2

531 35 0
                                    

Tujuh tahun telah berlalu sejak Sasuke kecil lahir ke dunia ini. Taman di belakang Kerajaan Amaterasu selalu sepi, hampir terbengkalai jika saja tidak ada bocah berambut raven dengan gaya rambut khasnya yang sering bermain di sini bersama sahabatnya.

Sudah banyak hal yang ia pelajari, tentunya dengan pengawasan ketat dari kedua kakaknya yang sangat protektif. Bahkan ia harus membujuk kedua kakaknya selama seminggu penuh agar dapat berteman dengan satu-satunya sahabatnya, Naruto Namikaze.

"Oy Dobe, ayo pulang!" ajaknya dengan suara tegas.

Hari semakin sore, langit yang semula berwarna jingga kini mulai memerah. Dari kejauhan, mata hitam Sasuke menangkap gestur Kakashi yang memintanya menyudahi acara bermainnya hari ini.

Naruto yang berada di atas pohon segera melompat turun. Namun, naas, pendaratannya kurang sempurna hingga ia harus merelakan pantatnya mencium tanah.

"Bruk!"

"Aduhh.."

"Dasar dobe," Sasuke menggelengkan kepalanya melihat tingkah bodoh sang sahabat, namun ia tetap saja membantu Naruto bangkit.

"Ayo pergi, Kurama-Nii pasti sudah menunggumu," ujarnya sambil menarik tangan Naruto.

"Eum," jawab Naruto singkat.

Kedua anak kecil itu berjalan beriringan, tangan mereka saling menggenggam. Orang-orang yang melihat mereka pasti akan memekik gemas. Namun tidak bagi sepasang mata yang sedari tadi terus mengawasi keduanya, ia mendengus kesal saat melihat miliknya bersentuhan dengan orang lain.

***

"KURAMA-NII..."

Naruto berlari ke arah kakaknya, Kurama. Ia mendusel manja di dada sang kakak, sepenuhnya mengabaikan orang lain di sekitarnya.

Kurama mengernyit, "ugh, kau bau matahari Naru." Meskipun begitu, ia tidak melepaskan pelukan sang adik. Sebaliknya, ia malah menggendongnya dengan gaya koala.

"Hehe..."

Shisui, yang merupakan entitas lain di sekitar mereka, hanya bisa menggeleng maklum melihat tingkah kakak-adik itu. Matanya beralih pada adik bungsunya yang masih berjalan mendekat. Sasuke memang pemalas, ia tidak suka buang-buang tenaga untuk berlari seperti Naruto.

"Sasuke-chan, sini!" panggil Shisui dengan senyum lebar.

Tangannya merentang untuk menangkap lompatan dari sang adik. Ia mendekap Sasuke dengan posesif, seakan-akan menegaskan bahwa adiknya ini adalah miliknya.

"Oh ya Shisui, kalau begitu kami pulang dulu," ujar Kurama. Ia dan Shisui sudah bersahabat sejak kecil. Mereka memiliki guru yang sama, dan setiap sore ia akan menjemput Naruto di Istana untuk mengajaknya pulang sekaligus mengobrol dengan Pangeran Pertama Amaterasu.

Shisui mengangguk, "Hati-hati di jalan, Kurama, Naru-chan."

Naruto melambai dari gendongan sang kakak. "Bye-bye Teme, sampai jumpa besok!"

Sasuke kecil balas melambai, "Bye Dobe!"

Setelah kereta berlambang keluarga Namikaze pergi, Shisui masuk ke dalam istana dengan Sasuke yang senantiasa berada di gendongannya.

"Nii-sama?" panggil Sasuke dengan suara lembut.

Shisui menunduk, menatap wajah menggemaskan sang adik. "Ada apa, otouto?"

"Dimana Itachi-nii? Aku tidak melihatnya tiga hari ini," tanya Sasuke dengan raut wajah polos. Aiss, Sasuke kecil memang sangat menggemaskan.

"Memangnya Suke tidak suka bermain dengan Nii-sama?" Shisui membuat raut wajah sedih yang membuat Sasuke gelagapan.

"Akh, bukan begitu! Aku cuma penasaran saja kok!" ujarnya sambil cemberut kesal dengan pipi yang menggembung.

Tak tahan dengan pipi kenyal itu, Shisui tanpa ampun menggigit bulatan mochi itu.

"Grekk."

"Akhhhhh, sakittt, huaaaaa, Kaa-samaaa..." Jeritan Sasuke memekakkan telinga memenuhi lorong istana.

Mikoto Uchiha, ibu dari Sasuke dan Shisui, segera datang dengan langkah cepat. "Apa yang terjadi?" tanyanya khawatir, melihat anak bungsunya menangis dalam pelukan Shisui.

"Kaa-sama, Shisui-nii menggigit pipiku!" adu Sasuke dengan mata berkaca-kaca.

Shisui hanya bisa tersenyum kecut, "Maaf, Kaa-sama. Pipi Sasuke terlalu menggemaskan untuk tidak digigit."

Mikoto menggelengkan kepalanya sambil menghela napas. "Shisui, kau harus lebih lembut dengan adikmu. Sasuke, sudah, jangan menangis lagi. Ayo, Kaa-sama akan membuatkan sup tomat favoritmu."

Sasuke langsung berhenti menangis dan tersenyum lebar. "Benarkah, Kaa-sama?"

"Ya, benar. Ayo, kita ke dapur," jawab Mikoto sambil menggandeng tangan kecil Sasuke.

Shisui mengikuti mereka dengan senyum di wajahnya. Meskipun mereka sering bertengkar kecil, cinta dan kasih sayang di antara mereka tetap kuat.

***

Hari-hari berlalu, Sasuke dan Naruto tumbuh bersama sebagai sahabat sejati. Mereka sering menghabiskan waktu di taman belakang istana, berlatih, bermain, dan berbagi cerita.

Suatu hari, ketika matahari mulai terbenam, Sasuke dan Naruto duduk di bawah pohon besar. Angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga yang mekar di sekitar mereka.

"Teme," kata Naruto tiba-tiba, "apa kau pernah berpikir tentang masa depan?"

Sasuke menoleh, melihat sahabatnya yang tampak serius. "Tentu saja. Aku ingin menjadi kuat dan melindungi orang-orang yang kucintai. Bagaimana denganmu?"

Naruto tersenyum lebar, "Aku ingin menjadi Duke, pemimpin Duchy yang dihormati semua orang. Aku ingin semua orang mengakui keberadaanku."

Sasuke tersenyum kecil. "Kau pasti bisa, Dobe. Kau punya semangat yang luar biasa."

Naruto tertawa, "Dan kau juga, Teme. Kau pasti bisa menjadi pangeran yang hebat."

Mereka berdua saling bertukar senyum. Meski mereka sering bercanda dan berkelahi, ikatan persahabatan mereka semakin kuat setiap harinya.

My KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang