4

408 21 0
                                    

Banyak hal yang membuat bungsu Uchiha itu berubah. Salah satunya adalah perginya kedua kakaknya. Bukan dalam hal negatif, tapi Uchiha Shisui yang pergi ke benua lain untuk mempelajari hal-hal baru. Kakak pertamanya itu memang pantas dijuluki si jenius. Menurutnya, sudah tidak ada hal yang bisa ia pelajari lagi di negerinya dan dengan tekad yang kuat ia berhasil pergi ke benua lain, menjelajahi tempat-tempat baru namun pastinya dengan batas waktu tertentu.

***

Uchiha Fugaku bukanlah orang yang kolot. Ia tidak pernah membatasi gerak-gerik anak-anaknya selagi hal itu positif. Seperti ia membiarkan Shisui berbaur dengan rakyat biasa meski tetap dengan pengawalan dan mengabulkan keinginan Shisui yang ingin pergi belajar ke benua lain.

Ia mengizinkannya namun dengan segudang persyaratan yang harus dipenuhi sulung Uchiha.

Untuk Uchiha Itachi sendiri, ia juga tidak pernah mengekangnya. Meski kadang ia dibuat pusing oleh laporan tentang tingkah anak keduanya yang sering kabur-kaburan saat di akademi. Sistem akademi yang memiliki asrama membuatnya mendidik langsung Itachi.

Setidaknya Itachi juga ikut membanggakannya dengan selalu berperingkat satu baik itu akademi maupun non-akademi (bidang olahraga maupun militer). Anak yang memiliki sifat kedua orang tuanya itu bahkan lulus di akademi lebih awal daripada teman-teman sebayanya.

Katanya, ia lebih tertarik strategi perang dan ingin merasakan langsung medan perang.

Fugaku pun membiarkan anak itu pergi ke medan perang saat ilmunya sudah siap, kemampuan berpedangnya tidak diragukan lagi, digadang-gadang jika ia tidak menjadi putra mahkota ia akan menjadi Komandan utama Kerajaan Amaterasu. Kekuatannya juga tidak ada yang bisa menandinginya.

Untuk si bungsu sendiri, ia juga tidak pernah melarangnya melakukan apapun. Tapi ternyata Sasuke sendiri yang seakan-akan membatasi dirinya.

Ia bahkan tidak ingat kapan terakhir kali Sasuke membuat masalah, atau tidak pernah ya?

Sasuke memiliki sifat yang sama persis dengan dirinya. Kemampuannya memang tidak sehebat kakak-kakaknya tapi ia juga termasuk golongan orang-orang yang pintar, ia pandai menggunakan pedang, tapi tak ada keinginnya untuk ke medan perang seperti Itachi.

Seingatnya pun, bungsunya itu juga tidak memiliki banyak teman, kecuali anak berambut kuning keturunan Namikaze itu.

"Anata, ada apa?"

Mikoto menatap khawatir sang suami yang tiba-tiba terdiam saat ia ajak bicara. Mereka berdua tengah menikmati waktu berkualitas bersama.

Fugaku langsung menggeleng saat melihat raut khawatir sang istri. "Aku tidak apa-apa. Hanya terpikir, apakah... Sasuke memang sependiam itu?" ujarnya.

Mikoto bernapas lega, rupanya suamnya itu tengah mengkhawatirkan anak mereka. Sangat jarang sekali Fugaku membahas anak-anaknya.

"Mungkin? beberapa tahun ini Sasuke jadi lebih pendiam, aku juga sudah jarang melihatnya bermain bersama sahabatnya." Mikoto menyeruput teh, berharap suara tercekatnya segera hilang.

"Benar, sejak Shisui dan Itachi pergi, anak itu jadi gila belajar dan berlatih pedang."

Mikoto melamun, menatap kebun mawar di hadapan mereka. "Sepertinya... sesuatu telah merubah anak itu..." ucapannya hanya terbawa angin tanpa sebuah jawaban.

***

Sasuke duduk di meja belajarnya, menatap buku-buku yang berserakan. Pikiran tentang kedua kakaknya yang  selalu mengganggunya. Ia merindukan kebersamaan mereka, tawa dan canda yang dulu selalu mengisi hari-harinya. Bukan masa-masa kelam itu.

Ia meraih pedangnya, memutar-mutar gagangnya dengan jari-jarinya. Latihan pedang dan belajar adalah caranya melarikan diri dari rasa kesepian. Tapi ia tahu, itu bukan solusi yang sebenarnya.

Naruto, sahabatnya, juga merasakan perubahan pada Sasuke. Mereka masih sering bertukar surat, tetapi suasana tak lagi sama. Naruto merindukan senyuman sahabatnya yang dulu selalu ceria. Sasuke yang selalu menceritakan hari-harinya, Sasuke yang selalu mengeluh tentang pembelajaran ataupun gurunya yang menyebalkan sudah tidak ada. Sasuke tidak akan mengirimkan surat jika bukan Naruto yang mengawalinya

Saat ada kesempatan libur Naruto mengajak Sasuke untuk bertemu kembali. Setidaknya mereka harus mempererat hubungan persahabatan mereka bukan?

"Sasuke, kau baik-baik saja?" tanya Naruto suatu hari saat mereka duduk di taman.

Sasuke menatap sahabatnya, mata hitamnya menunjukkan sedikit keraguan. "Aku baik-baik saja, Naruto."

"Tidak, kau tidak. Aku tahu kau merindukan Shisui dan Itachi, tapi kau tidak bisa terus seperti ini. Kau harus membuka dirimu lagi, seperti dulu."

Tanpa disadari, mata Sasuke merebut. Benaknya kecewa.
Sasuke menghela napas. "Aku tahu, Naruto. Tapi ini sulit." Balasnya pelan. Tangannya terpekal di sisu tubuhnya. Sebisa mungkin Naruto tidak menyadari ekspresi gelisahnya

Naruto mengangguk. "Aku mengerti. Tapi aku juga ada untukmu. Kita sahabat, bukan? Kita bisa menghadapi ini bersama."

Sasuke tersenyum kecil, senyuman yang sudah lama tak terlihat. "Iya.."

***

My KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang