12

289 28 5
                                    

13 Mei 1998

Pagi itu suasana cerah, orang bekerja seperti biasa. Handoko membuka tokonya. Dia berjualan Grosir dan Eceran.

Handoko tinggal di daerah Glodok yang memang kebanyakan keturunan Tionghoa. Handoko seorang keturunan Tiongkok yang bernama asli Ong ming. Dia mempunyai istri bernama Ayana Handoko dan 4 orang anak yaitu Johan,Hendry,Gita dan Daniel yang baru saja lahir satu bulan lalu.

Hari itu juga Johan yang telah berkuliah meminta izin untuk pergi ke kampusnya yaitu Universitas Kuning "bu Johan izin ya ke kampus, nginep" ucap Johan.

"Kamu ngapain nginep? Mau ikut demo juga" tanya Ayana yang menggendong Daniel.

"nggak bu. Mau ngerjain proyek, lagian kampus johan gak ikut demo" jawab Mahasiswa jurusan Seni 20 tahun itu.

Di waktu itu situasi indonesia sedang tidak baik-baik saja. Krisis ekonomi melanda dan ketegangan politik meningkat, menyebabkan banyak kerusuhan di berbagai daerah.

Handoko mendengar percakapan itu sambil menata barang-barang di tokonya. "Hati-hati ya, Johan. Jangan ikut-ikut kerusuhan. Kalau ada apa-apa, langsung pulang," pesannya dengan nada khawatir

"Iya, Pak. Pasti," jawab Johan sebelum bergegas pergi.

Hari berlalu dengan cepat. Handoko sibuk melayani pembeli yang datang dan pergi, sementara Ayana mengurus anak-anaknya. Hari ini juga Hendri pulang lebih awal karena sekolah ditutup cepat akibat ketegangan yang meningkat.

Sore harinya, situasi di Glodok mulai berubah. Suara teriakan dan sirene terdengar semakin dekat, menciptakan suasana yang mencekam. Handoko merasa cemas. Ia memutuskan untuk menutup toko lebih awal.

"Kenapa pak?" tanya Ayana melihat Handoko menutup tokonya.

"Kita tutup dulu. Suasana di luar sedang tidak aman," jawab Handoko.

Ayana mengangguk sambil memeluk Daniel erat-erat. "Iya, Pak. Aku juga dengar berita di radio, katanya beberapa tempat sudah mulai rusuh."

Malam itu, meraka berkumpul di ruang tengah, mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Berita di tv menayangkan kerusuhan yang semakin meluas, dengan banyak toko dan rumah warga keturunan Tionghoa menjadi sasaran amukan massa.

"Kita harus waspada. Jangan keluar rumah kalau tidak perlu," kata Handoko sambil mematikan tv.

14 Mei 1998

Pagi berikutnya, kerusuhan semakin parah. Di Glodok, suara kaca pecah dan teriakan massa memenuhi udara. Handoko dan keluarganya yang mendengar hanya bersembunyi di rumah, berharap situasi segera membaik. Namun, dari belakang rumahnya ada seseorang menggedor pintunya

"KO HAN!!!" Teriak laki-laki itu.

Handoko melihat dari jendela ternyata tetangganya menyuruh mereka untuk kabur dari rumah.

"Ayo Ko kita kabur, disini sudah tidak aman, massa sudah semakin mendekat" ujar laki-laki itu menyuruh Handoko dan keluarga pun langsung bergegas pergi melewati pintu belakang rumah.

Tetapi, massa sudah sampai dirumah mereka. Suara ribut dari luar semakin keras. Masssa berusaha mendobrak rumah handoko yang dilindungi rolling door dan teralis.

TANG!!!

Handoko terdiam menatap ke arah pintu rumahnya. Dia menarik nafas menenangkan situasi.

"Ko Han ayo!!" teriak tetangganya.

"Win tolong bawa keluarga we ke tempat aman," ujar Handoko memegang kedua pundak Erwin tetangganya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang