14• Fucking Lix

20 2 1
                                    

Ruang BK. Disinilah sekarang Davara berada. Bukan hanya ada dirinya, tetapi ada Felix, dan Renata juga. Serta, ada dua orang guru yang tengah menatap tajam meminta penjelasan dari ketiganya.

"Jawab saya! Kenapa kalian berdua berantem tadi? Apa masalahnya? Jawab!" tanya salah satu guru itu seraya berkacak pinggang.

Davara dan Felix tak menjawab. Malahan, kedua remaja itu saling menatap tajam tanpa memperdulikan wanita berprofesi sebagai guru killer tersebut.

"Kalian tuli, hah?!"

Renata tersentak kaget, buru-buru menjawab. "A-anu buk... a-anu, a-apa itu... emm—"

Sial. Kenapa ia juga ikutan kena?!

"Anu, anu, anu apa? Punya anu kamu?! Hah?!" sentak Bu Keny—guru killer itu.

Astaga... Renata mengelus dadanya sabar.

"Bukan, Buk..."

"Ya, terus apa?! Kamu sih, anu, anu aja. 'Kan, anu itu banyak!" sentak Bu Keny lagi.

Astaga, ya Tuhan...tolonglah hambamu ini, tolong! Renata kembali mengusap dada, sabar.

Davara yang sedari tadi hanya menyimak, diam-diam mengerang kecil. Sudut bibirnya terangkat membentuk seringaian kecil.

Damn shit.

Decakan kecil lolos dari bibir Davara dan Felix secara bersamaan. Setelah itu, keduanya kembali saling menatap tajam, seakan tengah siap menguliti mereka masing-masing.

"Ibu nanya, kenapa kita berantem?" tanya Felix, balik bertanya.

Bu Keny nampak melotot tajam. "Enggak! Ya iya, Feliiiixxx! Kamu budek? Perlu Ibu belikan beko, untuk korek telinga kamu, hah?!" ujar Bu Keny ngegas.

"Ck." decak Felix sambil memutar bola matanya malas.

"Sekarang jelasin. Sebenarnya, masalah kalian berdua itu apa? Kelilit hutang? Atau... masalah cewek?"

Davara, Felix, dan Renata sama-sama terdiam, tak tahu ingin menjawab apa. Melihat keterdiaman ketiganya, Bu Keny dan Pak Lanang semakin yakin, kedua siswanya itu adu jotos karena cewek.

Namun, Pak Lanang dan Bu Keny ingin mendengarnya langsung dari keduanya. "Davara Ravendra Gratama, Felix Jevashan! Kalian tidak memiliki mulut, sehingga tidak bisa menjawab pertanyaan saya?" tekan Bu Keny menatap tajam.

Davara menatap datar, sedangkan Felix menatap dengan tatapan malas. "Hm, ya. Gara cewek, Buk." kompak keduanya. Dengan ogah-ogahan.

Renata yang duduk dipojok, memilih jari-jarinya sedikit gugup. Ia tidak pernah menginjakkan kakinya diruangan ini sedari ia duduk di sekolah dasar. Dan, ini pertama kalinya, Renata menjadi sedikit gugup.

Ya Tuhan... Keluarin gue dari sini, ya Lord... Gue gak tahan! Gue gak pernah masuk Bk, anjir. Batinnya mengumpat rendah.

Pak Lanang tampak menghela napas kasar, sedangkan Bu Keny memijit-mijit pelipisnya.

Pak Lanang menegakkan posisi duduknya, lalu berdehem pelan. "Apa masalahnya, sampai kalian saling memukul tadi? Kalian terlibat cinta segi tiga, atau gara-gara kalian ditolak?" Pak Lanang mencoba untuk bersikap tenang.

Davara menyenderkan punggungnya dengan menyilangkan kaki kanannya diatas kaki kirinya. "Dia ngegoda milik saya." ucap Davara penuh penekanan.

Renata terdiam, sedangkan Felix mendelik tak terima. "Dia bukan pacar lo. Jadi gak masalah, buat gue deketin dia." ucapnya tersenyum remeh.

Tangan Davara terkepal kuat, netranya menatap tajam sekaligus dingin pada Felix. "She is my girlfriend! And she's mine." desisnya.

Mendengar itu, Felix memanggut-manggut, tangan kirinya yang di letakkan diatas paha ia gunakan untuk menumpuk dagunya. "Cih! Gak guna, ungkapan kepemilikan lo itu. Kalau dia bukan siapa-siapa lo." Felix berujar dingin dengan senyuman angkuhnya.

Renata [Slow Update || Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang