Suasana dari luar rumah tampak ceria dan modern. Begitu kami memasuki kosan itu, kami langsung disambut teras depan dan rak sepatu yang sudah dijajar rapi.
Impresi pertama gue: kayaknya kos ini menjunjung tinggi kekeluargaan, karena berdasarkan yang aku research sebelumnya, biasanya rak sepatu ditaruh di depan pintu kosan agar tidak bercampur-campur. Bahkan tak jarang kerukunan antar penghuni bisa ribut hanya karena masalah sepele.
Ketika kami memasuki ruangan, kami langsung melihat ruang tamu dan televisi, sepertinya ini tempat anak-anak berkumpul, tetapi sayangnya kami tidak melihat ada siapapun di sana.
"Yang lain kemana?" tanya Lily.
"Oh, jam segini yang lain biasanya pada kerja. Ada beberapa yang di kamar mereka, sih," jawab Mbak Mega, membantu kami menyeret koper satu persatu sampai memasuki kos.
Dari belakang, gue mendengar Lily bisik-bisik ke Shannon. "Jangan-jangan angker?"
Lily memang pantas sekali disandingkan dengan kata pesimis, negatif thinking, dan suka su'udzon. Parah banget emang anak itu.
"Nanti gue download aplikasi ghost tracker," bisik Shannon dengan polosnya.
"Ini kamar yang ada kunci di pintunya masih kosong, silakan dipilih ya." Mbak Mega mempersilahkan kami memilih di antara 5 pintu yang berjejer di lorong.
Total kamar di tempat ini ada sepuluh. Namun melihat dengan cepat, ada sekitar empat kamar yang kosong, kamar no 1, 2, 3 dan 5. Sisanya tidak ada kunci di pintu. Tentu saja kami bertiga langsung sepakat untuk mengambil tiga kamar yang berdekatan, menyisakan kamar nomor lima.
Lily lebih dulu memilih kamar nomor 3, dan begitu ia membuka pintu, sensasi dingin AC menyebar di ruang tengah. Lily menatap ke arah Mbak Mega, seolah meminta penjelasan mengapa kamar kosongnya tiba-tiba saja sudah dingin.
"Oh, penghuni kamar nomor 4 sering di kamar. AC-nya sharing, gapapa ya?" Mbak Mega tampak cengegesan, salah tingkah—karena itu memang tidak dijelaskan di website. "Kalau mau yang AC-nya nggak sharing, bisa di kamar nomor 5. Harganya sama, kok."
Lily hanya menggeleng, sebenarnya itu bukan masalah besar juga sih.
"Kamar mandinya ada dua, ke arah sana. Ada dapur sharing juga. Aku balik ke kamar dulu, ya. Kalau ada yang mau ditanyain, kalian bisa cari aku di kamar nomor 6." Mbak Mega segera pamit, membiarkan kami bertiga ngang-ngeng-ngong di tempat baru.
Gue dan Shannon pun masuk ke kamar kami masing-masing. Gue milih kamar nomor 1, Shannon di tengah—dia emang harus dilindungi dan dijepit di antara gue dan Lily. Kami hanya meletakkan koper kami di dalam. Suasana di kamar sangat nyaman, sayangnya suhunya agak panas, bikin kami akhirnya mengungi ke kamar Lily yang sudah dingin.
Ketika masuk ke kamar Lily, semua letak barang di kamar itu juga sama, sesuai dengan iklan.
"Kata gue sih kita hoki sih, nemu kos begini," ucap gue.
"Ya, ini worth it sih, kalau emang beneran nggak angker," sambung Lily. "Takutnya kita jadi tumbal pesugih—"
Gue langsung membekap mulut Lily, ngelirik celah dinding yang terbuka, tempat sharing AC. Penghuni kamar sebelah sedang ada di dalam kamar dan mungkin bisa mendengarkan celotehan asal yang diumbarkan Lily.
"Wajar-wajar aja kan gue curiga? Ini harga kosannya murah, fasilitasnya oke, tempatnya lumayan strategis juga meskipun di dalam gang?" Lily mengerutkan keningnya, benar-benar kelihatan skeptis (lagi-lagi).
Shannon berceletuk, "Eh, kira-kira kita perlu nyapa kakak tetangga? Kita kan—"
"Jangan sekarang." Tiba-tiba penghuni kamar nomor empat menyahut dari kamar sebelah. "Aku lagi sibuk."
Kami bertiga langsung saling lirik-lirikan. Gue ngedorong Lily, menyalahkan dia, karena emang perkataan kami semua kedengaran sejak tadi. Sumpaaaaah, malu banget. Dia pasti mikir penghuni barunya gasopan banget.
Shannon menyahut dengan polos. "Oke, kak!"
Kami bertiga cuma bisa melongo melihat langit-langit kamar. Putih bersih. Lampunya menyala cukup terang, mengingat tidak ada cahaya matahari atau jendela di sini. Meskipun begitu, gue rasa sih tempat ini memang sudah sangat afforable sih, jadi yaudahlah, mau ngeributin apaan lagi emangnya.
Gue ngelirik jam, masih jam 3 sore. Masih ada dua jam lagi sampai penghuni kos mulai berpulangan. Gue pikir begitu kami datang, kami bakalan langsung berkenalan dan bersapa ria dengan tetangga-tetangga baru kami, tapi semua orang juga punya kehidupan mereka sendiri, nantipun kami bertiga bakalan begitu.
"Nonton TV aja yuk di depan. Gue bosan nih scroll Tiktok," ajak Lily.
"Lo bisa mulai sibuk dengan beberes barang lo di koper," sindir gue.
"Nggak ah, entaran aja, gue males." Lily kemudian bisik-bisik dengan muka juteknya, "Kalau ternyata tempat ini angker, kita lebih gampang angkat koper!"
"Halah alasan lo banyak amat," balas gue.
Lily pun keluar dari kamar, memberikan ejekan ke gue. Shannon hanya ketawa kecil sambil mengikuti Lily. Mereka berdua pun keluar dari kamar Lily, meninggalkan gue yang masih tiduran.
Waktu gue mau beranjak naik dan menyusul mereka berdua ketika mendengar suara TV terbuka, gue mendengar suara lagi dari tetangga sebelah.
"Sampai kapan mau tahan nafas?" tanya suara tetangga nomor 4.
"Refleks, anjir! Lagian, pertanyaan yang bener, sampai kapan aku harus pakai baju beginian? Kamarmu dingin banget!"ucap suara seorang wanita, tapi gue ingat persis ini bukan suara tetangga yang menyahut tadi.
"Ya udah, aku kecilin AC-nya," ucap si tetangga nomor 4.
Terdengar suara remote yang ditekan. Gue juga bisa ngerasain kalau suhu di kamar Lily agak sedikit lebih mendingan.
"Udah. sekarang, lakuin lagi kayak tadi, cepat," desak tetangga nomor 4.
"Ih, sabar dikit napa. Tanganku kan pegel...."
"Tanganku juga pegel."
"Padahal kan bisa aja kamu fotoin aku, terus aku balik ke kamarku," ucap wanita itu.
Oh, warga Kos Mega juga, pikir gue.
"Nggak takut foto tubuhmu kusebar?"
Gue langsung deg-degan setengah mati. Apa yang sedang mereka bicarakan sebenarnya?!
"Eh! Jangan dong!"
Gue pelan-pelan melangkah ke pintu, meninggalkan tetangga nomor empat dan tetangga lainnya mengoceh lagi. Gue hanya anak baru di kosan ini dan sebenarnya nggak seharusnya gue nguping pembicaraan mereka!
T-Tapi gue penasaran, MEREKA NGOMONGIN APAAN ANJIR?!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
KOSAN MEGA [GXG]
Random[WARNING!] Cerita ini mengandung Girl x Girl / Lesbian / Yuri dan 18+! Bagi yang belum cukup umur, jangan baca! *** Aruna siap menghadapi masa-masanya menjadi mahasiswi baru di usianya yang ke 17. Bersama dua sahabatnya-Lily dan Shannon-dia pun men...