BAB 11 : STORM

22 4 0
                                    

Suara gemuruh salju samar terdengar di antara aroma kuat dari cairan merah keunguan yang tertata rapi di dalam tumpukan barel kayu. Amukan badai seakan tak mengusik pria yang berlindung di dalam bangunan tua di antara undakan kayu yang ujungnya terlihat mengkilap karena seringnya dipijak dalam waktu lama.

Beberapa bulir salju yang terjatuh dari kemejanya pun telah meleleh hingga menyisakan jejak basah di lantai, dan beberapa merembes di kain kemejanya hingga meninggalkan hawa dingin yang menusuk.

Pria itu menatap lekat kaitan jemarinya yang mulai menggigil, pikirannya memutar pertemuannya dengan wanita asing beberapa saat lalu. Wajah asing yang anehnya sangat menarik perhatiannya. Bagaimana ini bisa begitu mempengaruhinya?!

Pria itu semakin mengernyitkan dahinya saat sesak dadanya semakin menyengat tiap kali ia mencoba mengingat paras gadis asing itu. Itulah yang membuatnya menghindar saat wanita itu mulai mendekatinya. Ia takut, ia tak siap dengan rasa sesak yang menghantamnya tiba-tiba.

Napasnya terhembus berat saat ia tak bisa menemukan memori yang bisa mengingatkannya dengan wanita itu, ia mencoba menegakkan pungung lebarnya yang mulai kebas saat ia mendengar langkah berat sepatu yang semakin mendekat.

"Ya Tuhan, disini kau rupanya Jack. Aku sudah hampir gila mencarimu saat Jenni bilang kau menghilang lagi. Apa yang kau lakukan disini, heum? Apa aku boleh tahu?" Minho berkata dengan diiringi helaan napas lega sembari ia mendudukkan bokongnya tepat di sebelah Jack. Lelaki itu terdengar sangat berhati-hati mengucapkan kalimatnya, ia tahu pria muda di sampingnya dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.

"Aku hanya menghindari badai. Kau tahu angin dan salju saling berhamburan di luar sana. Aku disini karena tak ingin membeku karena mereka." Ujarnya diiringi kekehan kecil yang terdengar sedikit kaku. Matanya masih menatap kosong barel kayu di depannya.

"Kau menghindar dari orang yang salah Jack, aku tahu ada yang kau sembunyikan." Lelaki itu kembali membersihkan sisa salju di sekitar jaket dan rambutnya. "Kau bisa mengatakan hal yang mengganggu pikiranmu, aku akan menjadi pendengar yang baik."

Pria itu meluruskan kakinya yang sedari tadi ia tekuk sembari menyamankan posisi sebelum ia memulai kalimatnya.

"Aku bahkan tak tahu apa yang sebenarnya sedang mengganggu pikiranku saat ini. Terlalu banyak yang aku pikirkan sehingga aku tak tahu mana yang lebih mendominasi kepalaku." Minho melihat pria di sampingnya mulai mengepalkan jemari seiring ia mulai mengeluarkan kegundahannya.

"Kau bisa mengatakannya perlahan Jack, mulailah dengan yang paling kuat kau rasakan. Uraikan perlahan, kau tak akan baik-baik saja jika kau hanya terus memikirkannya." Minho menarik napasnya, menjeda sedikit hingga kondisi Jack sedikit mereda. "Baiklah, mungkin kau bisa memulainya dengan menjelaskan padaku mengapa kau kabur dan bersembunyi disini? Apa ada hal yang yang kau hindari?" Minho kembali bertanya setelah tak ada jawaban.

'Aku memikirkan wanita itu. Mengapa dia menatap penuh minat padaku dengan mata berkacanya? Mengapa dadaku terasa nyeri hanya dengan beratatapan dengannya? Mengapa aku merasakan desakan kuat untuk menariknya kepelukanku sembari menenangkannya, desakan itu sangat kuat sampai aku merasa takut untuk melakukannya. Aku menjadi takut menatapnya, aku takut menyakitinya. Bagaimana aku bisa tetap disana saat dia mulai melangkah mendekatiku?!'
"Aku memikirkan diriku, tentang aku yang masih tak dapat mengingat apapun. Aku bahkan tak mengingat namaku sendiri, aku tak mengenali diriku sendiri." Jack menghela napas dalam sesaat.

"Aku tak ingin selalu mengandalkan kalian untuk selalu membantuku. Tapi aku tidak memiliki satu keahlian yang bisa membuatku bertahan hidup selain dari kalian." Ia memang menghawatirkan masa depannya. Mengkhawatikan identitasnya yang bahkan belum bisa ia kenali. Tapi bukan itu yang saat ini sedang menginvasi kepalanya. Wanita tadi lah yang saat ini sedang memeras segala kesadarannya, memaksa otaknya hanya untuk mengulangi adegan pertemuan singkat mereka.

Feel MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang