Halo semuanya...Jangan lupa vote dan komen...
Selamat membaca❤
***11. Masalah
Bruk...
Pembuat masalah seperti Arlina sudah biasa membuat kekacauan terjadi seperti saat ini. Cewek itu sedang menjambak rambut orang lain dengan raut tanpa bersalah. "Lo tau, murid beasiswa kayak lo itu gak pantes sombong" kata-kata menusuk tidak pernah absen untuk dia keluarkan.
"Gue benci orang sombong," siswi yang dia jambak tersungkur dilantai setelah mendapatkan dorongan. Wajah penuh air mata itu begitu menyedihkan di mata orang-orang. "Denger baik-baik, lo cuma berguna Karena lo bermanfaat buat sekolah ini," tajam bak pedang. Suara tangisan terdengar menarik perhatian setiap orang.
"Arlina, lepasin tangan lo dari rambut dia," semua orang terdiam. Arlina sendiri tidak menuruti perintah itu, wajahnya tambah kesal. "Jangan ikut campur," persetan dengan apapun. Ziya tidak mengerti kenapa Arlina selalu membuat masalah, terlepas dari tokoh antagonis yang melekat padanya.
"Menekan yang lemah tidak di benarkan di sekolah ini," emosi Arlina benar-benar tampak mendominasi dia sekarang. Rintihan kesakitan bahkan terdengar saat ia menguatkan tarikan di rambut siswi itu. "Sekolah ini gak melarang itu, cukup ikut campur dengan urusan gue," kadang ingin sekali ia memberikan sedikit pelajaran pada ziya.
Tapi mustahil.
Harus dia dan semua orang sekolah akui bahwa Ziya paling berpengaruh terhadap sekolah ini karena orang tuanya pemegang saham tertinggi di antara yang lain.
"Lo menang kali ini," Arlina pergi begitu saja meninggalkan kekacauan yang terjadi.
***
Suasana kantor polisi sedang tegang, salah satu jaksa perempuan mengamuk. Tidak ada yang berani menanggapi ucapan sang jaksa, siapa yang tidak akan takut jika berhadapan dengan jaksa yang mendapatkan julukan "Monster Of Justice". Sang pembela keadilan yang selalu memandang dua sisi setiap kasus.
Seorang polisi memijat kening, ia pusing dengan kasus kali ini. Padahal ada bukti kuat bahwa sang siswi atau korban terindikasi stres karena belajar dan bunuh diri. Sang jaksa justru mengatakan bahwa ada unsur pembunuhan. "Kalian terlalu cepat mengambil keputusan, ulang penyelidikan atau kalian akan mendapatkan akibatnya," ia Qiandra Louise. Satu-satunya jaksa perempuan yang di takuti saat ini di kejaksaan.
Sang polisi membuka lembaran kasus dan foto barang bukti. "Untuk apa harus di ulang, sidik jari korban sendiri yang ada di pisau. Noda darahnya juga cocok," kasus ini memang seharusnya sudah selesai.
"Ais bodoh, Dia punya adik yang menunggu di rumah. Jika jadi korban apa pilihan bunuh diri adalah tepat?," polisi itu terdiam. Suara tawa seseorang mengalihkan semua mata tertuju padanya. "Terkadang asumsi manusia salah, jika ingin kebenaran kalian harus bertanya pada korban," orang itu Alrazz. Ia dan di panggil oleh pihak kepolisian atas laporan pengeroyokan.
Jaksa Qiandra mengerutkan kening, "Korban sudah meninggal," sahut salah satu polisi dengan nada rendah. "Kalau begitu tanya pada tubuh kakunya, mayat tidak akan bohong," senyum sinis terbit. Alrazz tau kalau kasus ini adalah kasus siswi Bumatara yang bunuh diri saat berkemah. Gebrakan meja terdengar keras, "Hei, bereskan dulu kekacauan yang kalian buat," ucap polisi yang bertugas pada laporan pengeroyokan.
"Mereka membuat laporan dengan uang, gue akan bayar lebih mahal gimana?" perkataan Laiv sungguh pantas mendapatkan pukulan tak seberapa dari Atmatala yang sudah kesal. Permasalahan ini juga tidak akan ada jika Laiv tidak menghajar Nazeef dan Baskara. "Saya mulai, kenapa kalian mengeroyok kedua korban?" sang polisi mulai bertanya pada ketiganya.
"Gue emang mukul kedua korban, mereka gak terlibat" jawab Laiv yang menjelaskan bahwa Alrazz dan Atmatala tidak terlibat dalam kasus ini. Akan dia buat cewek yang membuat laporan mendapatkan akibatnya, berani sekali dia melakukan ini terhadap dirinya. "Ini hanya kesalahpahaman pak, kami akan menyelesaikan ini secara baik-baik" Alrazz akan membuat ini jauh lebih mudah. "Kami juga akan menanggung biaya rumah sakit mereka, tolong konfirmasi ini dengan pihak pelapor," Atmatala juga tidak ingin masalah ini menjadi lebih jauh.
"Lions, itu nama perkumpulan kalian bukan?" tanya polisi itu dengan nada lebih rendah. Lions di kenal pihak kepolisian dengan citra sebagai membantu menangkap tersangka kasus korupsi yang besar tiga tahun yang lalu. Namun inti Lions telah berganti, sekarang adalah generasi ke-2 yang di pimpin oleh Alrazz. "Ya, kami akan melaporkan pemanggilan ini pada pimpinan kepolisian ini. Itu akan terjadi jika kita tidak bisa bekerja sama di kasus ini," sang polisi langsung menunduk. Ia sudah memprediksi ini akan terjadi, harusnya dia abaikan saja laporan dari perempuan muda itu.
***
Kamar Arlina sangat berantakan akibat ulahnya sendiri, ia tidak percaya akan kalah bersaing untuk mendapatkan Nazeef. Rasanya tidak ada kekurangan dari dirinya yang bisa membuat Nazeef tidak menyukai hal itu. Tapi tetap saja hati cowok itu tidak luluh sedikitpun, apalagi yang harus Arlina usahakan?
"Rasa suka ini menyiksa gue," dia frustasi dengan perasaan dalam dirinya. Apa benar perasaannya hanya obsesi semata?
Rasanya tidak mungkin.
Belakangan ini dia sering membuat masalah untuk menghilangkan nama Nazeef yang selalu ada di pikirannya. "Harusnya kalo gue gak bisa dapetin Nazeef, orang lain juga gak boleh." pikiran Arlina seperti dibutakan, namun dia tidak pernah menyadarinya. Cinta dan obsesi memang berbeda tipis.
"Yah, orang lain juga gak boleh."
Di lain sisi Ziya berkeliling kota dengan mobil, menikmati suasana malam yang tenang. Kali ini dia akan bertindak lebih jauh untuk kasus kakak sepupunya, ini adalah keputusan dirinya. Orang tuanya bahkan tidak boleh tau hal ini, semua masuk dalam list merah yang pantas di curigai. Mobil berhenti di depan kafe yang cukup ramai malam ini.
Makan malam kali ini dia akan makan makanan yang berbeda dari malam-malam yang lain. Kakinya melangkah pada ruang VIP kafe yang lumayan privat, ada seseorang yang telah menunggu di dalam. "Maaf, sedikit terlambat" Ziya membuat orang yang begitu penting sekarang menunggu dan membuang waktu cukup banyak.
"Tidak masalah," sahutnya. Keduanya memulai makan malam, keheningan menemani keduanya.
"Saya cukup kaget saat kamu minta bertemu, tapi sepertinya ini sangat bagus untuk perkembangan kasus Mentari," pria matang di depan Ziya memulai pembicaraan saat makana mereka sudah habis. Pria ini adalah jaksa Martien T. yang memegang kasus Mentari, kakak sepupunya. "Saya akan memberikan kesaksian dalam kasus ini, tapi tolong rahasiakan nama saya." jika yang lainnya atau bahkan orang tuanya tahu mungkin mereka akan meminta dirinya tidak ikut campur tentang kasus ini lagi.
"Sampai saat ini bukti CCTV yang menghilang belum di temukan, dan sumbernya sudah terhapus. Bagus jika kesaksian kamu bisa menangkap pelakunya," Jaksa Martien mengungkapkan permasalahan yang terjadi. Sudah pasti pihak kepolisian menghiangkan bukti CCTV yang cukup jelas untuk mengetahui pelakunya. "Wajar rasanya jika CCTV itu hilang," sahut Ziya. Kali ini Ainayya dan satu orang cowok itu harus mendapatkan hukumannya.
"Apa maksud perkataan kamu?," Jaksa Martien terlihat penasaran dengan apa yang Ziya ungkapkan. Sebenarnya kekuasaan seseorang dapat mengendalikan orang lain, apalagi dengan kekuasaan yang cukup tinggi. "Pelakunya adalah anak seorang pemilik perusahaan, salah satu keluarganya bahkan bagian dari kepolisian," wajah Jaksa Martien terlihat berpikir keras.
.
.
.
.
.
Bersambung...
***
Terima kasih untuk yang setia menunggu🔥
Jangan lupa vote dan komen...
Sampai jumpa di bab selanjutnya...
See you❤
KAMU SEDANG MEMBACA
The Antagonist Is Rich (Hiatus!!!)
FantasyNiatali Frada adalah siswa kelas XII, dia suka dengan novel fiksi bergenre apapun. Sebagai siswa yang suka dengan sastra, ia sangat suka membaca berbagai berita dan cerita serta buku-buku yang menurutnya menarik. Suatu hari dia membaca novel "Cinta...