12• Jadi yang Pertama dan Terakhir

18 3 0
                                    

Setelah kejadian di taman tadi, Renata memutuskan untuk kembali ke kelasnya saja. Jika ia kembali kekantin, kemungkinan ia akan bertemu dengan Davara. Lelaki sinting, gila, dan menyebalkan itu.

Biarlah, para sahabatnya berada disana. Masa peduli, sekarang ia tengah bad mood. Ingatkan Renata untuk memberi pelajaran pada Davara, nanti!

Saat telah berada dikelas, Renata segera duduk di bangkunya, menyungsupkan kepalanya dilipatan tangannya. Memejamkan matanya untuk segera menyusuri alam mimpi. Bahkan ia tak peduli akan kebisingan yang terjadi dikelasnya.

"Semoga ini cuma mimpi. Amit-amit gue, jadi ceweknya tuh cowok sinting. Iihh, najisun banget!" gumam gadis itu sebelum akhirnya tertidur pulas.

●●●●

Setelah menunggu selama lima menit, Davara kembali. Entah dari mana lelaki itu. Eh, tapi... dimana Renata? Kenapa ia tak ada bersama Davara?

"Wer, Ata, mana?" Davara menoleh kearah Cila, sembari mengangkat sebelah alisnya.

"Wer...? Gue?"

Cila mengangguk malas. Ya, dialah, emang siapa lagi? "Iya. Wer. Tiang tower. Dimana, Ata?"

Davara menatap dingin, terdengar dengusan kesal darinya. "Nggak tau." jawabnya singkat.

"Lah? Tadi 'kan, sama lo? Masa nggak tau?" sela Elsa disaat Cila hendak berbicara.

Davara mengedikkan bahunya. "Tadi, emang. Tapi sekarang, nggak tau." setelah berkata demikian, laki-laki itu berlalu pergi begitu saja disusul Dean yang pergi-mengangkat telfon dari sang Mami.

Elsa dan Cila sama-sama mendengus kesal. Cih, dasar batu!

Beberapa menit setelah Davara pergi, bel masuk berbunyi. Semuanya berbondong-bondong masuk ke kelas masing-masing, begitupun dengan keenam sahabat Renata maupun kelima sahabat Davara.

●●●

Rasanya, hari ini begitu melelahkan bagi Renata. Tugas-tugas yang diberikan oleh guru yang mengajar tadi, begitu banyak dan sulit. Dan yang membuat orang-orang mengelus dada sabar adalah... guru tersebut menerangkan tentang sejarah di-abad ke-lima belas. Tapi, kenapa ia memberi soal tentang sejarah di-abad ke-duapuluh?! 'Kan, mereka belum sampai ke materi itu! Ya lord...

Sembari membereskan peralatan tulisnya, Renata beserta Aileen, Elsa, dan Cila saling menyumpah-serapahi guru dengan tindik ditelinga kiri yang mengajar sejarah tadi.

Tak!

"Emang yah, tuh guru jamet! Dia nerangin yang abad lima belas, malah ngasi soal abad duapuluh. 'Kan, itu mah goblok! Tolol, kata aing mah."

Aileen, Elsa, dan Cila mengangguk setuju, membenarkan ucapan Renata. "Gregetan gue jadinya. Pengen nendang pantat teposnya. Untung guru, kalo enggak, udah gue bejek-bejekin dari dulu!" kata Aileen, sambil membayangkan dirinya yang tengah mengadoni wajah guru itu dengan tepung.

"Tau tuh, bikin kesel aja." ujar Elsa.

Zifa, Raisya, dan Daisy hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan mereka.

Ketiga gadis itu bangkit dari duduknya. "Pulang kerumah masing-masing. Habis itu pergi kerumah Renata." perintah Zifa yang dituruti keenam gadis itu.

Renata [Slow Update || Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang