#Dukun
Tawa keras seorang wanita bergema dalam ruangan penuh puluhan manusia. Banyak mata yang menatap heran ke arah wanita itu.
"HAHAHAHA!"
"Aku tidak percaya ternyata kau itu sangat bodoh, Baka," ucap wanita itu setelah meredakan tawanya. Dia adalah seorang pelayan yang tertuduh meracuni Permaisuri Nawang Ayu.
Prabu Baka mencoba meproses apa yang ada di balik ucapan si pelayan. Dia mendapat pemikiran bahwa sebenarnya ...
"Kau ..."
"Benar, akulah seorang yang merencanakan kematian ratu."
Para tamu kembali dikejutkan oleh kebenaran yang terungkap. Prabu Damar Maya dan Senopati Patagama saling memandang dalam diam. Itu artinya, tabib yang baru saja diberikan hukuman mati oleh Prabu Baka tidak bersalah. Betapa malangnya nasib tabib itu. Namun, diam-diam Prabu Damar Maya merasa puas hati dengan kutukan tabib yang pasti akan terjadi.
"BERANI-BERANINYA KAU MENIPUKU! APA SALAH ISTRIKU PADAMU?"
"Oh, lebih tepatnya apa salahmu, Yang Mulia. Wanita baik seperti ratu tidak mungkin melakukan kejahatan seperti yang kau lakukan pada saudari-saudariku," ucap wanita itu dengan tatapan dinginnya.
"Akan kubongkar kejahatan pria raksasa ini di depan kalian semua," lanjutnya sembari menatap sekeliling.
Prabu Baka mulai berhati-hati dengan ucapan wanita di depannya. Dia akan membunuh wanita itu, tidak! Dia akan menyiksanya dulu.
"Apa maksudmu, wanita?" tanya Prabu Baka dengan mata pemburunya.
"Seorang penjahat tidak berhak bicara mengenai kejahatan. Kaulah pembunuh istriku, kau merenggut kasih sayangnya dari puteriku, merenggut anakku yang bahkan belum lahir. Tidak ada yang lebih kejam dari itu. PRAJURIT!"
Para prajurit kembali mendekati wanita itu dan bersiap mengarahkan senjatanya, mengerti maksud dari raja mereka. Namum, sekali tepisan dari sang wanita, mampu memukul mundur prajurit-prajurit tangguh dari Keraton Prambanan. Beberapa dari prajurit terdorong menabrak dinding dan bahkan megeluarkan darah hitam dari mulut mereka. Mengeluarkan darah hitam bukanlah hal yang normal, wanita itu pasti memiliki ilmu tertentu dalam jiwanya.
"Apa yang terjadi? Siapa wanita itu sebenarnya?" salah seorang ratu mulai bertanya di sela-sela kejadian. Namun tidak ada yang menjawab, karena mereka sama bingungnya dan tak pasti apa yang sebenarnya terjadi.
Senyuman sombong terlukis di wajah wanita itu, dia kembali berbicara, "Menculik bayi, gadis, dan janda itu merupakan kebiasaan yang tidak akan pernah bisa kau lupakan kan, Yang Mulia Gusti Prabu Baka?"
Para raja dan ratu mulai saling berpandangan, tapi tidak ada yang berani mengangkat suara di suasana tegang itu. Sementara itu, Prabu Baka gelisah dalam hatinya, bagaimana bisa ada yang mengetahui hal itu? Jangan sampai puterinya mengetahui hal ini.
"Kalian semua pasti kebingungan, kan? Baiklah, akan kuberitahu."
"Akhir-akhir ini pasti tidak asing bagi kalian mendengar berita penculikan. Khususnya penculikan wanita."
Wanita itu berhenti sejenak, menatap dengan senyuman puas pada wajah geram Prabu Baka.
"Menurut kalian kenapa, pihak kerajaan tidak bisa menemukan dalang penculikan itu?"
Para tamu mulai mengernyitkan dahinya penasaran, menunggu apa yang akan dikatakan wanita itu selanjutnya.
"Itu karena, dalangnya ..."
"Dalangnya adalah ..."
*Srashh!
Kepala wanita itu jatuh ke lantai, disusul dengan badannya dan teriakan para ratu. Darah mulai merembes akibat daging yang terpisah. Beberapa orang pingsan karena tak sanggup melihat kejadian yang mirip terulang kembali.
Sementara si pelaku merasa lega karena berhasil menggagalkan usaha wanita itu. Patih Wanubaya, hamba Prabu Baka yang setia, berhasil membungkam mulut wanita itu untuk selamanya. Patih yang baru tersorot itu melihat rajanya yang sedikit tersenyum bangga.
Namun, suasana kembali berubah ketika darah berceceran dari wanita itu menyatu kembali, membentuk tubuh baru sedangkan tubuh yang lama tetap terbaring kaku. Mata dari kepala wanita yang sudah dipenggal itu terbuka, reaksi alami dari orang yang dipenggal kepalanya, yaitu masih sadar dalam beberapa detik karena aktivitas saraf yang tersisa.
Semua orang dalam ruangan terkejut melihat bagaimana tubuh wanita itu bisa terbentuk kembali dari darahnya. Tubuh baru itu tidak ditutupi sehelai kainpun, melainkan oleh helaian rambut panjangnya.
"HAHAHAHA!"
"Nyi Serimbi tidak mungkin bisa kau bunuh dengan mudah, Patih!"
Punggung sebagian orang terasa merinding mendengar nama itu. Nyi Serimbi merupakan dukun yang sudah lama dikabarkan meninggal ditelan bumi. Namun, sekarang dia berdiri di depan mereka. Banyak alasan mengapa mereka ketakutan mendengar nama itu. Dukun yang tidak punya belas kasihan, sering menyamar sebagai tipu dayanya terhadap orang lain, mengutuk siapapun tanpa ada penangkalnya. Wajah yang sekarang dia tampakkan merupakan wajah aslinya. Nyi Serimbi adalah seorang janda muda berwajah keriput, menyeramkan, dan bungkuk.
"Nyi Serimbi, kami yang ada di sini akan membunuhmu!"
Seorang raja paruh baya menunjuk dukun itu, orang di belakangnya mulai merespon kata-katanya. Mereka harus mengakhiri ketakutan yang menghantui selama ini."Benar!"
"Benar!"
"Benar!"
"Kami akan melenyapkanmu dari bumi ini. Kau ini hanya bisa membuat teror, Nyi Serimbi!"
Nyi Serimbi tersenyum remeh, "Bagaimana caranya? Kalian para manusia bodoh tidak bisa membunuhku. Aku telah diberi anugerah untuk tidak mati."
"Itu bukan anugerah melainkan kutukan, Nyi Serimbi. Jangan membodohi dirimu sendiri!"
Nyi Serimbi mulai geram. Dia menghentakkan tongkatnya ke lantai membuat bumi terbelah, menelan orang yang berani bicara padanya. Orang-orang segera mundur, tidak ingin terlahap oleh amarah Nyi Serimbi. Sebagian orang mulai berkeliaran pergi dari ruangan itu, melarikan diri dan menyelamatkan hidup mereka sendiri.
"PENGECUT KALIAN SEMUA! TIDAK TAHU DIUNTUNG! Akan kutunjukkan akibat dari menantangku."
Raja Mandrasakti dan Pangeran Arya maju menghalangi pandangan Nyi Serimbi pada Ratu Ni Kembang. Raja Mandrasakti yang terikat oleh tanggung jawabnya melindungi istrinya dan Pangeran Arya yang karena kasih sayangnya melindungi sang ibu.
Prabu Baka, Patih Wanubaya, Prabu Damar Maya, Senopati Patagama, dan lainnya mulai meningkatkan kewaspadaan terhadap Nyi Serimbi.
Nyi Serimbi merasakan nyeri menjalar di daerah dadanya. Namun, dia berusaha tidak menunjukkan kelemahannya. Dia tetap menatap semua orang dalam ruangan itu dengan tajam.
"Ayahanda!"
Suara Puteri Roro Jonggrang terdengar, membuat Prabu Baka melebarkan matanya. Tidak ingin puterinya menjadi sasaran dukun itu."Puteriku, jangan mendekat!" cegah Prabu Baka.
Puteri Roro Jonggrang mengabaikan perintah ayahnya dan tetap berlari mendekatinya. Pandangan Nyi Serimbi beralih pada gadis kecil itu. Semakin gadis itu mendekat, semakin terasa nyeri di dadanya. Dia merasa tulang dadanya bisa remuk jika bernapas lebih lama di sana.
"Baka, aku akan kembali untuk balas dendam atas saudari-saudariku. SAMBUTLAH KEDATANGANKU LAIN KALI, KALIAN SEMUA! Kalian tidak akan tahu kejutan besar yang kusiapkan."
Tubuh Nyi Serimbi perlahan menghilang bersamaan dengan Puteri Roro Jonggrang yang mendekat, hingga terlihat seperti Puteri Roro Jonggrang menembus tubuh Nyi Serimbi. Prabu Baka memeluk anak gadisnya dengan erat. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan jika kehilangan Jonggrang suatu hari nanti. Dia tidak akan membiarkan puterinya menghilang dari pandangannya. Dan... tidak akan membiarkan kutukan tabib itu terjadi pula.
Sabar banget aku tuh mau bikin scene Bandung sama Jonggrang versi lompatan waktunya. 😩
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya untuk Prambanan
Historical Fiction"Hidupmu akan segera berakhir, orang Pengging." "Hidupku sudah berakhir sejak kau meninggalkanku saat 1000 candi hampir kuselesaikan." Bandung menyentuh wajah Jonggrang dengan lembut, menelusuri ciri-ciri yang selama ini dia kagumi. "Aku tidak menya...