Part 4 : Kebanggaan(?)

157 16 0
                                    

Sorry for Typo and Happy Reading All!

22 Maret 2021

Segala macam acara yang berhubungan pendidikan sudah kian di laksanakan, termasuk lomba yang Vino laksanakan.

Zevino Sarindra, Peraih peringkat 1 Olimpiade Matematika SMA Nasional

Suara MC yang menyebutkan namanya kala itu masih terekam jelas di telinga jika ia mengingatnya kembali.

Kini, yang harus semua murid hadapi adalah ulangan tengah semester. Vino yang menduduki bangku kelas 11, kini akan beranjak ke bangku selanjutnya.

"Vin, lo udah belajar buat ulangan minggu depan?" Tanya Sean sambil mengaduk es teh manis, Vino yang berada di depannya menghela nafas kemudian menjawab "belum."

Baru saja Sean ingin mengeluarkan kata, Reza terlebih dahulu menyahut, "Baru selesai lomba, belajar dua bulanan, bukannya dapat istirahat malah dapat ulangan ya, Vin."

Vino mengangguk sebagai jawaban, sambil mengunyah siomay mama Eli yang Sean rekomendasikan kala itu. Memang enak, dan itu nagih.

"Iya juga ya, kasihan banget sahabat gue, mana masih muda," titah Sean menanggapi, tidak lama kemudian matanya melihat kearah Valery yang juga sedang menoleh kearah mereka bertiga.

Sean tersenyum ramah, yang di balas ramah juga oleh Valery. Gadis rambut layer dan berkulit putih bersih itu akhir akhir ini sedikit aneh. Tapi entahlah itu bukan urusannya, pikir Sean.

"Woy ngapain lo senyam senyum," tegur Vino yang memperhatikan orang di depannya itu.

"Oh itu Vale," sambil menunjuk kearah Valery berada, dan membuat Vino juga Reza melihat kearah belakang.

Valery yang sedang memesan makanan sesekali melirik kearah mereka yang sekarang sedang memperhatikannya dibuat malu sendiri.

"Gue heran sama dia."

"Siapa maksud lo?"

"Vale. Perasaan gue aja atau gimana tapi kayak ada yang aneh,"

sempat menggantung perkataannya, kemudian dia melanjutkan, "Kayaknya dia suka lo,Vin."

****

Dikelasnya, sekarang Vino tengah mengadakan konser dadakan. Ada yang bernyanyi,pura pura main gitar dan masih banyak lagi. Tapi dibalik itu semua, ada juga yang tidak berpihak dengan aksinya.

"Vino! Bisa diem gak sih,gue mau baca nih!" Tegur salah satu siswi di kelas itu, yang bernama Tesya.

"Sabar Sya, kita cuman belajar kayak biasa bukannya ulangan," ujar Vino sambil melihat kearah Tesya yang kini tengah menahan marah.

Tesya ini salah satu siswi yang selalu juara dikelas, bisa dibilang dia lumayan pintar. Tapi, walaupun sudah pintar jika tidak belajar sama saja tidak masuk akal bukan? Maka dari itu, sebelum guru mulai belajar, dia memang sering baca materi yang akan dipelajari terlebih dahulu seperti sekarang.

"Udahlah Vin, entar dianya marah lo juga yang bakal susah,"ucap Reza, menengahi sebelum perang benar benar terjadi dikelas ini seperti waktu itu.

"Iya deh iya, semuanya konser sampai sini dulu ya kapan kapan kita lanjutin lagi." ucap Vino kepada teman yang sedari tadi ikut dengannya membuat konser.

Namun baru saja ingin duduk di bangkunya, seorang guru laki laki memasuki kelas dengan muka yang ingin marah.

"Tadi siapa yang bikin keributan?!"

"Vino pak!"ucap Tesya gampang, sambil melirik kearahnya dengan tatapan tajam. Dua manusia itu memang sulit damai, termasuk damai soal perasaan.
Siapa sangka, Tesya adalah orang yang pernah Vino cintai dimasa yang telah usai ceritanya?

"Vino sini kamu, kenapa bikin keributan? Kalau mau konser, tuh ikut eskul band aja sekalian, kapan kamu seperti Arza dan Arka yang kalem gitu,"marah pak Tio lengkap dengan melihat Vino tajam.

"Biar kelas rame aja pak, lagian kakak saya gak sekalem itu kok, datang aja kerumah pak sekalian silaturahmi"ucap Vino dengan tampang santainya yang kini duduk di bangku tanpa takut dengan Pak Tio yang sudah merah padam mendengar jawaban murid tercinta satunya itu.

"Berani jawab kamu ya, sekarang lari keliling lapangan 15 kali, kalo dibiarin entar kamu ngelunjak!"

"Banyak banget sih pak," bantah Vino tidak terima. Yang benar saja 15 kali, lapangan lebar itu ditambah sinar matahari siang yang terik. Bisa pingsan dia di sana.

"Gak ada alasan, tadi aja kamu kayak yang semangat banget gendang, nyanyi di situ, giliran gini malah lemas."

Baiklah dari pada harus membuang banyak energi untuk beradu mulut dengan gurunya yang satu ini, akan lebih baik dirinya langsung menuju lapangan.

Sembari berjalan turun kelapangan, Vino berdialog sendiri, "Gue kecilin tu lapangan bisa kali ya."

****

"Akhirnya selesai juga, capek sih. Pak Tio demen banget nyuruh lari lama lama jadi atlet aja gue." ucap Vino yang kini sudah duduk manis. Lebih tepatnya duduk sembarang tempat, untuk melepas letihnya sehabis lari di bawah sinar matahari yang terik ini.

Tidak lama kemudian, terdengar suara keras yang bersumber dari depan ruang guru.

Siapa lagi, jika bukan Pak Tio?

"Vino udah selesai larinya?!"

buset dah, kenceng amat. Mau satu sekolah tau kali ya, gue di hukum? Gumam Vino sebelum menjawab gurunya itu dengan nada yang tidak kalah keras juga.

"Udah Pak, makasih ya lari siangnya. Seger banget deh."

Sebenarnya dia agak takut jawab seperti itu. Jika kedepannya tuh guru beri hukuman malah ditambah nominal larinya gimana ya? masa iya Vino senang aja gitu?

"Nih minum dulu."

"Pak, ngagetin saya aja. Kapan jalan kesininya?" Vino yang disodori air botol dari Pak Tio terkejut. Sedangkan Pak Tio hanya tertawa melihat muridnya itu yang ternyata tidak menyadari dia yang sudah berjalan setelah Vino menjawab pertanyaannya tadi.

"Bapak gak ngabarin dulu kali Vin cuman mau jalan kesini, ada ada aja kamu."

Dipikir pikir benar juga, segeralah Vino mengambil air itu dan lekas meneguknya dengan sedikit rakus. Segar mengalir meniti kerongkongannya menghapus tuntas rasa haus yang melandanya.

Kepala sedikit pusing karna cuaca yang panas ini, setelah lima belas menit duduk di bawah pohon yang lumayan rindang itu. Vino melihat kakak kembarnya yang berjalan ke arah perpustakaan sambil membawa buku paket.

Pikirannya tiba tiba dipenuhi berbagai macam pertanyaan.

Apa perbedaan dia dan kakak kakaknya sekentara itu?

Jika ia, apa dia bisa menyimpulkan mengapa ayahnya memperlakukan dia sedikit berbeda dari kakak kakaknya.

Tapi bukannya dia juga punya sesuatu yang bisa di banggakan. Dia bergabung dengan band, dia mencintai musik. Bukankah itu tidak kalah keren?

Memang cap berandalannya itu sudah melekat dari awal ia masuk SMA, itu patut diberi minus.

"Padahal setiap manusia kan beda beda ya? Gak tau dah tambah pusing gue mikir mikir kayak gitu."

Dirasanya sudah puas, Vino beranjak meninggalkan tempat itu. Dan pergi menuju kelasnya, sebenarnya tiga puluh menit kedepan pelajaran akan berganti lagi. Tapi tidak apa, lumayan kan dapat absen, daripada tanpa keterangan lagi.

tbc

Makin, gak, jelas, gak, sih?
Tapi yah, sebagaimana author tetiba mau ngetik ajah. Jadi gini, diharapkan kalian tidak kecewa ya.

Jangan lupa vote💭⭐️

TerimaKasih All!

ZevinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang