bagian 9

490 30 3
                                    

Hai everyone one, jadi cerita ini aku ubah sedikit karena satu dan lain hal terutama karena aku merasa bakal ada plot hole kalo gak diubah.

Jadi ada beberapa part yang di hapus dan di tambahkan. But i hope u like and still wait for another capt oke see u 😘✨
.

.

.

Tak ada hal yang lebih mengejutkan bagi Ionanthe setelah ia tahu rencanaan untuk membunuhnya beberapa Minggu yang lalu.
Akan tetapi kali ini keterkejutan ini membuat dirinya kehilangan kata-kata.
Apapun itu nampak nya ucapan Narissa benar adanya, karena sehari setelah ia bicara pada Peter raja secara tiba-tiba ingin bertemu dengan dirinya.

Saat ini mereka berdua saling berhadapan dimeja bulat ukuran satu meter dengan banyak sekali kue kering dan juga seteko teh beraroma melati.
Mungkin karena jarang bertemu raja Ionanthe sedikit salah fokus pada bulu yang menaungi sekitar pipi dan leher pria itu. Ia yakin itu lebih panjang dari pertama kali mereka bertemu.

Wajahnya itu terlihat sedikit letih, tanpa mengurangi tatapan matanya yang sinis dan tajam.

Mereka berdua tidak terlibat pembicaraan apapun selama 7 menit duduk di sana. Bahkan mereka tak saling menatap langsung ke arah mata, di mana jendela hati selalu tak pernah berdusta.

"Aku sudah lama tidak melihat Ratu Gabriella" sekedar basa-basi yang sudah ia pertimbangkan. Ini cukup masuk akal jika ia bertanya walaupun tak benar-benar mengharapkan jawabannya.

"Kita berdua akan berpisah"

Ionanthe yang sedang meraih kue langsung menjatuhkannya karena terkejut. Jawaban yang tidak pernah ia sangka. Ada apa dengan raja, pria ini langsung menjawab pertanyaannya tanpa menanggapi dengan sinis.

"A, aku minta maaf soal kelancarannya ku yang mulia" Meskipun begitu nampaknya pertanyaannya sedikit salah juga.

"Aku sudah menyuruh orang untuk memastikan keadaan di wilayah mu. Aku masih harus mempertimbangkanya Lagi Ionanthe. Suka tak suka kau perlu mendengarkan ini, kerajaan ku cukup jauh dari Armour. Tidak bisa dengan mudah mengirim bantuan ke wilayah mu karena daerah mu harus menyebrangi kerajaan lain. Tapi akan aku usahakan, jika itu tidak memungkinkan aku akan minta sekutu ku yang mengurusnya"

Ionanthe terdiam, jelas itu sesuatu yang tidak sesuai dengan yang ia bayangkan. Ia terlalu khawatir jika Armour menjadi semakin memburuk apabila tidak di pimpin langsung oleh Henry. Walaupun secara geografis Armour memang cukup dekat dengan wilayah sekutu raja.

Itulah penyebab banyak sekali pemberontak dan perebutan wilayah secara kecil-kecilan. Mereka masih belum berani terlalu mengambil banyak dari Armour karena mereka tau wilayah itu milik Henry saat sudah di tetapkannya perjodohan pria itu dengan kakaknya.

Tapi Ionanthe tidak berani memberikan sanggahan apapun.
"Baik yang mulia aku mengerti. Tapi ku mohon berusahalah agar Armour baik-baik saja"

Henry kali ini menatap ke arah Ionanthe, mencari manik coklat dari bola mata wanita itu. Sejak awal mereka bertemu Henry sadar ia memang selalu mencari tau segala hal yang buruk tentang Ionanthe termasuk kemungkinan wanita ini berkhianat padanya. Tanpa ia sadari, wanita ini nampaknya hanya berusaha mengurusi wilayahnya. Tapi Henry tidak begitu saja melepaskan pengawasannya dari Ionanthe.

Saat itu pandangan Ionanthe terangkat dan kedua mata mereka saling bertemu. Seperti anak panah yang tepat pada titik merah, ada sesuatu yang sampai pada hati Henry. Sebuah kenaifan wanita itu, atau hal lain yang bahkan tak ia pahami.

"Terimakasih sudah mau mengajakku menikmati teh yang mulia" Ujarnya tanpa menurunkan tatapan mata.

Henry bisa melihat Ionanthe mengedipkan mata beberapa kali saat ia bicara. Bulu mata yang membingkai cukup lentik.
Bibirnya yang terkadang sedikit terbuka terus meraup fokus dipikirannya.

Tidak, ia menahan angan itu. Henry menolak sesuatu dipikirannya. Ia memilih untuk terus waspada pada Ionanthe, dia bukan pria brengsek yang hanya memanfaatkan seorang wanita yang lemah apalagi ketika ia punya kekuatan sebesar ini.

Henry mengangguk pelan untuk membalas ucapan Ionanthe.
Singkatnya dalam pertemuan itu Ionanthe bisa memahami sedikit dari sisi keras dan menyebalkan dari raja.

Saat berada di dekat pria itu ia tidak lagi merasa takut dan terintimidasi seperti awal mereka bertemu sebelumnya.
Akan tetapi ia masih setuju jika mereka lebih baik tetap menjaga jarak.

Meskipun sejujurnya Ionanthe masih belum mengerti mengapa raja harus mengajaknya minum teh bersama hanya untuk membicarakan hal yang penuh basa-basi.

Bukankah pria ini tidak suka berbasa-basi, atau ini adalah langkah yang pria itu lakukan untuk menjaga hubungan antar mereka berdua yang bahkan terlihat tidak sepenting itu.

"Apa kau sungguh yakin tak melihat sesuatu yang aneh dari rombongan yang mengantar mu?"

Henry masih terlihat belum puas atas pertanyaan yang sebelumnya pernah disodorkan padanya.

Ionanthe menimbang akan hal ini, perlukan ia mengatakan yang sejujurnya atau tidak, karena bahkan ia masih belum tau maksud sebenarnya dari sang raja.

"Aku akan segera memberitahu anda jika ada hal yang aku ingat dari kejadian memalukan yang aku lakukan"
Kata Ionanthe tak mengelak jika ia memang kabur dan itu adalah hal yang memalukan.

Tidak ada jawaban dari raja, Henry hanya mempertajam tatapannya, seakan banyak sekali hal yang tak terucap dibalik sana.

Ionanthe menghela nafas, padahal ia hanya ingin yang terbaik untuk wilayah dan rakyatnya, hanya itu.
Ia bukan wanita serakah yang hanya menginginkan sebuah posisi dan tahta. Saat berpisah tadi Ionanthe yang meninggalkan taman sedangkan raja masih duduk di sana.

Ia sudah berjalan cukup jauh sebelum akhirnya menoleh ke arah pria itu lagi. Dirinya yakin, hidupnya yang sekarang tidak akan pernah menemukan cinta yang tulus. Apalagi berharap pada seorang pria yang cintanya sudah di limpahkan kepada wanita lain.

Ia membunuh seluruh harapan tentang kebahagiaan dan cinta sejak ayahnya mengirim dirinya untuk pergi ke Venesia.
Percayalah mungkin ia memang tidak di takdirkan untuk hal indah seperti itu.

.

.

.

Wanita Penebus ( Priarie Verte) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang