5

401 21 0
                                    

Tanpa ada yang tahu, setiap malam, Sasuke akan bergetar ketakutan. Tubuhnya terasa dingin, namun keringat terus bercucuran. Rasa cemas yang menghantuinya seperti bayangan kelam yang tak pernah pergi.

Terkadang ia tidak bisa tidur, hanya bisa menangis meraung-raung di kamar mandi. Bahkan, pernah ada suatu malam ketika ia hampir menenggelamkan diri di kolam pemandian, merasa putus asa dan terjebak dalam kegelapan tanpa akhir.

Kini, ia hampir terbiasa dengan rutinitas malamnya yang kelam. Ketika tidak bisa tidur, ia akan membaca buku sampai matanya sakit atau berlatih pedang hingga tubuhnya kelelahan. Dengan cara ini, ia akan tertidur karena kelelahan atau bahkan pingsan hingga pagi menjelang.

Hal ini adalah rahasia yang ia sembunyikan rapat-rapat dari dunia luar. Tak ada yang tahu bahwa kondisinya melemah di saat malam tiba. Bahkan, Naruto, sahabatnya, tidak tahu hal ini. Mereka memang sering bertukar surat, saling mengejek atau pamer, namun Sasuke selalu menjaga jarak dan menyembunyikan penderitaannya.

Surat-surat dari Naruto sering kali membuatnya tersenyum kecil. Dobe-nya masihlah bodoh dan ceroboh sejak dulu. Meski demikian, surat-surat itu adalah salah satu dari sedikit hal yang membuat Sasuke merasa terhubung dengan dunia luar.

Sasuke jarang merasakan tidur nyenyak. Ia akan kesulitan untuk tidur atau terbangun karena mimpi buruk yang menghantui. Ia juga jadi sering menyelinap ke menara kesehatan dan mencuri beberapa botol obat tidur. Setidaknya, dengan cara ini, ia bisa menutupi penderitaannya dari orang-orang di sekitarnya, terutama ibunya.

Mikoto pasti akan sangat mengkhawatirkannya jika tahu keadaan sebenarnya. Beliau selalu menganggap Sasuke adalah anak yang kuat dan tegar, dan Sasuke tidak ingin merusak pandangan itu.

***

Malam itu, seperti biasa, Sasuke terbangun dengan napas terengah-engah. Keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Ia meraba-raba meja di samping tempat tidurnya, mencari botol obat tidur yang disimpannya dengan hati-hati. Dengan tangan gemetar, ia menuangkan beberapa butir obat ke telapak tangannya dan menelannya tanpa ragu.

Setelah menelan obat, ia berbaring kembali di tempat tidurnya, berharap obat itu akan bekerja dengan cepat. Pandangannya mengarah ke langit-langit, berusaha mencari ketenangan dalam gelapnya malam.

"Kenapa ini terjadi padaku?" bisiknya pelan, suaranya hampir tidak terdengar.

Di tengah kesunyian, ia mendengar pintu kamarnya terbuka perlahan. Sasuke menoleh dengan cepat, matanya menyipit curiga. Namun, wajah yang muncul di balik pintu adalah wajah yang ia kenal baik.

"Kakashi?" Suaranya bergetar sedikit.

Kakashi, pelayannya yang setia, memasuki kamar dengan langkah tenang. "Sasuke-sama, aku mendengar sesuatu. Apakah Anda baik-baik saja?"

Sasuke berusaha tersenyum, meski senyuman itu lebih mirip seringai kaku. "Aku baik-baik saja, Kakashi. Hanya mimpi buruk."

Kakashi mengangguk, meski raut wajahnya menunjukkan bahwa ia tidak sepenuhnya percaya. "Jika Anda membutuhkan sesuatu, jangan ragu untuk memanggilku."

"Terima kasih, Kakashi," jawab Sasuke singkat.

Setelah Kakashi pergi, Sasuke kembali berbaring, mencoba menenangkan diri. Ia tahu bahwa Kakashi tidak mudah dibodohi, namun ia tidak ingin membebani siapapun dengan masalahnya.

***

Pagi itu, Sasuke bangun dengan tubuh yang terasa berat. Obat tidur memang membantunya tertidur, namun efek sampingnya membuat tubuhnya lemas. Ia tahu ini bukan solusi jangka panjang, tetapi untuk saat ini, ini adalah satu-satunya cara yang ia punya.

Saat sarapan, ia duduk di meja makan bersama ibunya. Mikoto tersenyum lembut padanya, namun tatapannya penuh kekhawatiran.

"Sasuke, kau tampak lelah. Apakah kau baik-baik saja?" tanya Mikoto.

Sasuke mengangguk pelan, berusaha meyakinkan ibunya. "Aku baik-baik saja, Kaa-sama. Hanya sedikit kurang tidur."

"Mungkin kau harus mengurangi jam jam belajarmu, jangan memaksakan dirimu, Kaa-sama tidak ingin kau sampai sakit."

Sasuke mengangguk. "Aku tidak apa-apa, Kaa-sama tidak perlu khawatir. Ini karena aku sedang menyelesaikan buku baru lagi."

Mikoto menatap putranya dengan cemas. "Jika ada yang mengganggumu, kau bisa bercerita padaku."

Sasuke hanya tersenyum tipis. "Terima kasih, Kaa-sama. Aku akan ingat itu."

Setelah sarapan, Sasuke kembali ke kamarnya. Ia duduk di meja belajarnya, menatap buku-buku yang berserakan. Pikirannya terus melayang ke masa lalu, saat Shisui dan Itachi masih ada di rumah. Peristiwa yang membuat hidupnya berubah.

"Aku membeci kalian" bisiknya pelan, suaranya hampir tenggelam dalam kesunyian kamar.

Ia tahu, hidupnya harus terus berjalan. Kedua kakaknya akan kembali suatu hari nanti, dan ia harus menjadi kuat untuk menyambut mereka.

Hari-hari berlalu, dan sedikit demi sedikit, Sasuke berlatih lebih keras, belajar lebih giat, tetapi ia juga tidak lupa untuk menikmati kebersamaan dengan Naruto, meski lewat surat.

My KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang