60. Kandidat Hati

5.1K 393 22
                                    

Makan malam dengan para eksekutif Perusahaan bukanlah hal baru untuk pemimpin Lihong Group. Mereka cukup sering mengagendakan acara ini. Setidaknya enam bulan sekali. Itu agenda resminya. Informalnya mereka sering diam-diam mengadakan makan malam tanpa Adeen.

Yah, buat apa lagi kalau bukan menggunjing kinerja Adeen selama empat tahun ini?

Kegagalan Adeen dalam membina rumah tangga nyatanya berengaruh besar pada perkembangan Perusahaan. Bukan melemah, Lihong Group semakin kuat dan hampir menguasai pasar. Setiap sudut negeri ada saja produk yang dinaungi oleh Lihong Group. Di bidang jasa pun sama. 

Menduduki singgasana kesuksesan tak membuat Adeen senang sama sekali. Buktinyai a masih sendiri. Terjebak oleh masa lalu dan enggan memulai. Kerja kerasnya selama ini hanyalah alibi untuk mengobati hati. 

“Wah, lagi-lagi perusahaan kita sukses besar. Semua ini berkat Pak Adeen. Kita bersyukur dapat pemimpin bijak seperti anda,” ucap salah satu eksekutif.

Sebagai orang yang terbiasa pura-pura, Adeen tersenyum, “Terimakasih. Saya tidak akan sejauh ini tanpa bantuan bapak-bapak sekalian.”

“Ah, ngomong-ngomong apa Mas Adeen sudah ada calon? Sepertinya bukan hanya media, kita semua menantikan adanya pendamping baru. Mungkin Mas Adeen bisa lebih semangat lagi,” ucap eksekutif lainnya.

Begini lagi. Selalu seperti ini. Mereka terus berkicau seperti burung yang tidak tahu dirinya sedang ditargetkan mangsa. Memangnya di dunia bisnis ada yang berjalan baik-baik saja? Tunggu tanggal mainnya. Adeen akan membayar kontan ucapan mereka. 

“Doakan saja yang terbaik.” Adeen meminum kopi hitamnya.

“Kalau Mas Adeen mau, saya punya kenalan yang—”

“Sepertinya saya tidak butuh. Terakhir kali wajah saya disiram air. Saya khawatir selanjutkan akan lebih buruk lagi. Jadi tolong berhenti menjodoh-jodohkan. Saya sudah punya pilihan sendiri.”

“O-oh begitu ya. Syukurlah, harusnya Mas Adeen bawa saja kemari. Sekalian kenalan sama yang lain. Pasti mereka juga penasaran.”

“Kalau waktunya sudah tepat, saya akan mengenalkannya.”

Sebenarnya Adeen tidak punya. Niatnya kandas tatkala melihat Wanita di restoran waktu itu. 

Sialan! Lagi-lagi takdir mempermainkannya. Dia bukan Ayu. Sama sekali bukan. Wajah dan suaranya saja yang sama. Dia mengaku sebagai Ega. Ironisnya lagi, dia pacar yang dimaksud Arya. 

Waktu itu, alasannya menemui Adeen ternyata dia kebingungan mencari Arya. Seperti Adeen, Wanita itu pun dibuat menunggu lama. Hingga ia jenuh dan menyusul ke restoran di mana janji temu berada. Lalu kejadian itu pun terjadi begitu saja.

Masih terbuai oleh mimpi. Dengan tidak tahu malunya Adeen memeluk Wanita itu di depan banyak orang. Wajar jika dia menampar. 

“Lagian di mana Arya. Pagi ini pun dia tidak datang,” gumam Adeen.

Makan malam telah usai. Para eksekutif yang rata-rata berisi bapak-bapak itu akhirnya meninggalkan Dining Room. Adeen sengaja terakhiran untuk mencari tahu di mana Arya. Kalau pun izin harusnya dia bilang. 

“Hallo?” ucap Adeen setelah dering handphone di Seberang sana diterima. “Kamu di mana?”

“Maaf Bos, aku tidak sempat izin kemarin. Aku ada keperluan mendesak.”

“Keperluan apa?”

Clarisa…. Dia mengancam putus jika aku tidak menyusulnya ke Amerika.”

Adeen menaikan satu alis. Lihatlah kelakukan bujang satu ini, berani selingkuh tapi diancam putus langsung ketar-ketir. 

“Kamu tahu? Gara-gara mu aku dikatai brengsek oleh Wanita aneh. Belum selesai, setelah itu aku ditampar oleh pacar mu.”

Menolak Jadi JandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang