Bittersweet 26 - Papa

820 52 11
                                    

Berkali-kali Dinda menoleh ke arah pintu karena sudah lebih dari 2 jam lamanya setelah Hera diberitahu kalau Dilan sudah siuman tapi hingga detik ini Hera tak kunjung menampakkan batang hidungnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berkali-kali Dinda menoleh ke arah pintu karena sudah lebih dari 2 jam lamanya setelah Hera diberitahu kalau Dilan sudah siuman tapi hingga detik ini Hera tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

Entah apa yang Hera lakukan, Dinda tak tahu.

Tunggu! Apa mungkin Hera sedang sibuk-sibuknya dan tidak mendapatkan izin hanya untuk ke rumah sakit meski sebentar?

"Tadi di telepon Hera bilang apa, Din?" tanya Anita penasaran karena putrinya itu tak kunjung datang. Padahal Hera sangat berharap Dilan segera siuman.

"Hera sih senang banget, Bu. Terus nyuruh Dinda ke rumah sakit duluan karena ada yang harus Hera kerjain dulu," jelas Dinda, "Mungkin lagi banyak banget kerjaan dan enggak boleh izin."

Anita mengangguk mengerti. Ya, mungkin saja mengingat ini masih di jam kerja.

"Dilan masih mau puding coklatnya, Nak?" tanya Dinda lembut setelah beberapa suap menyuapi Dilan. Ia menyuapi Dilan dengan penuh kehati-hatian setelah mendapatkan izin dari Dokter.

Dilan menggelengkan kepala. Dilan masih terlihat lemah, belum bisa banyak bergerak.

Saat Dilan siuman tadi, Dilan mengatakan lapar dan ingin makan puding coklat. Alhasil saat Anita menelepon Dinda memberi kabar pada Dinda kalau Dilan sudah siuman, Anita juga meminta Dinda untuk membeli puding coklat yang diinginkan Dilan.

Dan saking bahagianya Dinda mendapat kabar baik tentang Dilan, masih dengan mengenakan seragam office girl nya Dinda melesat ke rumah sakit dengan menggunakan ojek online.

"Sekarang Dilan maunya ngapain? Mau tidur atau—"

"Dilan kangen Papa, Ma. Dilan mau telepon Papa."

Dinda dan Anita saling melempar pandangan.

"Apa selama Dilan tidur Papa enggak datang jenguk Dilan, Ma?"

Dinda membuang pandangannya, menghapus air mata yang tiba-tiba jatuh di pipi. Ah, kan. Ia masih saja cengeng.

"Datang, sayang. Papa datang jenguk Dilan. Tapi enggak lama karena Papa harus kerja." Dengan sangat terpaksa Anita berbohong.

Senyum penuh kebahagiaan tercetak jelas di wajah tampan Dilan.

"Benar Ma, apa yang Nenek bilang?"

Dinda menoleh pada Anita dan saling melempar pandangan kemudian berdehem.

"Papa bahkan meluk Dilan dan berdoa pada Tuhan supaya Dilan cepat bangun," bohong Dinda menimpali kebohongan Anita. Benar. Yang Dilan tahu ia bukan koma melainkan ia tidur dalam waktu yang lama.

"Kalau Dilan bangun, Mama janji, Dilan bisa video call Papa."

"Dilan mau telepon Papa, Dilan mau video call Papa supaya Dilan bisa lihat wajah Papa?" tawar Dinda antusias. Ya, ia sudah berjanji kalau Dilan siuman maka ia tak keberatan untuk sekedar video call dengan Bayu.

BITTERSWEETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang