7. 🍃Two Living Lights 🍃

13 1 0
                                    

𝓡𝓮𝓽𝓲𝓼𝓪𝓵𝔂𝓪 𝓑𝓲𝓻𝓾𝓷𝓲

Jangan lelah, karena masa depan lebih indah


__

Setelah bereksperimen di dapur cukup lama, Elma naik ke atas untuk membersihkan diri. Setelah pulang dari kampus, dia memang lebih suka memasak sendiri daripada membeli makanan. Saat sore menjelang malam, biasanya putri kecilnya itu sedang bermain di kamarnya, sedangkan sang suami lebih memilih membaca buku diruang keluarga. Jika Biruni tidak terlalu sibuk, terkadang malah kedua anak dan ayah itu sering beributkan hal yang tidak penting.

Namun yang sangat Elma ketahui adalah, suaminya suka membaca buku yang sama secara berulang-ulang. Bahkan saat ia memberikan teh, ia sempat melihat judul buku yang hampir ia temui setiap sang suami membaca, Miller's Anesthesia.

Suara langkah kaki yang terburu-buru menghampiri sosok pria yang sedang fokus dengan buku di tangannya.

" Papa lagi sibuk nggak?" tanya gadis itu dengan pelan, dia itu cenderung penurut kalau disandingkan dengan sang ayah. Beda kalau disandingkan dengan Elma yang begitu cerewet.

" Ada apa El? Butuh bantuan?" pandangan Biru langsung mengarah ke kedua tangan mungil Elo yang sedang membawa buku Matematika serta beberapa buku yang setahunya Elma belikan untuk referensi belajar anak itu.

"Besok kan Elo ada tugas dari Miss Fania untuk menghafalkan perkalian dan pembagian satu sampai 20. Tadi Elo udah ngafalin, tapi takut ada yang salah. Jadi boleh minta bantuannya untuk menyimak hafalan Elo nggak Pa?" ucap anak itu, sembari duduk di samping sang papa. Biru mengangguk, seketika meletakkan buku yang tadi sempat ia baca.

" Tentu saja boleh, ayo Elo coba ucapkan. Nanti kalau ada yang salah Papa koreksi,"

Kedua manusia itu sibuk dengan rutinitasnya, Biru tampak sesekali menghentikan hafalan Elo yang dirasa ada yang salah. Lalu memberikan cara menghafal agar mudah teringat, sedangkan dari arah tangga. Elma sudah rapi dan cantik setelah mandi. Dia memutuskan untuk menata makan malam di meja makan.

Mereka memang tidak menggunakan asisten rumah tangga untuk memasak, hanya saja tiga hari sekali akan ada ART yang Biruni datangkan dari rumah utama untuk membersihkan rumahnya. Hanya saja sedari dulu Biruni selalu mementingkan privasi. Jadi dia lebih suka jika kamar pribadinya dengan sang istri, Elma sendiri yang mengurus dan merapikan.

"Mas, Elo ayo makan malam dulu. Belajarnya nanti lagi ya setelah makan. Mama hari ini masak sesuatu" ucap Elma tersenyum kecil kepada Elo, hanya anaknya saja yang menyipitkan mata. Jika ada sesuatu dari sang Mama. Hal itu adalah pertanda dia harus siaga empat lima.

" Mama, nggak mau. Elo nggak suka sama sayuran." rengek anak itu membuat Elma menghela nafas.

" Nggak, sesuai kesepakatan kita. Kalau dalam seminggu, Elo harus makan sayuran minimal tiga kali. Dan ini waktunya, " jawab Elma sembari mengambilkan Biruni nasi dan lauk.

"Terimakasih Ma"

"Mama.." rengek anak itu.

Lalu suara itu berhenti saat tatapan mata Biru yang sangat tajam menatap Elo, anak kecil itu seketika terdiam. Elma diam-diam tertawa dalam hati, namun kenyataannya setelah suasana yang hening di meja makan. Elma memecahkan kesunyian itu.

"Pesawat mana nih, pesawat mau terbang. Wuuuu" Elma mengangkat sendok yang berisi sayuran dan menyuapkannya kepada Elo. Gadis manis itu menerimanya sambil tersenyum senang.

" Kalau tiap hari makanan kaya gini sih Elo oke-oke aja makan sayuran" kata gadis kecil itu kepada Elma.

" Halah, itumah maunya Kamu. Kalau gitu tiap hari Mama suapin seledri ya?" Dengan kompak kedua orang yang ada di meja makan itu menggeleng.

"Ma, jangan pakai sayuran seledri ya. Denger namanya aja aku udah nggak nafsu makan" Elma tertawa, kedua kesayangannya ini memang kompak tidak menyukai sayuran yang bernama seledri itu.

"Kalian berdua itu sesekali harus coba makan seledri, enak tau!" ucap Elma terhadap Elo dan Biruni.

"NGGAK!" Mereka berdua kompak menjawab.

"Gini aja bisa kompak,!"

Suasana makan malam itu begitu hangat, jarang sekali mereka bisa makan malam dengan Biruni. Karena biasanya sang suami begitu sibuk atau sedang menjalani operasi. Setelah selesai, Biru membantu Elma untuk membersihkan meja makan, sedangkan Elo sudah naik ke atas untuk belajar.

"So- sweet banget sih suami aku ini, udah ganteng. Mau cuci piring lagi" ucap Elma sembari mengalungkan lengannya di perut' sang suami.

" Ma, jangan ganggu dulu. Tangan saya basah"

" Lepasin dulu ini, saya nggak bisa gerak" Biruni mencoba melepaskan tangan Elma dengan kedua sikunya, akan tetapi wanita itu malah menggoda sang suami dan membuat Biru kesal sendiri.

" Waduh ngambek, kok cucian di tinggal sih pak?" ujar Elma sembari bercanda, namun ia memutuskan melanjutkan cucian piring yang hampir selesai. Sedangkan Biruni sudah naik ke kamarnya, membuat Elma tertawa geli.

"Anak sama bapak sama aja, dasar!" gumam Elma melanjutkan cucian, kemudian mengambil tisu untuk membasuh tangannya.

Rutinitas malamnya adalah menyiapkan tugas dan membuka literatur medis, tidak lupa menghabiskan waktu untuk mengobrol dengan Elo, dengan perlahan Elma membuka pintu kamar sang putri yang terbuka sedikit, sepertinya gadis itu sudah paham kalau mamanya akan masuk ke kamar.

"Maa, Elo nggak mau lagi di ajarin sama papa. Serem, nggak suka. " anak itu ceritanya curhat, karena tadi bukannya dia paham. Yang ada malah senam jantung. Biruni yang notabenenya adalah dosen dan konsep mengajarnya yang senggol bacok, sangat berbeda dengan metode belajar taman kanak-kanak. Dan yakinlah, kalau Elo bukan sekali dua kali mengatakan hal serupa kepada Elma.

"Ya terus mau diajarin siapa? Nenek Sani, yang kalau kamu deket dia cosplay jadi rani peri hm?" tanya Elma, dia duduk di ranjang Elo seraya mengambil beberapa buku di atas nakas. Hanya sekedar mengecek hasil pekerjaan sang putri.

"Itumah tambah siaga 45!"

"Elo.." panggil Elma lirih.

Gadis dengan baju tidur motif bunga setaman itu mendongak menatap bola mata Elma " Kenapa?"

"Walaupun Nenek Sani sifatnya kaya gitu, ingat ya. Elo nggak boleh naikin nada  suara ke nenek, mau bagaimanapun dia itu tetep mama dari papa kamu. Jadi kalau nggak ada nenek, Elo juga nggak bakal ada. Ya kadang-kadang ngeselin cukup di doain biar uangnya ngalir terus aja, gitu-gitu nenek Sani omongannya doang yang nancep didada" ujar Elma memberikan nasehat, dia harus menanamkan rasa cinta sejak dini. Karena dia juga tidak mau tutup mata, bahwasanya Elo sudah merasa aneh dengan perlakuan neneknya.

"Lah kalau nancepnya susah di cabut kan sakit" jawab anak itu, mengambil pena dan buku tulis.

Papa ngintip di pintu ma

Tulis gadis itu lewat buku, pintu kamar Elo itu langsung berhadapan dengan cermin, jadi siapa saja yang masuk gadis itu bisa melihatnya lewat cermin.

Elma tertawa dalam hati, sedangkan pria itu terdiam cukup lama. Namun bukankah berdirinya dia di depan pintu untuk mengingatkan sang istri bahwa lusa dirinya akan pergi ke luar kota selama 4 hari.

***

TBC

Retisalya Birma Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang