"Aku yang tak pernah pergi kemanapun, tinggal di hatimu."
Malam hari yang biasanya ramai karena suara tawa pengunjung, kini berubah menjadi suasana paling menegangkan. Perdebatan antara Cakra dan laki-laki itu masih belum selesai.
"Kamu benar-benar cari masalah sama saya ya? Oke kalau itu mau kamu."
Setelah memerintah sang anak dan istri untuk segera meninggalkan resto, laki-laki itu mendekati Cakra dengan tatapan berang.
Plak!
Beberapa lembar uang mendarat didada Cakra. Sempat membuat Cakra terhuyung kebelakang, wajahnya memerah sama seperti warna lembaran yang kini berserakan di lantai. Disaksikan beberapa pengunjung yang berada di sana, juga Kara yang sudah panik sejak tadi, merangkul Luna dengan saputangan yang ia tahan di pelipis gadis itu, menahan darah yang ingin keluar.
"Kurang?"
Laki-laki itu tertawa melihat wajah Cakra yang berang dan berapi-api. Ia kembali buka dompet dan menarik beberapa lembar uang dari sana.
Sedang tangan Cakra sudah terkepal keras nan sempurna, ia akan mendaratkannya segera diwajah congkak laki-laki itu sampai meninggalkan kebas dan memar kebiruan yang tahan lama, Cakra pastikan itu.
"Kra, jangan mukul orang." Tiba-tiba suara Luna menahannya.
Cakra menggigit bibirnya, napasnya semakin memburu kala beberapa uang kembali dilempar ke wajahnya.
"Cukup lah ya segitu."
Bugh!
Satu tonjokan mendarat di pelipis laki-laki berbadan besar nan sombong tersebut hingga terhuyung kebelakang, meninggalkan rasa panas dan ngilu yang luar biasa, bahkan mungkin bisa saja salah satu gigi gerahamnya bermasalah sebab suara yang begitu nyaring mengalihkan lebih banyak atensi sekitar.
Sungguh mengejutkan semua orang. Terlebih bukan Cakra yang mendaratkan tonjokan itu melainkan orang lain. Saat Cakra mati-matian menahan emosinya yang siap meledak, seseorang yang lain sudah lebih dulu mengambil kendali.
"Koko!" Luna berdiri saat menyadari bahwa Rendralah orang yang melayangkan pukulan.
"Nggak semua masalah bisa kelar sama uang, gue nggak miskin sampe harus nerima sampah lo ini!"
"Ck!, bocah tengik."
Rendra dengan wajah masih berang memunguti uang yang dilemparkan kepada Cakra, lalu memasukkannya dengan paksa disalah satu saku laki-laki tersebut.
"Buat berobat, mana tau rahang lo patah."
Masih merasa kesakitan dan tak sanggup melawan, beberapa pengunjung yang awalnya menjadi penonton berinisiatif mengamankan laki-laki tersebut. Sekitar 3 orang laki-laki dari meja berbeda melangkah untuk membawa orang tersebut keluar, menemui keluarga tercintanya segera sebelum pukulan kedua mendarat disalah satu pelipis yang lain.
Kara langsung duduk, lega sekaligus takut. Bersyukur ada orang baik yang mampu melerai pertikaian ini segera. Sebab dua pemuda yang kini menjadi satu-satunya pembela Luna tak bisa mengamankan situasi, semua meledak dan terbakar hangus.
"Koko ngapain disini?" Tanya Luna sambil melepas sapu tangan dari pelipisnya. Penuh darah, pelipisnya robek. Mainan sialan.
"Tadi Koko lagi duduk sama Miko di dapur terus denger suara ribut."
Kemudian, Rendra melirik Cakra. "Tangan lo jangan dikotorin, cukup gue aja. Luna tanggung jawab gue."
Cakra hanya diam. Ia ingin mengatakan kalau ia juga bertanggung jawab atas Luna, tapi urung karena tak ingin gadis itu besar kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Itu Sakit
RomanceLuna adalah orang yang terlalu lama menyimpan cintanya yang usang untuk mengendap begitu dalam di dasar hatinya, sibuk menyelami perih yang tak seharusnya. Sedangkan Cakra adalah orang yang terus menggali dengan sekuat tenaga untuk menemukan cinta u...