Tengah hari saat bayang bayang menjadi sempit, ketika Narendra dan teman temannya telah berada di rumah Kayfa didampingi oleh Bu Siti.
Siang itu terlihat beberapa mobil yang siap mengangkut perabotan rumah terparkir di depan rumah Kayfa.
"Om, ini mau di kemanain ? Om mau pindah?" Tanya Narendra pada Ayah Kayfa, yang sibuk mengurus barang barang rumahnya. Tak mendapat jawaban dari sang Ayah, Narendra mulai bertanya pada pihak lainnya.
"Tante mau kemana sama om? Ini mau kemanain... Tan jawab aku!" Kesal Narendra yang sekarang hatinya tambah lebih buruk.
"Calm down, tenang Naren," lirih Felix sembari memenangi pundak Narendra.
"Kata Felix betul itu, Rendra ayo duduk dulu sini. Kamu harus tenang kalau nggak kamu bisa stress nantinya." Bu Siti menambahkan.Melihat keadaan itu Narendra tak kuasa lagi, Ia lalu duduk di bangku teras berusaha mengontrol emosinya.
Teman temannya yang melihat ikut sedih melihat bahwa keluarga Kayfa akan segera pindah sehari setelah anak mereka meninggal.
"Naren, lu jangan sedih. Nanti Kayfa juga ikut sedih di sana." Batin Clara yang larut dalam sedih lantas menangis.Felix yang melihat Clara menangis berjalan menghampirinya, namun Ia malah di cegat oleh Arya. Seketika dua aura yang berbeda kembali berbenturan. Felix dengan sarkas menarik tangannya ditahan oleh Arya.
"Lepasin!! Are you deaf?"("Kau tuli?")
"Lo ga usah deket deket sama Clara!!" Bentak Arya membuat mereka yang ada di sana terkejut.Tampaknya Arya tidak mempedulikan dimana Ia sedang berada, atau keadaan Narendra yang merupakan teman baiknya masa SMP.
Ia terus meneriaki Felix membuat suasana semakin buruk.
"Sudah! Sudah! Jangan bertengkar!" Lerai Bu Siti yang masih berdiri di ambang pintu dengan Narendra di sampingnya. Ia agak kewalahan dengan anak anak muridnya itu.
Sedangkan di dalam rumah orangtua Kayfa sibuk memasukan barang barang ke dalam kardus. Tak mempedulikan apa yang terjadi di luar.Suasana semakin memburuk karena Arya tak mau mengalah dengan Felix hingga pada akhirnya berujung pada kekerasan. Arya meninju Felix hingga ia tersungkur. Darah segar keluar dari hidungnya, pipi sebelah kanan tampak lebam. Pukulan itu membuat Felix merintih kesakitan.
"Lu gapapa kan? Udah jangan nangis lagi, g-gua udah ada disini," ucap Arya menghampiri Clara.
"PERGI LO!!! UDAH JAN DEKET DEKET GUA LAGI!" Suara Clara penuh penekanan sembari menepis tangan Arya yang hendak membelainya.
"Lu udah nyakitin Felix, lu ikut cuma nambah masalah tau ga!?" Lanjutnya.
"M-maafin gua," Arya menunduk dengan tatapan kosong, menyadari dengan apa yang semua Ia lakukan. Hal yang membuat hatinya terasa sakit, ucapan Clara barusan. Clara benar benar tidak mempedulikan perasaan dirinya.=============
Di sekolah.....
Saat itu, di dalam sebuah ruangan yang penuh dengan kertas kertas yang bertumpukan di setiap mejanya. Siang itu guru olahraga sekaligus coach bulutangkis mereka ~ Una dan Alvaro ~ meminta untuk ke mejanya sebentar. Ia ingin menyampaikan tentang pelatihan sepasang muridnya itu.
"Baik pak, kami paham."Setelah itu mereka berjalan keluar dari ruangan guru tersebut, beriringan. Dan saat telah di luar mereka bergegas menuju parkiran, di sana Alvaro menaiki sebuah mobil kabriolet yang terparkir.
Plakk....
"Lu ngapain? Nyolong lu, ntsr ketauhan bego," Una dengan refleks menampar Alvaro yang menaiki mobil tersebut.
"Lu mau naik apa engga? Lagian ini mobil gua njing."
"Ehh!? Ngomong dari awal lu napa?" Seperti perempuan pada umumnya, Una malah menyalahkan Alvaro yang membuatnya salah paham.
"Yaudah naik cepat."Setelah itu Alvaro menancap gas di jalanan menuju rumah Kayfa, selama perjalanan Alvaro juga membuka atap mobil sehingga angin sepoi-sepoi mengibas rambut hitam Una yang panjang. Membuat Alvaro yang melihat terpukau dengan kecantikan Una.
"Cantik banget, ga kayak biasanya... Galak," gumam Alvaro, namun Ia tersadar dari lamunannya oleh sebuah suara.
"Al... Al... Al!!!" Dengus sebal Una yang dicueki Alvaro dari tadi.
"I-iya kenapa Una? Gua tadi ngelamun, hehe." Alvaro menggaruk tengkuk yang tak gatal.
"Gua mau nanya, lu anak orkay ya? Masih pelajar tapi udah punya mobil sendiri."
"Ohh itu... Ayah gua seorang CEO, ibu gua itu orang pejabat di Bandung dan gua? Ayangnya Una," gurau Alvaro yang membuat Una tersipu malu, pipinya merah tomat.Setelah hampir dua puluh menit melaju di jalan raya, mereka memarkirkan mobilnya di depan halaman rumah Kayfa. Yang sesaat kemudian sebuah sedan hitam ikut parkir di sana.
"Sorry guys, kami ada urusan dikit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Girls and Their Boyfriends
Teen FictionSebuah kisah tentang seorang siswi SMA bernama Clara. Dirinya yang kekurangan kasih sayang seorang Ayah membuatnya sangat ingin mendapatkan cinta dari Felix, seorang siswa pindahan asal Inggris. Tak hanya tentang percintaan Clara dan Felix juga tent...