Chp15

203 19 4
                                    

•••

Junkyu menatap kepergian Haruto yang masih terlihat hingga di ujung lorong. Lelaki itu menunduk lesu karena kejadian beberapa saat lalu yang mungkin saja menyisakan luka batin untuk Haruto. Dia tau seharusnya dia tidak berkata seperti itu, namun Junkyu merasa Haruto sudah menjadi miliknya dengan ikatan pernikahan, dan Junkyu rasa sah saja jika Junkyu mengorek hal privasi Haruto.

"Apa kau terluka?" Suara itu terdengar dan Junkyu mendongak melihat Jeongwoo yang tepat di hadapanya.

Dengan perlahan tangan Jeongwoo terangkat lalu mengelap darah yang ada di sudut bibir Junkyu dan menatapnya dalam. "Aku akan menyusul Haruto, aku harap kau memikirkan apa yang kau katakan tadi."

Setelahnya Jeongwoo mengambil tablet dan berlalu meninggalkan Junkyu sendirian di dalam ruangan meeting. Seketika tubuh Junkyu limbung dan mengenai salah satu kursi yang tepat ada di belakangnya. Lelaki dengan baju yang sudah acak itu tertunduk lemas, menatap layar proyeksi dengan pikiran yang bercampur aduk. Dirinya kehilangan tenaga bahkan tidak mampu untuk berbicara.

"Haru, maaf."

•••

Pagi berikutnya tiba. Cahaya kekuningan mulai naik dengan malu malu pada langit yang membiru. Dibalik selimut putih tebal terdapat seseorang yang masih bergelung dengan pikiran yang tidak tenang, memikirkan banyak hal hingga membuat matanya tidak bisa terpejam pada malam itu.

Setelah perdebatan hebat yang terjadi kemarin, Junkyu tidak menemukan keberadaan Haruto baik di kantor maupun di apartemennya. Entah kemana Haruto pergi, Junkyu sudah bertanya kepada rekan kerja yang lain namun mereka menjawab satu jawaban yang membuat Junkyu makin bersalah. Dengan cara lain Junkyu mencoba berkali kali menghubungi nomor Jeongwoo untuk menanyakan perihal keberadaan Haruto namun sialnya ponsel sang sekretaris tidak aktif.

Kondisinya sekarang tidak memungkinkan untuk bekerja di kantor hari ini, mata panda yang terlihat dan suhu tubuh yang memanas, Junkyu rasa dirinya akan demam hari ini.

Namun Junkyu percaya dirinya akan bertemu Haruto di kantor hari ini, dan suhu tubuh yang mulai memanas tidak bisa mengalahkan keinginannya. Dengan segera Junkyu bangkit dan mulai membasuh dirinya, menyegarkan pikiran dan mencari kata kata yang akan dia ucapkan pada Haruto.

Sampai pada akhirnya Junkyu sudah berada di kantor lebih cepat dari perkiraannya. Dengan napas yang teratur lelaki itu menaiki tangga depan dan masuk ke dalam gedung. Hanya ada beberapa orang yang terlihat di matanya, termasuk Jeongwoo.

Lelaki bertubuh tinggi itu langsung menyapa Junkyu dan mendekatinya. "Maaf kemarin tidak menjawab panggilanmu."

"Apa kau tahu dimana Haruto?" Tidak mengindahkan kalimat Jeongwoo, Junkyu langsung saja To The Point menanyakan pertanyaan yang sama.

Keheningan menyapa mereka berdua. Jeongwoo menatap sendu lelaki dihahapannya dan kemudian mengelus bahu kecil Junkyu, memberikan rasa tenang lewat usapan itu. Tidak ada yang mengeluarkan kalimat lebih dari dua menit, hingga Junkyu kembali bertanya pertanyaan yang sama.

"Dimana Haruto? Apa kau bersama dia kemarin?"

"Aku bersama dia kemarin. Dia sangat terpukul atas apa yang kau lakukan padanya kemarin." Jelas Jeongwoo yang membuat Junkyu semakin bersalah.

"Sudah ku katakan untuk tetap diam dan harusnya kau melakukan apa yang ku minta di rumah sakit agar hubunganmu dan dia tidak seperti ini. Namun kau keras kepala, Junkyu. Aku sarankan agar kau meminta maaf padanya, dengan cara apapun."

"Dia tidak masuk kantor. Dia sakit, entah di hati ataupun di kepalanya." Ujar Jeongwoo.

"Dan aku juga."

Junkyu semakin dilanda rasa bersalah. Lelaki itu menundukkan kepalanya yang terasa pusing, mengambil nafas dalam dan kembali mendongak melihat Jeongwoo yang tepat melihatnya juga. Memohon dengan tatapan mata yang mengartikan ingin bertemu dengan Haruto.

Namun sayangnya, Jeongwoo menggelengkan kepalanya pelan. Asisten itu membalas dengan helaan nafas, tidak bisa mengijinkan Junkyu menemui Haruto, entah atas perintah Haruto atau Kemauan Jeongwoo sendiri.

"Aku akan pergi ke ruanganku." Junkyu kemudian berlalu meninggalkan Jeongwoo dan pergi ke ruangannya.

Selepas kepergian Junkyu, Jeongwoo memberi isyarat pada lelaki yang melihatnya agar segera keluar. Lelaki dengan setelan jas berwarna hitam itu kini berjalan mendahului Jeongwoo dengan tatapan dingin, dan mengabaikan semua sapaan atau tatapan dari bawahannya.

"Apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Haruto?"

"Aku akan kembali ke apartemen besok. Untuk haru ini, tolong bantu aku supaya tidak bertemu dengan Junkyu apapun jadwalnya." Jeongwoo mengangguk paham.

Rasa sakit yang Haruro kubur kini mulai dia rasakan lagi. Luka yang semua mulai sembuh kini adalah luka baru. Seseorang yang dia sembunyikan kini di ungkit oleh orang yang dia benci.

Namun Haruto harus tenang dalam menghadapi masalah ini. Dibalik wajah dan sifat dinginnya Haruto menyembunyikan masalah pribadi yang menurutnya tidak bisa di ungkit sembarangan orang.

Langkahnya yang panjang kemudian berhenti tepat di depan pintu ruang kerjanya. Menatap dengan sendu ruangan yang menjadi saksi cintanya dengan seseorang. Dengan ragu Haruto membuka pintu bercat coklat itu dan masuk kedalamnya disusul Jeongwoo.

Boss dari perusahaan itu seketika meringis lalu di ikuti oleh air mata yang jatuh. Kenangan yang berusaha Haruto lupa kini teringat kembali, rasa sakit dan nyeri hati dia rasakan juga ketika penglihatan dan otaknya memutar kembali flashback, dimana dirinya dan sang kekasih sedang berada di ruangan ini.

Melihat sang Bos yang kesakitan, Jeongwoo dengan sigap menahan tubuh Haruto yang kelihatanya akan ambruk beberapa saat lagi.

"Kenapa? Kau baik-baik saja? Kau bisa melanjutkan pekerjaan?" Rentetan pertanyaan yang di berikan Jeongwoo tidak di gubris.

Haruto berusaha melepaskan rangkulan Jeongwoo dan berjalan menuju satu titik dimana dirinya dan sang kekasih pernah berpelukan serta berciuman mesra sembari melihat matahari terbenam dari ruangannya. Ingatan yang penuh dengan kesakitan membuat Haruto kembali menangis.

"Kau harus pulang. Aku akan mengerjakan pekerjaanmu hari ini, Haru." Jeongwoo menahan Haruto dan menuntunnya agar keluar ruangan, berusaha mencegah ingatan yang membuat sang Bos makin kesakitan.

Mereka keluar dari ruangan dengan berhati hati agar tidak ketahuan Junkyu dan berhasil sampai di area parkir. Namun langkah mereka berdua harus terhenti karena di hadapan mereka, Junkyu sedang berdiri memegang cup kopi.

"Haru..."

"Pergilah." Ucapan dingin itu berhasil menghentikan langkah Junkyu untuk mendekat.

Lantas Jeongwoo kembali membantu Haruto untuk berjalan dan meninggalkan Junkyu yang menatap sedih kepergian mereka berdua.

Junkyu pikir dia bisa meminta maaf hari ini namun sayangnya sikap Haruto seakan berkata padanya menjauhlah dariku. Junkyu tidak punya keberanian untuk berkata-,

"Maaf, Haruto."

•••

Note :

Huhuuuuu maaf ya preenn aku bru up😭
Sebulan kemarin aku sibuk banget sama urusan perkuliahan, apalagi aku sebagai mahasiswa baru hampir tiap hari balik ke kampus, mana jauh banget dari rumah aku lagi :(

Dan untungnya aku udah selesai ospek... Yeeeyyyy👏
jadi aku punya banyak waktu buat nulis cerita sampe tanggal masuk kuliah.
O

kee, Babaaayyy Preennn❤❤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hello Husband || HaruKyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang