38. Praduga Tak Berlandas

10K 687 63
                                    

Kemarin ada hati yang dibuat berbunga karena suatu peristiwa. Keberanian dan kebulatan tekad menjadi tonggak kokohnya rasa yang ia punya. Memilih jatuh di bawah pesona indah pemilik mata sebening telaga.

Rimbunnya rasa yang tanpa sadar tumbuh subur dalam jiwa. Ia berharap akan berbunga suatu masa. Namun semesta punya rencana. Dan yang ia tahu, rencana itu tak sesuai dengan lantunan doa yang setiap detik ia jaga.

Tok tok tok

“Yu?”

Ini ketiga kalinya Adeen mengetuk pintu kamar Ayu. Setidaknya di pagi ini. Bukan apa-apa, Adeen hanya ingin melihat Ayu yang dipenuhi limpahan energi pagi. Dengan senyumnya yang cerah. Dengan matanya yang berbinar indah. Dan dengan tingkah randomnya yang selalu membuat Adeen keheranan.

“Ayo sarapan. Aku sudah delivery makanan.” Adeen berharap kali ini ada respon. Jujur, dia tidak bisa membuka pintu ini tanpa persetujuan. Dia punya batasan.

“Yu? Kamu tidak apa-apa kan? Tolong jawab.”

Sumpah! Adeen mulai khawatir.

CLAK

Senyum Adeen merekah. Ah, akhirnya dia membuka pintu.

“Tumben bangun siang. Begadang ya semalam?” Adeen tersenyum cerah. Namun tak sebanding dengan lawan di depannya. Wajahnya tampak muram. Ah, tidak! Binar mata yang selalu bertengger memukau di manik itu, kini tak ada. Kosong. Adeen tak menemui setitik pun harapan di sana.

“Yu, kamu sakit?” Adeen berusaha menebak kondisi Ayu. Namun gelengan yang ia dapat.

“Ndak Mas.”

“Wajah mu pucat.”

Tersenyum, wajah layu itu terpaksa menarik dua sudut bibirnya. “Aku ndak apa-apa kok Mas.”

“Sungguh?”

“Hum.”

Adeen tahu Ayu adalah orang keras kepala. Tak ada yang bisa merubah keputusannya. Begitu pun Adeen. Walau Adeen yakin, wajah pucat itu tak bisa dibohongi.

“Baiklah. Kalau ada apa-apa langsung telepon aku, ya?”

“Hum.”

Mereka sarapan bersama. Sudah Adeen duga. Ada yang tidak beres. Seribu sayang, Adeen tak bisa bertanya. Alasan yang membuat Ayu terus layu setelah acara.

Ah! Harapan Adeen hanya satu. Semoga Ayu tak mengetahui apa yang terjadi antara dirinya dan Sakila malam itu. Adeen akan mengurus Sakila nanti. Rasa bersalah sudah pasti. Tapi, Adeen tak bisa mengorban perasaannya pada Ayu. Susah payah ia dapati sedikit saja kepercayaan gadis ini. Adeen tidak akan menghancurkannya.

Terdengar kejam memang. Antara Sakila dan Ayu. Adeen akan mempertahankan Ayu.

“Aku berangkat dulu,” ucap Adeen. Mau tidak mau dia harus memenuhi kewajibannya sebagai pemimpin Lihong Group.

Enggan rasanya kaki ini beranjak. Adeen mendekat. Mengikis jarak. Dalam hitungan detik, Adeen memeluk Ayu. Niatnya ingin memberi semangat terhadap apapun yang membuat gadis ini muram. Namun kejadian setelahnya membuat Adeen terbelalak tak percaya.

Didorong!

Ya! Adeen didorong. Dan yang lebih mengejutkannya lagi.  Ayu gemetar. Dia ketakutan.

“Ma-maaf,” ucap Adeen lirih.

“….”

Ayu diam. Dia menunduk pilu. Tak berani menatap lawan di hadapannya.
“A-aku berangkat.” Tak bisa berkata. Adeen memilih pergi.

Menolak Jadi JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang