Harus bangkit

338 41 3
                                    

Netherland tampak berjalan dengan gontai menuju kearah hutan. Tubuhnya nampak penuh luka dan sayatan dimana-mana, bahkan beberapa lukanya masih mengalirkan cairan merah kental yang dapat dipastikan itu sangatlah perih.

"Haaah...Ini gawat, aku harus segera memindahkan indo. Uhuk..."

Netherland ambruk memuntahkan beberapa cairan kental dari mulutnya, nafasnya terengah sesak. Namun ia masih memaksakan dirinya berjalan menuju tujuanya. Dari kejauhan sudah tampak sebuah bangunan rumah yang ia tuju.

"Haaah...akhirnya...samp-"

Ia tiba-tiba terdiam, seketika tenggorokannya terasa kering. Matanya melebar menatap tak percaya pemandangan didepanya.

Disana, nampak jasad sang sahabat beserta keluarganya tergeletak bersimbah darah dihalaman depan rumah megah itu. Nampak darahnya membercak dimana-mana. Ia jelas tau bahkan hanya melihat pemandangan ini sekilas, ia paham apa yang telah terjadi pada mereka.

"T-tidak...Danique...semuanya..."

Kakinya seketika lemas dan ambruk tepat didepan jasad sahabatnya itu. Ia sentuh rambut mereka yang sudah bercampur genangan darah yang ikut serta mewarnai tanganya sendiri. Tangis tak dapat dibendung lagi, ini salahnya. Ia mengabaikan keamanan disini. Padahal harusnya ini yang ia utamakan. Ia terbutakan ketamakan ingin segera menggulingkan sang ayah hingga melupakan aspek terpenting dari tujuanya.

"Indo! Indo...dia tidak ada. dimana?"

Seketika Netherland sadar. Indo tidak ada diantara jasad itu. Ia berusaha kuat walau kesedihan belum bisa hilang darinya. Ia setidaknya berharap...sang terkasih masih selamat. Ia paksakan kakinya yang lemas itu berlari memasuki bangunan bergaya eropa itu, dengan gebrakan kencang membuka pintu utama dan  langsung menyusuri setiap ruangan dirumah itu sembari memanggil nama orang yang ia cari.

"Indo! Kau dimana ? Indo kumohon jawab aku!"

Teriaknya dengan frustasi. Sampai akhirnya ia sampai disebuah ruangan yang diduga kamar indo selama tinggal disini. Terbukti dari baju-baju yang masih tergantung rapi yang tentu saja dari gaya dan ukuranya itu tak mungkin milik anggota keluarga Danique. Ia mendekati kasur dan duduk dengan lunglai diatasnya. Ia menatap salah satu setelan baju indo yang tampak tergeletak tak jauh dari posisi ia duduk. Ia ambil baju itu untuk kemudian ia tenggelamkan wajahnya pada baju itu.

Punggungnya mulai bergetar, isakan kembali lolos dari bibir sang pria besar ini. Isakan kecil itu semakin lama berubah menjadi raungan pilu. Ia peluk baju itu semakin erat meluapkan perasaanya yang merasa sangat gagal melindungi orang-orang terkasihnya. Suara tangisan itu memenuhi rumah megah yang kini menjadi tempat yang tadinya sangat indah dan hangat, seketika berubah menjadi tempat yang begitu memilukan.
.
.
.
.
.
Indonesia mulai membuka matanya. Ia mengerjapkan matanya sebentar untuk memfokuskan sebelum memposisikan dirinya keposisi duduk. Ia pegang kepalanya yang sedikit berdenyut mungkin akibat tangisnya yang terlalu banyak keluar.

Saat ini ia melihat tangan dan kakinya yang terikat oleh sebuah rantai. Ia kemudian melihat sekelilingnya. Sebuah kamar yang ia baru kali ini melihat kamar bergaya arsitektur seperti ini. dengan pintu geser dan lantai yang yang nampak terbuat anyaman yang begitu rumit.

Ia mulai mengingat-ingat kejadian terakhir sebelum ia berakhir disini. Ia ingat ia mendengar suara tembakan dari dalam hutan. Saat mengingatnya perasaan Indo langsung kembali terguncang. Marah, sedih, kekecewaan yang sangat dalam. Tangisnya mulai kembali pecah, kenapa semua ini harus terjadi padanya. Pada orang-orang yang berusaha baik padanya.

SREEEK~

Suara pintu geser itu terdengar bersamaan masuknya sesosok pria dengan pakaian yang tampak seperti tak biasa dimata Indo. Namun bukan itu fokusnya, ia tatap nyalang pria yang baru saja masuk tersebut.

Love Is Pain(CH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang