Sasuke menahan napas lega.
Ruangan terasa lebih luas malam ini, seolah-olah kebebasan yang jarang ia rasakan memberikan ruang untuk bernapas lebih dalam. Itachi sedang pergi, dan Shisui juga tersibukkan dengan urusannya. Sasuke tahu bahwa momen seperti ini adalah kemewahan—bahkan dengan dua pengawal yang masih mengawasinya dari kejauhan, situasinya jauh lebih ringan daripada berada di bawah tatapan tajam salah satu kakaknya.
Setelah memastikan suasana tenang, Sasuke beranjak dari tempat tidurnya dengan gerakan yang penuh kehati-hatian. Ia menatap jendela kamar yang tertutup, suara hujan gerimis mengalun lembut di luar sana. Sasuke mengenakan jubah hitam panjang, menyelubungi dirinya dalam bayang-bayang malam.
Ia melangkah keluar kamar dengan langkah senyap, mengingat lokasi setiap ubin yang tidak akan menimbulkan suara berderit. Tengah malam dan gerimis adalah kombinasi yang sempurna untuk rencana pelariannya kali ini. Ia tahu, para pengawal mungkin mulai mengantuk di pos mereka. Tak ada yang menyangka pangeran Uchiha akan menyelinap keluar di malam berhujan seperti ini.
Kota di bawah sana hidup dengan cahayanya sendiri.
Lentera-lentera berayun di atas jalan-jalan, menerangi wajah-wajah riang orang-orang yang berbondong-bondong menikmati perayaan. Pesta kedewasaan sebentar lagi akan di mulai, dan para rakyat sangat menyambutnya Festival besar itu membawa semangat pada rakyatnya; tawa dan teriakan kegembiraan memenuhi udara. Sasuke melangkah di antara mereka, terhanyut dalam pemandangan yang asing baginya. Terkadang, ia lupa bagaimana rasanya hidup bebas, tanpa bayang-bayang politik dan kekuasaan keluarga Uchiha yang menghantui setiap langkahnya.
Sebuah gerobak penjual dango menarik perhatiannya. Di bawah tudung jubah hitamnya, wajah Sasuke sedikit melunak. Aroma manis dari makanan yang sedang dibakar mengingatkannya pada masa kecilnya—masa sebelum ia dibebani dengan beban keluarga.
"Taka-sama," sebuah bisikan terdengar di sebelahnya. Mata Sasuke sedikit menyipit, tapi ia tidak bereaksi lebih dari itu. Dengan gerakan kecil, ia memberi isyarat pada orang itu untuk duduk di sampingnya di bangku kayu yang terletak dekat stand makanan.
Orang itu laki-laki, memiliki kulit agak kecoklatan dengan rambutnya yang berwarna orange. Tampilannya seperti warga biasa. Memakai kaos berwarna ungu yang agak basah karena hujan. Suaranya terdengar berat dan sepertinya ia lebuh tua dari Sasuke sendiri.
"Bagaimana?" tanyanya singkat, suaranya datar namun penuh kendali.
Orang itu mengeluarkan sebuah gulungan kertas kecil, memberikannya dengan hati-hati. "Semua informasi itu benar. Pemberontakan akan segera terjadi. Dan kami kehilangan kontak dengan Suigetsu."
Wajah Sasuke tetap tanpa ekspresi, tetapi ada ketegangan samar di rahangnya. Pikirannya bergerak cepat, menyusun strategi.
"Bagaimana dengan penelusuran?" tanyanya lebih lanjut.
"Anak buah kita sudah mencarinya, tetapi hingga sekarang belum ada jejak," jawab orang itu dengan nada penuh kekhawatiran.
Sasuke menatap lurus ke depan, pandangannya menembus keramaian tanpa benar-benar melihat. Pikiran tentang Suigetsu yang hilang di tengah skema yang ia susun membuatnya tidak nyaman. Semuanya mulai terasa semakin rumit, seperti benang kusut yang sulit diurai.
"Terus cari dia. Kalau dalam seminggu tidak ada kabar, aku yang akan mencarinya sendiri."
Mata orang itu melebar, memahami keseriusan perintah itu. Ia mengangguk cepat. "Baik, Taka-sama."
Setelah selesai, Sasuke bangkit dari tempat duduknya. Kerumunan semakin padat di jalanan festival, namun ia menyusuri jalan dengan sigap, memisahkan dirinya dari suara tawa dan lentera-lentera berkilau. Ia menyelinap ke sebuah gang kecil yang gelap, baunya busuk dengan genangan air hujan yang bercampur sampah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My King
FanfictionUchiha Sasuke, Raja yang dikenal sebagai penguasa kejam dari Kerajaan Amaterasu. Dikenal dingin, tanpa ampun, dan berdarah dingin, darah Uchiha yang mengalir dalam dirinya membuatnya tak segan-segan menjatuhkan hukuman berat pada siapa saja yang men...