Part 8 : Perubahan

121 15 0
                                    

Sorry for Typo and Happy Reading


Di minggu yang cerah ini, digunakan Vino dan sahabat sahabatnya untuk bermain dan bersantai. Sekarang mereka tengah berada di kamar Vino, setelah tadi berjalan keliling sekedar membeli makanan dan minuman untuk cemilan nanti.

"Eh besok jamkos kan? Lo pada sekolah gak?" Tanya Reza

"Sekolah, gue lomba besok." jawab Sean

"Hah?"

"Kalo becanda yang masuk akal dikit lah, Yan. Modelan kayak lo ikut lomba, biasanya males tuh." ucap Reza, dan mendapatkan tatap kesal dari Sean. Reza pikir dia malas terus gitu? Gak punya bakat?

"Mulut lo tu ya, gini gini gue mau ngembangin bakat gue. Ya gak Vin?" bela Sean, Vino mengangguk. Kasihan jika tidak di tanggapi, tangannya sibuk memainkan game di handphone.

Tyan yang tidak sengaja melewati kamar Vino, berhenti di pintu yang terbuka setengah itu. Namun hal itu tidak menghambat Tyan untuk melihat aktivitas mereka bertiga disana.

"Main mulu kerjaannya heran," ucap Tyan, sontak mereka menoleh ke arah suara. Yang seperti menyindir mereka.

"Yang kayak gini nih, gak bakal maju."lanjut Tyan, Vino yang sedikit menahan sabar itu masih tetap diam. Berusaha menghiraukan ucapan ayahnya.

"Kamu ya, orang tua lagi bicara kamu sibuk main game. Saya gak ngajarin kamu kurang ajar." Baik, kali ini  Vino benar benar mematikan handphonenya.

Lekas dia bangkit dari duduknya dan berjalan kearah Tyan. Bukan raut takut yang dia pakai, melainkan raut menahan kesal.

"Yah, disini ada temen Vino. Ayah gak seharusnya bilang kayak gitu, gak enak." ucap Vino.

"Akhir akhir ini saya lihat kamu mulai berani melawan saya, ya." Tyan mulai terpancing emosi sekarang. Sean dan Reza saling memandang satu sama lain. Kemudian atensi mereka langsung teralihkan ketika mendengar tamparan yang cukup kuat. Terkejut, hal itu mereka saksikan secara nyata.

"Om!" ucap Sean spontan.

Vino memegang pipi kirinya yang memanas, Tyan menamparnya cukup kuat kali ini.

Hubungan mereka memang sedang tidak baik baik saja. Ditambah dengan Vino yang sedikit melawan, dan tidak mengindahkan kata kata Tyan lagi sekarang.

Tyan memang tidak berubah dalam mendidik Vino, selalu keras. Jika tidak bisa, maka Tyan tidak segan segan untuk main tangan kepada Vino. Berbeda dengan anaknya yang lain, yang baginya selalu bisa. Sedangkan Vino harus di didik dan di tempa sedemikian rupa dahulu baru punya tekad.

Bagi Tyan selama ini, keberhasilan Vino adalah karena caranya yang dalam hal mendidik itu benar.

"Padahal yang mulai pertama Ayah loh, kenapa seakan akan yang salah Vino?" tanya Vino yang kini menatap ayahnya datar. Tyan yang melihat itu seperti semakin memanas. Jika saja dia tidak ingat orang dihadapannya ini darah dagingnya sendiri, mungkin akan Tyan hajar lagi sampai orang itu tidak sadar untuk tidak merendahkannya. Berani beraninya dia menyalahkan Septyan Sarindra.

Walaupun, Tyan memang salah bukan? Tapi baginya, dia tidak pernah salah.

"Kamu, jangan sok jagoan sama saya. Belum tau saya ini siapa, kan?" Setelah mengucapkan itu, Tyan pergi meninggalkan Vino dan menuju ke lantai bawah. Keinginannya untuk ke kamar kembar, harus dia tunda. Dia tidak ingin emosinya nanti dia berikan juga kepada mereka berdua. Karena mereka tidak ada sangkut pautnya dengan masalah tadi.

Sedangkan di atas, Vino masih setia berdiri di tengah pintu kamarnya. Kedua sahabatnya menghampiri setelah melihat Tyan berlalu, "Vin lo gak papa?" tanya Sean. Dia tau, pasti banyak hal yang sakit. Vino menggeleng, "Gak, udah biasa."

****


Setelah Sean dan Reza pulang, Vino memutuskan untuk tidur. Ternyata tidak terasa hari yang awalnya memancarkan cahaya teriknya sinar matahari kini bergantikan dengan gelapnya malam. Mengambil handphone di nakas sebelahnya, dia tertidur lumayan lama juga pikirnya. Tanpa membuang buang waktunya lagi, segera Vino bangun dari tempat tidurnya dan pergi mandi agar lebih segar.

Kini remaja enam belas tahun itu sudah keren dengan baju kaos lengan pendek hitam dan celana selutut yang berwarna hitam juga.

Dia baru ingat sesuatu, tadi Vino melihat ada pesan dari kakaknya-Arza-yang belum sempat dia baca.

Kak Arza
Adikkuh yang tercinta, maaf ya gak ngabarin dari tadi…
Kita semua lagi makan di luar, Vin. Tiba tiba juga, kakak juga masih di
Rumah temen, ditelpon ayah.
Kamu kalo mau makan, beli aja ya, gak papa?
Uangnya nanti bunda ganti,  pake punya kamu dulu. Jaga diri di rumah ya..

Vino tersenyum miris dengan hidupnya. Ayahnya tidak menelponnya gitu untuk mengajaknya juga? Jika pun karena dia tidur tadi bisa dibangunkan bukan? Bagaimana bisa family time tapi melupakan salah satu keluarga mereka. Rasanya begitu aneh dan tentu saja menyakiti hati secara tidak sengaja.

Setelah membalas pesan kakaknya singkat, Vino segera mengambil kunci motornya. Tidak lupa dia mengirim pesan kepada dua orang lain.

Kini remaja itu sudah melajukan motornya dan pergi meninggalkan rumahnya.

“Asyikk, makan gratis,” ucap Sean senang.

Kini mereka sudah berada di salah satu tempat makan yang tidak jauh dari rumah Reza berada. Tempat yang sering mereka kunjungi juga ketika bermain kerumah Reza. Tempat itu milik keluarga Reza Alvaro.

“Pesen apa aja yang kalian mau, tapi lo jangan ngelunjak.” Ucap Vino sambil menunjuk Sean yang langsung merubah rautnya cemberut.

Mata Reza yang melihat sekeliling kini berhenti di salah satu meja makan yang berada sedikit jauh dari mereka. Tapi dari sejauh ini saja, dia sangat yakin. Mereka orang yang tidak asing dimatanya. Keluarga Sarindra.

Lekas Reza memberitahu Vino yang berada di depannya. “Itu bukannya keluarga lo ya?” Tanya Reza sambil menunjuk arah mereka berada. Mendengar itu, Vino membalikkan badannya. Ternyata benar, mereka ada disana. Bisa dilihat, mereka seperti  terlihat bahagia walaupun tanpa hadir sosoknya. Tidak ingin melihat hal yang membuat hatinya pedih begitu lama. Vino kembali membalikkan badannya.

“Loh, mereka gak ngajak lo? Gitu banget.” Ceplos Sean, tapi memang benar kan?

“Vin,” panggil Reza, dia ingin memastikan hal yang barusan Sean katakan.

“Iya, kakak kakak gue di telpon dari ayah katanya ngajak makan. Gue gak sih, mungkin karena tadi gue tidur. Udahlah, gak usah mikirin yang gitu, ribet.” Ucap Vino yang terlihat enggan membahas mereka.

Baik Reza maupun Sean sama sama terdiam. Bukankah tidak ada salahnya ikut mengajak Vino yang memang juga keluargakan. Mengapa seperti ingin mengasingkan?

Makanan mereka datang setelah itu, langsung saja mereka memakan pesanan masing masing dengan lahap. Terutama Sean yang memang doyan makan, tapi badannya tetap ideal. Mungkin karena Sean sering berolahraga ya…

“Reza, minta ayamnya dong,” rayu Sean,

“Jadi maksud lo gue makan pake sambel doang?” Tanya Reza.

“Nih, Yan.” Ucap Vino sambil memberikan ayam miliknya. “Eh cuman becanda, Vin, lo makannya pake apa?” ucap Sean yang tidak enak hati dengan orang yang akan membayar makanan mereka malam ini. “Gue makan nih sate,” tunjuk Vino. Sean mengangguk dan tidak lupa mengucapkan terimaksih kepada Vino. Rezeki tidak boleh ditolak.

Tidak membutuhkan waktu lama mereka menghabiskan makanan mereka dan Vino pun sudah membayar semuanya. Kini mereka berjalan kearah motor dan segera meninggalkan tempat itu untuk menuju tempat lain malam ini.

Motor Sean yang memang lebih berisik dari ketiganya itu membuat orang yang mendengar agak kesal. Termasuk penghuni mobil hitam yang dilewati oleh mereka.

“Berisik banget motornya!” kesal Tyan, sedangkan Arka yang duduk dibelakang memperhatikan motor yang baru saja mendahului mereka tadi. Kayak kenal,batinnya.

TBC

Jangan lupa vote nya teman teman, terimakasihh

Salam sahabat dari Ra🎀

ZevinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang