"Tak akan pernah ada kedamaian dalam dunia yang berisik ini, namun kupastikan aku tak akan membiarkanmu terluka."
Semburat jingga masih tampak jelas di atas kepalanya. Tampak rendah saat Luna menengadah keatas, seolah tangan-tangannya mampu meraih guratan samar itu dengan sekali melompat. Namun ini seperti teka-teki. Tentu saja ia jauh sekali untuk diraih, namun terasa begitu dekat. Dan andai saja Cakra masih bersamanya, Luna ingin memeluknya. Sejauh jingga diatas sana, atau setinggi awan-awan kelabu yang siap menelan semua cahaya. Itulah Luna dan Cakra sekarang, mereka dekat tapi jika harus bersama adalah hal yang mustahil.
"Kakak! Kaya gitu terus nanti lehernya bisa-bisa patah ya." Suara Miko menyadarkan Luna.
Luna hanya tersenyum mendengar perkataan Miko. Dia dari tadi memikirkan cara agar bisa dapat kerja, tapi dia bingung harus kerja apakah dia?
"Ko, aku boleh nggak kerja." Ucap Luna kepada Rendra dan membuat Cakra langsung tertawa.
"Kerja jadi apa lo? Simpenan om-om? Lo tuh gaada bakat kerja, yang ada lo nyusahin." Ucap Cakra yang membuat Luna kesal.
"Kra, gausah gitu lah. Luna niatan kerja loh biar bisa belajar mendiri." Balas Rendra agar Cakra berhenti mengelabuhi Luna.
Tiba-tiba Kara muncul dan bicara. "Kerja disini aja Lun, kamu kan pinter main gitar tuh, terus kamu juga pinter nyanyi. Kalo malem disini aja ngisi panggung." Ya benar, rumah Haikara memang memiliki panggung tapi tidak pernah ada yang mengisi, alias kosong.
"Beneran Kak? Makasih ya. Aku boleh mulai besok malem kan? Kalo iya besok aku kesini deh dianterin Koko." Ucap Luna kegirangan.
"Kalo mau jam tujuh aja Lun, gapapa kan?'' Jawab Kara yang hanya direspon anggukan oleh Luna.
"Sama Cakra aja ya, Koko besok harus ngurus sesuatu." Jawab Rendra. "Abang minta tolong anterin Luna ya Kra, dia nggak berani naik ojek sendiri." Pinta Rendra agar Cakra mau menuruti.
"Yaelah idup lo nyusahin mulu perasaan." Jawab Cakra yang menatap Luna sinis.
"Kalo gamau yaudah kali, kaya lo nggak nyusahin Ko Rendra aja. Dengan cara lo numpang juga lo nyusahin kali." Ucap Luna sinis.
"Gue juga ikut bayar ya anjing, lo kalo mau ngomongin orang tuh ngaca. Liat tuh cowo lo yang selusin nyusahin lo ngga? Dia minta dibayarin ini itu, dimasakin bekel kalo lo kuliah, dikira gue gatau?" Jawab Cakra yang emosi terhadap Luna.
Entah apa yang membuat Cakra semarah ini, tidak mungkin cuma karena dia dibilang nyusahin Rendra langsung marah kan? Padahal dia sudah sering bercanda seperti itu. Tapi kenapa sekarang berbeda? Dan dari mana Cakra tau kalau Luna sering bayarin cowoknya sampai bikinin bekel?
"Apasih Kra, gausah bawa-bawa cowo gue ya, lo juga harus ngaca kalo lo lebih dari kata brengsek." Jawab Luna tidak terima karena pacarnya dibawa-bawa.
"Cakra! Luna! Mulutnya dijaga ya, disini ada anak kecil. Kalian bisa ngga sih gausah ribut sehari aja, cape Koko dengernya." Bentak Rendra karena perdebatan Luna dan Cakra sudah mengeluarkan kata-kata kasar.
"Sabar Ren. Kamu juga Kra, jangan gitu kalo sama cewe. Kamu kalo dibilangin sama Rendra gamau nurut aku aduin sama Haikala loh." Ancam Kara.
Walaupun Cakra biasa nurut sama Rendra, kalau Cakra sudah begitu ya siapa lagi kalau bukan Haikala yang turun tangan. Cakra hanya menurut kepada Rendra tapi Cakra juga takut jika Haikala marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Itu Sakit
RomanceLuna adalah orang yang terlalu lama menyimpan cintanya yang usang untuk mengendap begitu dalam di dasar hatinya, sibuk menyelami perih yang tak seharusnya. Sedangkan Cakra adalah orang yang terus menggali dengan sekuat tenaga untuk menemukan cinta u...