Di usianya yang kelima belas tahun, Sasuke tahu bahwa banyak sekali orang yang sangat tidak menyukai kehadirannya. Gunjingan-gunjingan selalu ia dengar setiap hari dan ia hanya akan diam lalu melupakannya. Menurutnya, hal yang sia-sia jika mengurusi mulut orang lain.
Tepat tiga bulan lagi ia akan menginjak usia 18 tahun, di mana pesta kedewasaan akan digelar menandakan ia sudah dewasa.
Seiring berjalannya waktu, tidak ada lagi Sasuke kecil yang murah senyum, tawanya jarang terdengar bahkan hampir tidak pernah. Sosoknya yang dulu secerah mentari seakan lenyap digantikan kelamnya malam. Semakin hari ia semakin menunjukkan sosok seorang Uchiha, ia lebih memiliki sifat seperti sang ayah, dingin, kaku, dan terlalu serius.
Kemampuannya juga berkembang pesat, di usianya yang ke 13 tahun, ia membangkitkan mata sharingan. Meski tidak sekuat kedua kakaknya, setidaknya itu membuktikan darah sang raja mengalir deras di tubuhnya. Berkurang sudah para bangsawan yang sering mengkritiknya bahwa ia tidaklah cocok menjadi kandidat calon putra mahkota.
Jujur saja, itu sedikit menggores harga dirinya.
Tanpa dijelaskan Sasuke pun sadar ia tidak sejenius kakak pertamanya pun ia tidaklah sekuat kakak keduanya. Ia sekuat ini pun karena hasil kerja kerasnya, jadi orang-orang tidak berhak mencelanya apalagi mereka yang bahkan tidak memiliki kekuatan apapun.
***
Tok tok tok
"Sasuke-sama, Yang Mulia Ratu menyuruh Anda untuk menemuinya."
Suara Kakashi terdengar di ruang tamu kamarnya. Setiap kamar milik keluarga resmi kerajaan memiliki ruang tamu sebelum kamar. Hal ini agar mencegah tamu yang berkunjung mengganggu sang pemilik kamar.
Sasuke selesai bersiap, ia tinggal mengenakan haori dengan lambang Uchiha di belakangnya.
Tampan.
Sasuke sangatlah tampan, tak dipungkiri, Sasuke menjadi incaran para putri-putri bangsawan. Ia bahkan memiliki fans sendiri di kalangan bangsawan. Meski terkenal dingin dan sangat cuek, tak membuat gadis-gadis itu berhenti menyebut-nyebut namanya. Malah disebut itu merupakan salah satu pesona si bungsu Uchiha.
Keluar dari kamar, Sasuke disambut oleh Kakashi. Bisa dibilang Kakashi adalah pengasuhnya sejak ia masih bayi sampai sekarang. Meski terkadang ia hanya mengawasinya dari jauh dan jarang terlibat di urusan pribadinya.
"Yang Mulia Ratu menunggu Anda di ruang keluarga pangeran," ujarnya.
Sasuke bahkan tidak repot-repot menjawab. Tatapannya setajam silet memandang ke arah depan, langkahnya yang pasti dan auranya yang mengintimidasi membuat pelayan-pelayan yang akan dilewatinya langsung membungkuk.
Mereka sampai di depan ruang tamu, penjaga di samping pintu mengumumkan kedatangannya dan Sasuke segera masuk.
Seorang wanita elegan yang tak lekang oleh waktu, sikapnya yang anggun tak pernah berubah. Ratu yang diagung-agungkan di seluruh negeri. Itulah Uchiha Mikoto.
Sasuke segera melakukan saikeirei (membungkuk 45° atau lebih) "Selamat malam Yang Mulia Ratu, semoga Dewa Amaterasu selalu memberkahi Anda."
Mikoto segera mendekat, mengangkat bahu sang anak agar berdiri tegak. "Oh anakku, ayolah. Berapa kali Kaa-sama bilang, aku ini tetap ibumu." Tangannya menggiring sang anak ke sofa. Tak dipungkiri ia merindukan si bungsu yang dahulu cerewet, tidak seperti sekarang yang terlalu patuh dengan aturan.
Melihat sang ibu, Sasuke merilekskan badannya. Kepalanya sedikit menunduk saat sang ibu mengelus-elus rambutnya.
"Ada apa Kaa-sama memanggilku?" gumamnya.
Dengan telunjuknya Mikoto mengangkat dagu sang anak. "Memangnya tidak boleh seorang ibu merindukan anaknya, hm?"
Anaknya menggeleng, membuat senyuman terbit di bibirnya yang diberi perona merah.
"Kaa-sama sudah lama sekali tidak melihat anak Kaa-sama ini." Ia kembali mengelus kepala sang anak, bedanya ia baringkan wajah copyan dirinya berbaring di pangkuannya.
"Tak terasa, anak Kaa-sama yang dulu paling cerewet ini sudah mau dewasa."
"Kaa-sama jadi tidak rela kau akan menikahi gadis lain."
"Kaa-sama..." Sasuke membuka matanya. Ia kembali menutup mata saat sang ibu mengecup dahinya, lalu kedua matanya.
"Kaa-sama tahu, kalau hal itu masih sangat lama. Tapi... waktu berjalan dengan sangat cepat, Suke... Kaa-sama hanya mau, anak Kaa-sama ini selalu bahagia... maafkan Kaa-sama yang jarang meluangkan waktu untukmu..."
Sasuke mengambil tangan sang ibu, ia mengecupnya lama. "Kaa-sama tidak memiliki salah denganku, aku tumbuh karena kasih sayang Kaa-sama, jadi..." ia memandang manik yang sewarna dengannya. "Kaa-sama juga harus bahagia."
***
Malam itu, mereka berbicara panjang lebar. Mikoto berbicara tentang masa lalu, tentang betapa nakalnya Sasuke saat kecil, dan betapa ia merindukan hari-hari itu. Sasuke mendengarkan dengan penuh perhatian, senyum kecil sering terlukis di bibirnya yang jarang tersenyum.
"Kau tahu, Sasuke," kata Mikoto sambil tersenyum lembut, "aku selalu percaya kau akan menjadi orang yang luar biasa. Kau memiliki hati yang kuat dan tekad yang besar. Jangan biarkan omongan orang lain meruntuhkanmu."
Sasuke mengangguk. "Aku tahu, Kaa-sama. Aku akan terus berusaha menjadi yang terbaik."
Mikoto menatapnya dengan bangga. "Itulah yang selalu kuharapkan darimu."
Setelah perbincangan yang hangat, Sasuke kembali ke kamarnya. Ia merenungkan semua yang dibicarakan dengan ibunya. Sasuke berdiri di depan cermin, menatap bayangannya sendiri. Ia melihat seorang pemuda yang kuat dan penuh tekad. Namun di dalamnya terdapat retakan-retakan yang semakin lama semakin besar. Menggerogoti jiwa dan mentalnya.
Ia tersenyum sinis.
Tak apa. Akan ia biarkan sampai tubuhnya terbiasa. Bukankah selama ini ia juga bisa bertahan?
KAMU SEDANG MEMBACA
My King
FanfictionUchiha Sasuke, Raja yang dikenal sebagai penguasa kejam dari Kerajaan Amaterasu. Dikenal dingin, tanpa ampun, dan berdarah dingin, darah Uchiha yang mengalir dalam dirinya membuatnya tak segan-segan menjatuhkan hukuman berat pada siapa saja yang men...