"NAYLAAAA!"
Suara bernada tinggi Syafina mengisi ruang kelasnya saat melihat Nayla duduk di kursinya.
"Akhirnya lo dateng, gue bosan tau hari-hari tanpa lo tuh hampa!""Cih, drama. Bilang aja lo suka kalau gak ada gue, biar lo bisa makan dengan tenang, kan?" ujar Nayla.
Syafina menggeleng cepat. "Nggak nggak, gue beneran bosan gak ada lo."
Lumayan lama mereka mengobrol, karena jam pertama mulai pukul sepuluh, sementara mereka pukul delapan sudah ada di kelas.
"Oh iya, kemarin tuh gue takut banget pas baru di rumah sakit, dokternya bilang gue patah tulang. Ternyata gue salah, bukan gue pasien yang patah tulang itu. Gue takut banget, asli!" kata Nayla mengingat kejadian hari pertamanya di rumah sakit tempo hari.
"Gue lebih takut gelap sih, hahaha!"
"Ah, lo mah penakut gak jelas, oh iya lo ada cermin gak? Pinjem dong!"
Syafina mengeluarkan sebuah kaca cermin dari dalam tasnya. "Nanti balikin ke tas ya, gue mau ke toilet dulu."
"Oke deh."
- -🌙 - -
Dari ambang pintu kelas mereka, seseorang berdiri di sana. Dengan sengaja mendengarkan obrolan dua gadis itu. Senyumnya semeringai dengan tatapan yang tajam. "Takut gelap, ya?"
Syafina keluar dari kelasnya, sementara Abel yang dari tadi menguping, kini mengikuti Syafina dari belakang. Abel ada mahasiswi tingkat akhir, yang sudah sibuk mengerjakan skripsi.
Setelah memastikan syafina masuk ke dalam toilet, diam-diam Abel mengunci pintu toilet yang dimasuki Syafina menggunakan sapu sebagai ganjalan pintu. Lalu ia berjalan ke arah pintu keluar, senyum jahat kini muncul di sudut bibirnya.
"Selamat menikmati," ucapnya.
Lalu dengan cepat Abel mematikan lampu toilet dan meninggalkan Syafina yang posisinya hanya sendirian.
"MAMAAA! KOK LAMPUNYA MATI?!"
Sungguh, perasaan takut kembali menghantui Syafina. Dia memejamkan matanya rapat-rapat, sembari terus mengetuk kencang pintu toilet yang tidak bisa terbuka.
"TOLONG! BUKA PINTUNYAA!"
Syafina hampir pasrah, sebelum akhirnya ia tidak sengaja meraba saku rok dan menemuka ponsel. Untung Syafina membawa ponselnya ke mana-mana. Syafina tidak tahu harus menghubungi siapa, sampai notif dari seseorang masuk ke layar ponsel tersebut.
"Kak Ammar?" gumamnya pelan dan suara yang bergetar.
Tanpa lama-lama Syafina segera menekan tombol panggilan, berharap pria itu segera mengangkatnya. Panggilan pertama, tidak diangkat. Panggilan kedua, di tolak. Panggilan ke tiga...
"Assalamualaikum, Syafina. Maaf saya lagi di ruang dosen, sekarang saya sudah di luar, kenapa?"
"Tolong akuu~" penuturan Syafina yang penuh ketakutan.
Kadua kakinya lemas hingga membuatnya terjatuh dan duduk di lantai toilet, untung saja lantai toiletnya kering, karena Syafina ke mari hanya untuk memperbaiki roknya, bukan untuk buang air.
"Hei. Syafina. Kenapa? Kamu kenapa?"
"Tolongg, aku takutt, tolongin aku kakk!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. A?
RandomMenjaga jodoh sendiri, membuatnya tidak bisa menahan senyum tiap berjumpa. Ammar, yang sudah lama jatuh cinta dalam diam pada adik salah satu teman kuliahnya. Selama ini hal yang membuatnya bisa mendekatkan diri pada Syafina adalah menjadi guru pemb...