54 Discarding the Crown Prince's Child
.
Dalam keheningan malam, Amaryllis duduk di dalam ruang kerja sang Putra Mahkota. Dimana pria inilah yang telah ia tunggu-tunggu sejak pagi tadi. Pangeran Lexin baru pulang dari pekerjaannya pada sore hari, lantas mereka makan malam bersama Raja dan Ratu. Kini, saat semua orang tertidur, Amaryllis memiliki kesempatan untuk mengajak Pangeran Lexin bertemu.
“Ada apa, Sayang?” tanya Pangeran Lexin seraya mengusap dagu Amaryllis yang lembut. Manik matanya yang biru, bagai air laut yang menenangkan serta menawan.
Pria itu duduk di kursi kerjanya yang nyaman, bersama Amaryllis yang duduk di pangkuannya dan bersandar di dadanya. Mereka bagai sepasang kekasih yang memadu cinta. Saling membelai tubuh lawannya.
“Ada yang ingin aku sampaikan padamu.” Amaryllis berkata penuh keraguan. Ia sangat takut dengan respon Pangeran Lexin jika mendengar penuturan selanjutnya. Jemari lentik dengan kuku berkilaunya memainkan kancing teratas kemeja Pangeran Lexin.
“Apa itu? Aku akan mendengarkan,” balas Pangeran Lexin. Tangannya pun tak diam untuk mengusap kepala Amaryllis yang bersandar di dadanya.
Amaryllis mendongak, menatap wajah tampan pria yang ia cintai. Lexin balik menatapnya dengan wajah menunggu.
“Aku takut untuk menyampaikannya.” Amaryllis mengungkapkan kegelisahan hatinya.
Pangeran Lexin yang mendengarkan menjadi lebih penasaran. Hal apa yang membuat Amaryllis tampak begitu gugup dan ketakutan. Tidak seperti biasanya.
Wajah Lexin perlahan turun sampai bibirnya mengecup bibir Amaryllis cukup lama. Lantas sedikit menjauh. Lexin bersikap bagai seorang pria yang menenangkan kekasih hatinya.
“Katakanlah!” titahnya.
Suara berbisik itu mendayu lembut di telinga Amaryllis. Meski begitu, ia tetap saja ketakutan. Sebelum bicara, Amaryllis menarik napas dalam, lalu menghembuskannya. Ditatapnya wajah itu sekali lagi.
“Aku hamil.”
Hening. Amaryllis dapat menyaksikan reaksi terkejut Pangeran Lexin. Pria itu terdiam, sedang memproses informasi mengejutkan dari mulut Amaryllis.
“Apa kau serius?”
“Aku merasa ketakutan. Bagaimana ini, Lexin? Apa yang harus kita lakukan?” ucap Amaryllis penuh kekhawatiran. Wanita itu gelisah dalam pangkuan Lexin, sedangkan orang yang diajaknya bicara tampak kebingungan.
Bagi Lexin ini semua terdengar sangat mendadak. Ia tak terpikirkan akan ada dalam posisi seperti sekarang. Amaryllis hamil, tentu saja merupakan bayinya. Lexin tak bisa menghindar karena hanya ia satu-satunya pria yang pernah meniduri Amaryllis.
Lexin tahu betapa Amaryllis tergila-gila padanya. Wanita itu rela melakukan apapun yang ia mau, bahkan Lexin berhasil mendoktrin Amaryllis untuk membenci Pangeran Korvin.
Amaryllis adalah hal yang tak pernah Lexin ambil hati. Ia hanya ingin bermain dengan salah satu adik perempuan tercantiknya itu. Amaryllis yang polos berhasil Lexin nodai dengan kata-kata manisnya.
“Kita tidak bisa mempertahankan bayi itu, Amaryllis. Jika Raja dan Ratu tahu maka kita bisa saja dipenjara, atau bahkan diusir dari kerajaan.”
Bibir Amaryllis bergetar, kedua matanya berkabut akan air mata yang hendak keluar, ia hampir menangis karena ketakutan. Apa yang dikatakan oleh Lexin adalah kebenaran di telinganya.
“A-aku tahu Kak. K-kita harus membuang bayi ini secepat mungkin. Tapi, bagaimana jika ketahuan.”
Amaryllis merupakan perempuan yang cukup pintar. Ia mengerti bahwa mereka akan sama-sama dirugikan bila kerajaan mencium hubungan terlarang mereka. Kehilangan gelar sudah menanti di depan mata, ditambah dengan hukuman berat yang harus mereka hadapi karena telah mencoreng harkat dan martabat keluarga kerajaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cursed Prince
FantasySemenjak Eirlys Demetria bekerja di Istana sebagai seorang pelayan, ia selalu dibuat penasaran dengan wajah sang pangeran yang seringkali diperbincangkan oleh seluruh orang-orang di Istana. Banyak yang mengatakan bahwa pangeran Korvin memiliki waj...