26 The Destiny

5.5K 486 14
                                    

26 The Destiny

.

"Selamat pagi, Yang Mulia."

Pria itu berucap dengan penuh kesopanan. Wibawa dalam dirinya begitu ketara, bisa dikatakan aura pemimpinnya sangat terasa. Wajah tampan nan tegas itu tersenyum kecil menyambut kehadiran Pangeran Korvin serta Eirlys di ruang makan yang cukup sederhana bagi seorang pemimpin. Pria itu adalah Lucian, suami Beatrice.

"Selamat pagi," balas Pangeran Korvin. Pandangan matanya awas, siapapun orang di hadapannya ini patut dicurigai. Ia tak tahu alasan dibalik mengapa mereka dibawa ke tempat antah berantah ini.

"Silakan duduk, Yang Mulia!"

Bibir itu masih mengumbar senyum, di sisi kirinya terdapat Beatrice serta putri kecil mereka.

Pangeran Korvin dan juga Eirlys menarik kursi, lalu duduk berdampingan. 

Dalam posisi seperti itu Eirlys tentu merasa canggung. Di seberang meja, Beatrice tersenyum ke arahnya, sementara Isabelle duduk manis dan terkadang menatapnya penasaran. Anak itu sangat menggemaskan, beberapa kali ia bersandar pada bahu sang Ibu.

"Perkenalkan, nama saya Lucian Hollis, pemimpin dari para penyihir cahaya. Dan ini adalah istri serta anak saya. Maaf atas ketidaknyamanan yang Anda dan Eirlys alami semalam."

"Apa tujuan kalian melakukan ini?" Pangeran Korvin bertanya secara terang-terangan. Matanya yang merah memancarkan aura yang cukup kuat, akan tetapi raut mukanya cukup tenang. Hal yang sama pun Lucian lakukan. 

Eirlys menatap dalam diam dengan perasaan gugup. Kedua pria itu memiliki jiwa yang hampir sama, keduanya sama-sama dominan dengan latar belakang yang berbeda. Tentu jiwa pemimpin dalam diri mereka amat ketara, tenang dalam hal apapun. Namun, berbahaya dalam situasi tertentu.

"Jika Anda tidak keberatan, kita bisa bicara sambil sarapan. Pasti Yang Mulia dan Eirlys merasa lapar," jawab Lucian bijak. 

"Kita bisa bicara sekarang, sebelum makan," tolak Pangeran Korvin. Sikap seperti ini jelas diambil olehnya. Mereka berada di lingkungan baru dan dengan orang asing, sulit untuk mempercayai mereka.

Sudut bibir Lucian terangkat. Paham akan keputusan yang dibuat oleh Pangeran Korvin. Pria itu jelas waspada terhadap dirinya.

"Kalau begitu izinkan saya menjelaskan, Yang Mulia." Bola mata Lucian memancarkan keseriusan, ia menatap lekat pada Pangeran Korvin. 

"Saat ini kalian berada di negeri Penyihir Cahaya. Negeri yang sesungguhnya tak bisa dimasuki oleh manusia. Disini merupakan tempat para penyihir baik berada, kami tidak menyakiti manusia, namun sebaliknya. Kami akan membantu, karena itulah tugas kami sebagai Penyihir Cahaya."

Eirlys dan Pangeran Korvin mendengarkan. Suasana di ruangan itu sangat sepi, hanya suara Lucian lah yang terdengar dan menjadi pusat perhatian mereka.

"Lantas mengapa kami bisa berada di tempat ini?" tanya Pangeran Korvin.

"Ayah ku merupakan seorang Tetua yang dihormati di sini. Beliau secara rutin melakukan meditasi di goa bawah tanah selama sepekan. Dia mendengar sebuah bisikan tentang ramalan di masa depan. Dua manusia akan berhasil memasuki portal. Mereka seseorang yang tengah mencari sebuah jawaban atas rasa penasaran. Dalam bisikan itu dikatakan mereka adalah seorang Pangeran dan takdirnya."

Lucian beralih menatap Eirlys, kemudian kembali pada Pangeran Korvin. Senyum kecilnya belum pudar hingga ia kembali membuka mulut, "Dan kalianlah dua orang itu. Kami sebagai Penyihir Cahaya memiliki tugas untuk membantu kalian."

Pangeran Korvin menatap Lucian dengan ekspresi tak percaya yang tergambar jelas di wajahnya. Matanya menyipit, menunjukkan keraguan yang mendalam.

"Tapi, ini terlalu..."

Cursed PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang