🌙 Bab 5

22 10 2
                                    

Sejak kejadian tadi di gudang, membuat ketakutan tak kunjung pergi dari bayangan Syafina. Padahal sudah lama sekali sejak traumanya tidak kembali, tapi di hari Ospek pertamanya membuatnya kembali trauma.

Bahkan Nayla jadi heran melihat kedatangan Syafina, sudah hampir tiga puluh menit Syafina hanya diam saja. Jika diajak bicaranya hanya menjawab iya-iya saja.

"Lo kenapa, Na?" pertanyaan dari Nayla hanya membuat Syafina menggeleng.

Mereka kini berada di lapangan sedang berbaris. Syafina yang dari pagi memilih baris di depan, tidak dengan sekarang. Ketika di suruh berbaris kembali oleh para senior-senior kampus, ia mundur satu baris. Mempersilahkan Nayla baris di depan. Walau awalnya Nayla menolak, karena Nayla orangnya cukup pemalu.

Satu jam berlalu, kini tiba saatnya para Mahasiswa/i dipersilahkan untuk pulang. Syafina berjalan ke arah parkiran bersama Nayla.

"Lo pulang naik apa, Na?"

Syafina melirik sebentar, lalu menatap ke depan. "Dijemput."

"Lo kenapa sih, sejak abis di bawa pergi kak Bara lo jadi diem. Lo gak di apa-apain kan? Atau dia ngancem lo?" Sungguh Nayla cukup khawatir melihat keadaan Syafina saat ini.

Ammar, dari dalam mobil ia melihat Syafina dan temannya berjalan ke arah parkiran. Ia turun dan menghampiri dua gadis tersebut.

"Elang masih sibuk di kantornya, dia nitip kamu ke saya, biar saya antar pulang."

Suara berat itu membuyar lamunan Syafina. Ia mendongak dan menatap Ammar. "Iya."

Kemudian beralih menatap Nayla yang juga menatapnya bingung. "Nay, gue duluan ya," ucap Syafina menjeda omongannya, "ini nomor gue, besok kita janjian jam datang ya?"

Nayla menerima stiky note dari Syafina, lalu mengangguk. "Okey, hati-hati dijalan Ina."

Syafina tersenyum dan berjalan ke arah mobil. Ammar sudah masuk duluan saat Syafina mengiyakan ucapannya tadi. Setelah gadis itu ikut masuk ke dalam mobil, Ammar mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Perjalanan mereka hening, tidak ada obrolan. Syafina juga hanya menatap keluar jendela dan memperhatikan bangunan-bangunan sepanjang jalan.

"Saya lihat kamu berdebat dengan senior fakultasmu. Ada masalah?" tanya Ammar yang sebenarnya sudah sadar sejak tadi dengan sikap Syafina.

Ditambah suara hatinya yang tidak seberisik biasanya. Ya. Ammar memang bisa mendengarkan suara hati Syafina. Tapi ia juga awalnya tidak menyadari, sampai beberapa kali bertemu Syafina, sungguh sangat berisik. Segala hal Syafina pikirkan dan itu membuatnya terganggu di awal-awal.

"Gak."

"Kenapa kamu menangis?" pertanyaan Ammar kali ini membuat Syafina menoleh dan menatapnya.

"Apa?"

Ammar melirik sebentar. "Saya lihat kamu menangis keluar dari gudang, tidak lama saya juga lihat Aji keluar. Kalian ngapain di dalam?"

"Kepo."

"Kenapa menangis?" tanya Ammar masih berusaha mendapat jawaban.

"Bukan urusan kakak, jangan kepo." Suaranya terdengar lemah dan sayu.

Ammar membuang napasnya pelan. "Kamu gak diapa-apain kan?"

"Aku bukan cewe murahan," jawab Syafina.

"Cerewet banget sih ni orang, ngeselin!" batin Syafina mulai kesal di tanya-tanya.

Mendengar suara hati Syafina barusan, membuat Ammar sedikit lega. Setidaknya gadis itu kembali pada kebiasaannya yang mengerutu di dalam hati.

Ammar tidak bisa menahan senyumnya. Sungguh.

Mr. A?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang