🌙 Bab 2

23 12 12
                                    

Langit tampak gelap, bukan pertanda hujan akan turun, melainkan bulan akan hadir. Syafina kini berada di balkon kamarnya, menatap lekat benda bersinar di atas langit. Syafina suka bulan, bulan itu indah. Andai Syafina punya cukup uang ia pasti akan membeli teleskop untuk menikmati cahaya bulan setiap hari.

Tiba-tiba Syafina teringat sesuatu, dua hari yang lalu tepatnya. Saat Elang memberikannya brosur Universitas. Memang itu adalah kampus terbaik, dan masuk di kategori kampus impian Syafina, tapi Syafina tau betapa susahnya masuk ke sana, tapi justru lebih susah keluar jika sudah terlanjut masuk.

"Hafalan? Apa gue bisa, gimana kalau lima jus? Satu jus ada gak ada yang gue hafal," gumamnya pelan.

Syafina duduk di lantai balkon tanpa peduli dingin yang menyelimuti bersama hiliran angin yang datang menyerbu. Syafina memeluk kedua lututnya erat.

"Kalau gue gak bisa, skripsi gak selesai, gue cuma akan bikin abang sama Mama malu dan kecewa."

"Gak gak! Gue gak boleh ovt, gue harus kuliah dengan baik, selama ini nilai gue juga bagus kok, gue harus yakin kalau gue bisa!"

Entah sudah berapa lama Syafina berbicara pada dirinya sendiri. Ia tidak sadar, sepertinya ia kebanyakan mengoceh sendirian hingga tampak seperti orang gila komplek sebelah.

Syafina kembali masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu balkon. Baru saja mau keluar tapi seseorang lebih dulu membuka pintu kamarnya.

"Kenapa bi?"

"Non Ina dipanggil den Elang di bawah, bibi permisi dulu ya?"

"Iya bi, makasih."

Syafina mulai menuruni anak tangga, dan berjalan ke arah ruang tamu. Di sana ada Elang dan temannya dua hari yang lalu, dia Ammar.

Elang menepuk-nepuk sofa disampingnya sebagai isyarat menyuruh Syafina duduk. Syafina mengikut dan duduk di samping Elang.
"Kenapa?"

"Kenalin, namanya Ammar, dia temen abang."

"Terus?"

"Dia akan bantu kamu masuk, dan-"

"Gak usah, aku bisa sendiri, makasih."

"Dek, niat dia baik loh, dia juga abang suruh buat jagain kamu nanti kalau udah kuliah, dia juga bisa bantu hafa-"

"Bang, Ina bukan anak kecil, Ina gak perlu di jaga. Ina bisa daftar sendiri, Ina bisa jaga diri sendiri," ucap Syafina sedikit ketus.

"Dia bisa bantu hafalan kamu, biar bagus. Kalau yang itu, gak tertarik?"

Hafalan?
"Buat apa?" tanya Syafina buka suara setelah terdiam beberapa saat.

"Jangan pura-pura gak tau, kamu ingetkan betapa susahnya abang dulu menghafal? Abang susah-susah hafal ini, eh yang diminta jus ini, sampai-sampai abang harus ngulang hafaaln." Kali ini Elang terdengar serius.

Elang memegang tangan Syafina, membuat sang empu menatapnya. "Gak susah, tapi gak bisa dibilang mudah kalau sendirian. Abang ada kerjaan, dan dia mau jadi pembimbing kamu hafalan nanti, tapi kalau kamu tetap gak mau terserah."

Syafina menunduk, sebenarnya juga ia sedikit mempusingkan soal hafalan nantinya. "Mau."

"Apa? Gak kedengeran."

"Mauu."

Elang mendengarnya, tapi dengan sengaja menjahili adiknya itu. "Mauu!! Adek bilang mau!"

Kesal? Tentu, pipinya bahkan merah saat ini. Syafina berjalan kesal ke arah dapur untuk mengambil es batu dari kulkas. Salah satu kebiasaan anehnya adalah makan es batu saat kesal, padahal dingin, tapi tidak terasa ngilu di mulut Syafina. Gadis itu sangat menikmatinya sampai rasa kesalnya hilang.

Mr. A?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang