bagian 10 : Sebuah senyuman

506 27 2
                                    


Suara batuk yang kian terdengar mencekik, Narissa menggenggam erat sapu tangan bernoda di tangannya.
Para pelayan menatapnya dengan wajah berkerut seakan merasakan juga penderitaan dan sakit yang ia tengah hadapi.

"Perlukah kami memanggil Yang mulia?" Salah satu pelayan bertanya dengan nada yang amat kecil. Mungkin datangnya Henry bisa membantu keadaan Narissa. Tapi wanita itu menggeleng sambil tersenyum.

"Aku tidak ingin menganggunya" serak suara Narissa tetap berusaha mengucapkannya.

Di sisi bangunan lain, Ionanthe masih menyelesaikan racikan teh miliknya. Ia tidak pernah lagi merasa harus mempersiapkan diri untuk apapun. Karena raja nampaknya tidak ada niatan menyentuhnya, bisa jadi karena pria itu tidak sudi menyetubuhi pecundang.

Angin kencang yang berhasil lolos masuk kedalam kamarnya menggelitik kulitnya. Ia bisa mencium aroma hujan meskipun hanya dari hembusan yang di bawa angin. Mungkin memang hujan sudah turun tak jauh dari daerah kerajaan.
  Ionanthe bangkit dari tempat tidur dan menyimpan tehnya di atas meja. Kemudian ia berjalan mengambil sebuah mantel dan berjalan keluar.
Ini sudah cukup malam untuk berjalan-jalan di luar tapi ia merasa membutuhkan udara segar untuk menjernihkan pikirannya. Saat siang hari Ionanthe cendrung tidak menyukai sekeliling istana ini. Di mana bisa saja ia bertemu raja. Namun, saat malam hari tiba, ia bisa merasakan sesuatu yang di sebut kebebasan.

Seperti yang ada di pikirannya, mungkin memang di suatu tempat telah turun hujan. Karena entah mengapa ia bisa merasakan kelembaban udara yang begitu tinggi, suasananya juga menjadi begitu dingin.

Ia berpapasan dengan dua orang penjaga yang tengah berdiri di pintu, mereka hanya memberikan hormat padanya. Mereka tahu itu Ionanthe, karena ini bukan kali pertamanya ia berjalan keluar saat malam hari.
Walaupun sebenarnya ini cukup berbahaya. Ada sesuatu yang lebih berbahaya dari ini, yaitu jalan rahasia yang ia temukan di bagian lain istana ini.

Jalan yang menuju langsung ke arah kota kerjaan ini. Hatinya langsung bersorak gembira saat keluar dari pintu itu. Cahaya terlihat terang di mana-mana semua orang tengah sibuk di tempat itu. Ada banyak tempat yang menjual makanan dan juga bir maupun minuman keras. Ada juga toko-toko antik yang di ramaikan oleh pelancong.

Ionanthe menaikan tudung di kepalanya. Berjalan ke sana sini dan berbaur pada kerumunan. Oh indah, ia tersenyum lebar sampai giginya terasa mengering. Ia mencium aroma yang begitu menggiurkan. Seperti daging tumis yang di campur jamur dan oregano.

Sudah tiga kali ia melakukan ini. Keluar dari istana Karena memiliki kesempatan tersebut.
Ia harus banyak berdoa agar tak ada satupun yang mengetahui tindakannya ini. Ini tak berlangsung terlalu lama. Ionanthe selalu tidak bisa pergi lebih jauh lagi, ia akan langsung berbalik dan kembali sebelum para penjaga menjadi semakin banyak di bagian Utara.
Meskipun hanya sejenak ia merasa begitu bebas dan bahagia. Rasa ringan yang sudah lama ia inginkan. Menjadi orang biasa dan bahagia, ini sudah cukup memenuhi keinginan itu meskipun hatinya terus meminta untuk melakukan lebih.

Ia terburu-buru berjalan hingga akhirnya sampai kembali di bagian istana. Ionanthe menghela nafasnya, ia harus memikirkan cara agar bisa melakukan itu lagi dan lagi.
Beruntung saja ia tepat waktu karena penjaga terlihat semakin banyak. Ia tidak berpikir buruk, tapi Ionanthe yakin beberapa dari mereka pasti di tugaskan untuk mengawasi dirinya.

Ia akan berniat tidur setelah ini. Besok adalah hari penuh kebosanan seperti hari yang lalu jadi ia perlu mempersiapkan diri untuk tidak mati karena kebosanan tersebut.

Tapi matanya terpaku pada suatu hal dan langsung membuat langkahnya terhenti.

"Ratu Narissa" Gumamnya di saat melihat seseorang wanita berdiri di dekat taman, dengan kepala menatap ke arah langit.

Ia menggeleng untuk menyadarkan diri dari kemungkinan berhalusinasi. Tapi, sedetik kemudian ia tersadar bahwa di hadapannya bukan sebuah fatamorgana. Ionanthe sesegera mungkin berjalan mendekati wanita itu.

Dugaannya semakin di perjelas dengan melihat ada banyak pelayan di sekitar Narissa berdiri.

Ionanthe menekuk kakinya untuk memberikan hormat.
"Anda ada di sini yang mulia?"

"Ionanthe?" Narissa memang terkejut melihat Ionanthe.

"Aku sedang berjalan-jalan saat kebetulan melihat Anda di sini" Ia tidak berbohong tentang berjalan-jalan. Ionanthe hanya cerdik dengan tidak mengatakan di mana ia berjalan-jalan tadi.

Seulas senyum di lemparkan kepadanya. Saat Ionanthe menatap senyuman itu dengan seksama hatinya seakan tersiram air yang dingin. Keningnya kemudian berkerut, di saat tangan yang kurus dan terasa dingin itu meraih tangannya.

"Aku juga sedang berjalan-jalan" Ujarnya.

"Apakah Anda baik-baik saja yang mulia? Lebih baik Anda tidak terlalu lama terpapar angin malam. Udaranya cukup dingin di sini" Tentu saja Ionanthe khawatir, melihat wajah pucat Narissa saja sudah membuat dirinya gelisah.

"Aku baik-baik saja, hanya sekedar melihat bulan. Sayang sekali awan tebal menutupi langit malam ini"

Mendengar itu Ionanthe langsung menatap ke arah langit. Benar, sayang sekali bulan tertutup oleh awan gelap.

"Mungkin besok adalah hari yang baik untuk Anda menatap bulan yang mulia. Dengan amat tulus aku memohon untuk Anda segera kembali untuk beristirahat"

Narissa hanya tersenyum.

"Tak apa, aku senang meskipun tak melihatnya. Terimakasih Ionanthe, aku percaya padamu"

Ionanthe tersenyum dan memberi hormat setelahnya. Ia menatap kepergian Narissa bersama para pelayannya, wanita itu adalah sesosok yang amat baik. Lemah lembut dan penuh kasih sayang, mengingatkan dirinya akan Rose  kakaknya. Terkadang ia berharap bisa memeluk wanita itu, tapi itu tidak akan mungkin terjadi karena bisa saja ia di tuduh lancang.

Saat Narissa baru saja kembali ia langsung di hadang oleh Henry yang beraut muka masam. Pria itu mendekat ke arahnya hendak melontarkan sebuah protes.

"Tidak bisakah kau beristirahat saja di sini?" Meskipun begitu ucapannya masih terdengar begitu halus seakan tak membiarkan kemarahan sekecil apapun menyakiti Narissa.

"Aku hanya berjalan-jalan, berada di sini terkadang membuat ku bosan. Aku juga ingin pergi jauh"

Henry mendekatkan tubuhnya dan menggendong tubuh Narissa yang terasa begitu ringan.

"Kau akan melakukan itu di saat sudah pulih"  Henry menurunkannya di atas kasur  dan menarik selimut, setelahnya ia mengecup kening Narissa dan hendak pergi kembali ke ruangan kerjanya.

Tapi tangan Narissa menahannya, wanita itu menggenggam erat tangan Henry.

"Bisakah kau melakukan hal yang sama pada Ionanthe?" Tanyanya.

"Aku memperlakukan kalian semua sama rata" Tegas Henry dengan cepat.

Narissa menggeleng.
"Tolong berhenti hanya mencintaiku"

Henry terdiam dengan nanar yang begitu pilu. Dari manik matanya sudah ada penolakan tapi pria itu tak mau mengutarakannya.

"Andai aku bisa" Katanya kemudian mengecup tangannya dan berjalan pergi.

.

.

.

Wanita Penebus ( Priarie Verte) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang