Terhitung sudah satu minggu sejak pertemuan Raina dengan Rafael, beberapa hari ini pula Rafael selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi Penthouse di mana Raina dan keluarganya tinggal. Laki-laki itu sangat gencar untuk mengambil hati Raina melalui keluarganya, kedua orangtua Raina sangat senang tentunya tapi meskipun begitu, keputusan tetap mereka berikan pada Raina. Mereka tidak bisa memaksakan kehendak mereka pada Raina
Seperti malam ini, Rafael baru saja pulang dari kediaman Raina. Raina sebenarnya tidak keberatan tapi terkadang ia merasa sedikit terganggu jika Rafael datang di waktu yang kurang tepat. Sore tadi, Raina berniat belanja di supermarket tapi harus tertunda karena kedatangan Rafael, alhasil pukul sembilan malam Raina baru bisa keluar, tapi ia hanya pergi ke minimarket yang letaknya ada di depan gedung Apartemen, ia sedang malas mengendarai mobil
Setelah pintu lift terbuka, Raina kembali mengangkat kantong belanjaannya menuju pintu Apartemen nya. Bersamaan dengan itu, pintu Apartemen Marcel terbuka dan munculah Naka sembari membawa secangkir minuman yang dari aromanya bisa Raina tebak itu adalah kopi. Wajah pemuda itu juga terlihat sangat kusut dengan rambut yang juga acak-acakan, persis seperti anak berandalan yang biasanya suka melakukan kerusuhan di jalan
Entah dorongan dari mana, Raina meletakkan kantong belanjaannya di depan pintu kemudian mengikuti langkah Naka menuju rooftop Apartemen yang sudah di desain selayaknya taman kecil dan hanya penghuni lantai teratas lah yang memiliki akses untuk masuk ke sana, termasuk Marcel dan Raina
Ketika Raina masuk ke dalamnya, terlihat Naka sedang memunggunginya. Pemuda itu sepertinya sedang fokus memperhatikan lalu lintas di bawah sana, Raina mendekat dan ikut berdiri di samping Naka
"Angin malam nggak baik buat kesehatan"
Naka sedikit terkejut, ia baru menyadari ada seseorang selain dirinya di sana. Sedangkan Raina tertawa kecil melihat wajah Naka yang terlihat sangat menggemaskan jika sedang terkejut
"Kenapa kesini?" Tanya Naka
"Kamu sendiri kenapa kesini?" Bukannya menjawab, Raina justru memberikan pertanyaan yang sama pada si pemuda tampan itu
"Kalo aku emang hampir setiap malem kesini"
Raina mengangguk kemudian tatapannya jatuh pada secangkir kopi yang masih ada di tangan Naka "Berapa banyak kafein yang biasanya kamu minum setiap harinya?" Tanya Raina
Naka ikut menatap ke arah cangkir yang ia bawa dan Raina secara bergantian "Kepo"
Raina geleng-geleng kepala "Selain angin malam, terlalu banyak mengonsumsi kafein juga nggak baik, apalagi kalo dua-duanya di gabungin antara angin malam dan kafein, semakin nggak baik buat kesehatan"
"Sejak kapan?" Raina mengerutkan dahinya, tidak paham dengan pertanyaan Naka yang hanya secuil itu, irit bicara sekali batin Raina
"Maksudnya?"
"Sejak kapan kesehatanku jadi urusan Tante?"
Raina segera mengulum bibirnya, ia juga tidak tahu kenapa ia mendadak peduli dengan orang-orang sekitarnya. Sebelumnya, Raina adalah orang yang tidak terlalu peduli dengan orang-orang yang bukan menjadi tanggung jawabnya untuk merasa khawatir, tapi entah mengapa sejak mendengar kisah Marcel dan anak-anaknya, ia merasa iba
Iba
Ya, mungkin hal itulah yang membuatnya mengikuti Naka sampai ke sini
Raina tersenyum hangat "Nggak ada salahnya kan saling mengingatkan hal baik? lagipula kita ini kan tetangga jadi udah sepatutnya saling mengingatkan, Tante juga khawatir kamu sakit kalau punya kebiasaan buruk itu"
"Cuma tetangga nggak usah sok khawatir, Ibu kandungku sendiri aja nggak pernah yang namanya khawatir sama anak-anaknya"
"Mungkin karena dia nggak tau apa yang kamu lakuin disini, kalau dia tau mungkin juga bakal sama khawatirnya"