•••
[Name] duduk di dekat jendela kamarnya, pandangannya jauh saat dia menatap pemandangan ramai di luar. Saat itu adalah hari musim dingin, dan pemandangan bersalju mencerminkan gejolak batinnya. Obrolan riang dan tawa orang-orang yang lewat hanya mempertegas rasa keterasingannya yang mendalam. Kenangan akan hari naas itu terus teringat kembali – pemandangan Minwoo ditabrak mobil, kepanikan dan ketidakberdayaan yang ia rasakan saat itu juga.
Dunia luar seakan bergerak, orang-orang menjalani rutinitas sehari-hari, sedangkan bagi [Name], waktu terasa terhenti, membeku dalam momen kesedihan.
Pikiran [Name] tertuju pada Jahyun yang juga ada di sana hari itu. Dia tahu dia tersiksa oleh rasa bersalah, tersesat dalam kesedihannya sendiri.
Dia ingat bagaimana Minwoo mencoba menjangkau Jahyun dan mendorongnya. Namun kini, saat dia duduk sendirian di kamarnya, [Name] tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa Jahyun membutuhkannya sama seperti dia membutuhkan Jahyun.
[Name] yang mengenakan mantel hangat, berangkat ke rumah sakit tempat Minwoo dirawat sejak kecelakaan itu. Saat dia berjalan melewati udara musim dingin yang mulai menghangat, pikirannya dipenuhi ketakutan. Dia tahu melihat Minwoo, terbaring di ranjang rumah sakit dengan kaki lumpuh, akan sangat menyakitkan.
Tapi dia juga tahu dia harus kuat. Untuk dirinya sendiri, dan untuk Minwoo.
[Name] memasuki ruangan dengan ragu-ragu, matanya langsung tertuju pada Minwoo yang terbaring di ranjang rumah sakit.
"Minwoo..."
Minwoo menatapnya, ekspresinya merupakan campuran antara kepasrahan dan depresi. Terlihat jelas wajahnya yang mengkerut, dia semakin kurus setiap gadis itu datang menjenguknya.
Minwoo mencoba tersenyum, tapi senyuman itu memudar dengan cepat.
"Hey, [Name]..."
[Name] duduk di kursi sebelah ranjang Minwoo. Tangannya yang halus meraih tangan Minwoo yang mulai kekurangan dagingnya.
"Bagaimana perasaan mu?"
"Aku baik-baik saja..."
Jawab Minwoo dengan suara yang rendah.
"Gimana Jahyun?"
Bahkan setelah semua ini, Minwoo masih bisa bertanya tentang Jahyun. Siapa yang tidak berkaca-kaca mendengar itu?
[Name] menggeleng "Aku nggak tahu... Dia masih belum ketemu."
Gadis itu berkata jujur. Pasalnya, Jahyun hilang entah kemana setelah kejadian yang menimpa Minwoo dan dirinya waktu itu.
Jahyun pasti menderita juga saat ini...
Manik merah yang dulunya terang, kini tergantikan dengan manik merah yang redup. Maniknya bergetar menahan air mata yang menciptakan rasa panas.
"Minwoo, makanlah yang banyak...Kamu jadi kurus begini..."
"Iya..."
Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian keduanya. Terlihat Miyoung di ambang pintu dengan senyum lembutnya.
"[Name]? Kau di sini?"
[Name] balas tersenyum dibarengi anggukan kepala.
"Iya, baru saja."
Lalu terlihat juga Yoonha yang muncul di balik tubuh Miyoung.
"Hai... Kau datang sendiri?"
"Iya, aku datang sendiri." [Name] membalas.
Miyoung dan Yoonha melangkahkan kakinya memasuki ruangan yang hening itu.
"Tadi teman-teman yang lain juga datang ke sini. Mereka mampir setelah mencari Jahyun dengan menempelkan poster di mana-mana." ucap Miyoung membenarkan posisi vas bunga di atas meja sebelah ranjang Minwoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝖵𝖾𝗅𝗈𝖼𝗂𝗍𝗒 𝖺𝗇𝖽 𝖵𝖺𝗅𝗈𝗋 [ᵂᴵᴺᴰ ᴮᴿᴱᴬᴷᴱᴿ]
HumorGadis itu, [Name]. Yang menemukan makna hidup dan mimpi baru melalui hobi bersepeda dan pertemanan yang terbentuk. Bertemu dengan orang-orang yang merupakan penggemar sepeda juga adalah kesenangan nya. Jadi inilah kisahmu bersama karakter Wind Break...