elma sudah membereskan semua buku-buku yang dia pinjam, karena sang suami punya segudang buku yang biasa ia gunakan. Tidak perlu membeli, karena yang punya juga rela bukunya dipinjamkan, karena Elma lebih suka buku milik Biru yang sudah di garis bawahi poin pentingnya, walau kata sang suami sih gini.

"Kamu mau menangani pasien dengan poin penting saja El? Semua isi buku itu berguna, kamu pahami semuanya. Jika pasien kamu hanya diberi poin-poin penting apa bisa sembuh? Kamu mau mendiagnosis menggunakan poin penting? Kalau ternyata pasien kamu sakit tukak lambung tapi malah kamu diagnosis kanker lambung gimana?" sembari bersandar di ranjang. Pria itu terus mengoceh, membuat Elma yang sedang belajar mendengus. Tetapi gadis itu tetap memasukkan ucapan sang suami ke otak mungilnya. Mana tampangnya datar lagi.

Bruak Elma menutup pintu mobil dengan sangat kencang, pasalnya dia baru saja mendapatkan foto yang berhasil membuat darahnya mendidih seketika, bahkan kini rasanya kepala Elma sudah mengeluarkan lava panas. Apalagi menyaksikan foto yang di kirim oleh ibu mertuanya yang sangat kelewat masyaallah banget.

"Kenapa sih Ma?" pria itu mengerutkan keningnya, kalau sudah begini ia bisa menebak kalau sang istri sedang menahan amarah.

"Seneng ya, hari ini habis jalan sama mantan. Kemana aja jalannya mas? Atau ke tempat biasa kalian jalan-jalan dahulu, mengulang kenangan lama gitu?" Biru menghela nafas, kalau sudah begini ia paham sekarang. Wanita di sampingnya ini sedang cemburu, alhasil ia menatap mata kelereng itu cukup lama hingga Elma mengalihkan tatapannya.

"Kamu salah paham Ma, foto itu dari siapa?Mami kan, " tebak pria itu tepat sasaran, siapa lagi yang suka melihat kerenggangan hubungan antara dirinya dan Elma jika bukan sang mami.

"Nggak penting dari siapa, yang penting kamu beneran jalan sama wanita itu? Masih sayang atau gimana mas, nggak lihat didekat kamu ada wanita lebih muda dari dia, lebih cantik lagi!" gerutu wanita itu, biarlah. Walau sebenarnya Alea itu lebih cantik, lebih pintar dan segala-galanya dari Elma. Dia tetap harus menyombongkan diri, ya walaupun nggak ada yang harus di sombongkan.

"Memang cantik?" ujar Biru, dia belum menyalakan mobil. Kini malah melepaskan sabuk pengaman dan mencondongkan wajahnya ke Elma. Menatap bulu mata lentik yang begitu hitam. Bahkan sebentar lagi ia bisa menebak kalau sang istri akan mengeluarkan air mata.

"Apa lihat-lihat.." nahkan, sudah keluar aumannya. Tangan Biru melepaskan genggaman tangan Elma dari tasnya. Menaruh tas itu di jok belakang, kemudian meletakkan telapak tangannya di pipi Elma, sembari memberikan kecupan di sekitar bibir wanita itu.

"Kalau marah kamu tambah jelek lho Ma" ini gimana sih, sudah marah malah mau dibikin tambah naik darah. Emang benar-benar Lord Biru nggak ada takut-takutnya sama istri.

"Apaan sih sana! Kalau tambah jelek yaudah, kenapa masih cium-cium segala!" Elma mendorong dada Biru agar kembali ke tempat duduknya semula, gengsi dong. Masa habis di cium gitu luluh!

"Tadi itu mami suruh anterin Lea ke rumah sakit, udah gitu doang Ma. Lagian saya nggak ada hubungan lagi sama dia, kamu percaya saya nggak? Kalaupun nggak percaya kamu bisa tanya sendiri sama mami. Gitu-gitu mami nggak suka bohong lho Ma." setelah mendengar penjelasan itu, Elma dapat mengontrol kembali emosi dan nafasnya. Mami itu memang mertua yang galak dan mau menang sendiri, pokoknya yang berjalan di samping Biruni Akwila harus perfect dan kalau bisa sebanding dengan anaknya. Tapi kalau masalah bohong, mertuanya itu nomor satu dari belakang. Soalnya gesture sama mimik wajahnya nggak mendukung untuk berbohong. Dan yang dikirimkan ke Elma juga sekedar foto tanpa kata-kata.

"Tapi nggak boleh gitu lagi lho mas, jangan berduaan sama Mbak Alea lagi. Kalau urusannya kerja sekalipun pasti ada temennya, kalian itu mantan, inget M-A-N-T-A-N!" segala di eja banget, dan disertai penekanan.

"Inget!" tangan wanita itu sudah menarik kerah kemeja Biru, membuat pria itu menghela nafas. Namun bibirnya tersenyum kecil.

"ini, ini, ini dan semua ini milik aku!" setelah menunjuk bagian yang paling ia sukai dari sang suami. Elma mendaratkan sebuah kecupan di mata Biru, bagian utama yang sangat ia suka. Mata sehitam langit malam dan seterang rembulan.

"Terserah kamu Ma" jawabnya, kemudian tatapan mata Biru tak lepas dari buah plum yang sempat dirinya cicipi sebentar tadi. Di labuhkannya sebuah kehangatan di bibir kecil dan tipis milik Elma. Dan wanita itu masih saja berdebar saat suaminya memiliki inisiatif sendiri, kedua pipinya merona. Menunjukkan kalau dia benar-benar malu. Namun tak jarang Elma membalas, walau cukup amatiran.

Masalahnya, tangan Biru sudah tidak bisa dikondisikan. Ini masih di area kampus loh, mana di dalam mobil lagi. Kalau ketahuan mahasiswa lain dan dosen kan malu, yang ada nanti muncul berita terhot di Fakultas Kedokteran.

MOBIL BERGOYANG DI AREA KAMPUS SWASTA TERNAMA, DIDUGA MAHASISWA DENGAN DOSENNYA  SEDANG ***** yang ada jadi hot news dikalangan mahasiswa sini. Mau di taro dimana muka Elma yang kelewat warbiasah ini dong?

"Mas udah," setelah menahan tangan itu, Biru mendongak. Kalau begini Elma mana bisa nolak sih, tatapan suami aja bikin meleleh sampai ke laut. Tapi Elma bersyukur karena Biru cukup waras dan memutuskan untuk segera pulang.

"Kita pulang." jelas, padat, singkat ucapan dari Lord Biruni.

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

TBC

Retisalya Birma Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang