Alan dengan bergegas membereskan semua barangnya karena Serena sudah pergi sejak guru berdiri. Anak itu dengan cepat mengikuti dengan serampangan. Pertandingan tinju kali ini tentu akan berlangsung intens karena tak ada yang menonton.
"Lan, lo beneran sama Serena?" tanya Jayden sedikit khawatir.
"Iya, kenapa?"
"Lan anjir lah, Serena itu abis naik sabuk ke merah." jelas Jayden.
"Sama." jawab Alan singkat, dirinya memang sedang dalam proses ke sabuk merah strip 1 hitam. Jadi seharusnya ia dan Serena akan jadi lawan yang seimbang.
"Terus lo mau bales pukulan dia?" tanya Jake kepo.
"Ya iya? rumusnya kalau diserang ya harus balas serang terus bukan defense. Ya sesekali defense gapapa, cuma kan tetep bakal gue bales. Ini tinju, bukan taekwondo, pukulan Serena bisa liar." jawab Alan jujur. Ya nggak bakal ngalah juga, ia mungkin juga bakal membalas Serena.
"Gila, Serena cewek cuk. Dia emosi karena lagi dapet, tau sendiri orang lagi dapet gimana emosinya naik turun." marah Jayden.
"Dia yang nantang Jay, kalau Serena berani ngajak adu tinju berarti dia mampu. Yang ada gue yang mati sama ayah kalau gue babak belur sedangkan dia enggak. Gue yang bakal di tanya dirumah dikira nge geng." jawab Alan emosi. Kenapa semuanya tak mengerti kondisi dirinya dan hanya mengerti kondisi Serena.
"Udah udah, jangan malah kalian yang berantem disini. Yang penting kita anterin Alan kesana, kita lihat kondisi tempatnya. Gue yakin temen yang lain udah share berita ini." ucap Jake menengahi.
"Sial."
Setelahnya mereka berjalan beriringan dalam diam menuju salah satu ruangan luas di gedung samping. Bahkan diluar ruangan ada beberapa orang yang mengintip. Benar ucapan Jake, banyak orang yang tau tentang sparing kali ini.
Tanpa kata Alan masuk dan menutup pintu kembali, disana sudah ada Serena siap dengan celana pendek dan pelindung kepala serta sarung tinju nya.
"Ini kak." ucap Hadden sembari memberikan alat yang kan dipakainya. Masih dalam diam Alan mengambil kemudian melepas kemejanya disana, shirtless. Celana, sebelum Alan masuk dia sudah melapisi celananya dengan celana pendek.
"Kak Nola, hati hati. Alan nggak bakal ngalah kak." ingat Hadden.
"Gue sejak ngajak dia sparing gue udah siap. Mau gue babak belur atau enggak, yang gue mau marah gue ke Alan kebales hari ini." ucap Serena ketus.
"Sebenernya Alan habis ngapain lo? biar gue yang maju kali ini. Kondisi badan lo nggak dalam 100% kak." ingat Hadden khawatir. Kakaknya kalau udah emosi nggak mikir lagi.
"Dia nolak gue lagi hari ini. Dia nolak gue padahal cuma gue ajak makan siang bareng. Brengsek emang." ucap Serena lebih keras berusaha menyindir Alan. Sedangkan Alan yang menjadi objek sindiran tetap diam sembari memakai pelindung.
"Gue nolak bukan tanpa alasan Serena, semuanya demi lo juga." balas Alan setelah siap.
"Udahlah, nggak usah demi demi gue. Lo itu egois." balas Serena lagi lagi semakin memuncak emosinya.
"Egois? bukan lo?"
"Stop, nggak usah banyak ngomong. Kalau mau tanding sekarang ya sekarang, selesaiin di arena." tegas Hadden. Hadden keikut emosi kala tau kakaknya ditolak lagi.
Serena dan Alan saling mengambil posisi disamping dan kanan Hadden yang ditengah. Saling menatap nyalang satu sama lain membuat tensi naik. Seperti tak akan mengalah, Alan bahkan terlihat lebih emosi daripada Serena.
"Sebelum mulai, gue harus memastikan satu hal. Wasit disini bakal memihak satu orang atau nggak? gue nggak mau ditengah pertandingan tiba tiba ada 2 orang yang serang gue." ucap Alan mengisi keheningan. Tawa sinis Serena mengudara menjadi jawaban atas ucapan laki laki itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sense Of Rythm ✔
Teen Fiction[COMPLETED] [IRAMA'S SERIES 2] Sense Of Rythm adalah sebuah rasa dari sebuah irama. Tak seperti sebelumnya, cinta yang baru saja timbul tanpa alasan. Saling mencari dan berusaha mendapatkan. Hingga menemukan sebuah 'rasa' dalam irama. Rumit, menyeba...