23

98 10 11
                                    

#Bangkit Kembali

Jonggrang memandang dengan tidak percaya ketika mengetahui bahwa Nyi Serimbi memiliki kemampuan beregenerasi. Bandung mengikuti garis pandanganya dan melihat hal yang sama. Dia tidak terlalu terkejut karena sudah banyak menemui orang-orang seperti itu di Gunung Sindoro. Bukan orang lagi, tapi sudah setara dengan iblis kelas atas.

"Bagaimana mungkin?"

"Ini bisa terjadi jika ada manusia yang melakukan perjanjian dengan jin," kata Bandung, menanggapi ucapan Jonggrang.

"Sekarang kalian berdua tidak akan bisa pergi hidup-hidup. Semua usahamu akan sia-sia, Pangeran! Karena aku tidak akan bisa kau bunuh."

"Kau salah. Semua masalah pasti ada solusinya. Sekarang atau nanti, kau pasti akan mati."

Nyi Serimbi tertawa mendengar ucapan Jonggrang. "Sekarang atau nanti, aku akan mati. Tapi, sekarang, KAULAH YANG AKAN MATI!"

Kaki Nyi Serimbi terangkat dari tanah. Tubuhnya melayang di langit. Sambaran petir terdengar keras. Namun, tidak menggoyahkan pasangan muda-mudi di bawahnya.

"Dia sedang mengumpulkan kekuatannya. Aku akan menghentikannya."

Jonggrang mengangguk atas ucapan Bandung. Dia melihat pria itu menyusul Nyi Serimbi yang masih melayang di atas sana. Bandung menyatukan kedua tangannya, lalu menempelkannya jari telunjuk dan jari tengahnya ke telapak tangan yang lain. Jarinya kemudian dia tarik membentuk pedang miliknya.

Tidak ingin diganggu saat berusaha membangkitkan kekuatannya, Nyi Serimbi mengambil tindakan untuk mengalihkan perhatian Bandung. Pastinya gadis di bawah sana adalah kelemahannya. Nyi Serimbi membuka matanya, dan yang terlihat hanya bola mata yang berwarna putih.

Saat Bandung akan menghunuskan kerisnya, sebuah kekuatan menghentikannya. Apakah itu jin suruhan Nyi Serimbi lagi? Karena dia tidak akan segan. Tapi, perkiraannya salah. Yang berusaha menyerangnya adalah Jonggrang sendiri di bawah kendali sihir.

Bandung menyadari bahwa dia tidak dapat menyerang Nyi Serimbi tanpa mengurus Jonggrang dulu. Dia menghindari serangan tanpa memberikan perlawanan. Mencoba melucuti senjata Jonggrang tanpa menyakitinya.

"Jonggrang. Kau bukan dirimu sendiri saat ini. Lawan kekuatan itu!"

Jonggrang tidak mendengar ucapan Bandung. Dia terus mengayunkan pedangnya, mencari titik di mana dia bisa melukainya.

"Sadarlah! Ini bukan dirimu." Bandung menangkis serangan Jonggrang berikutnya.

Bandung mendesis dengan gigi terkatup. Dia merasakan bilah pedang menyayat dadanya, meninggalkan luka yang dalam di dagingnya. "Sial," gumamnya pelan, sambil memegangi dadanya yang berdarah dengan satu tangan.

"Kalau kau tidak melawanku, kau akan lebih terluka dari ini," ucap Jonggrang dengan dingin. Masih berada di bawah kendali Nyi Serimbi.

Bandung menyeringai di tengah rasa sakit, matanya terpaku pada mata Jonggrang. "Kau pikir goresan seperti ini akan menghentikanku? Aku dengan senang hati akan menerima seribu luka jika itu berasal dari tanganmu."

"Bodoh. Kau hanya memperjelas kematianmu."

"Kau jelas-jelas meremehkanku. Sedikit luka saja tidak akan membuatku mati." Bandung menggenggam pedangnya dengan erat, pandangannya tertuju pada Jonggrang saat dia bersiap untuk serangan berikutnya.

"Maafkan aku, tapi aku harus melakukan ini," gumamnya pelan.

Bandung menyerang ke depan, pedangnya berkilau dalam cahaya redup saat dia bergerak dengan cepat. Melakukan gerakan tipuan dan menghindari serangan Jonggrang. Dia terus mencari celah. Setiap gerakan yang dilakukan bukan untuk menyakiti, tetapi untuk melemahkan tubuh Jonggrang agar bisa mematahkan mantranya.

Hanya untuk PrambananTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang