[28] Lari Dari Masalah?

458 82 94
                                    

Jisa menarik napas cukup dalam kemudian menghembuskannya perlahan secara diam-diam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jisa menarik napas cukup dalam kemudian menghembuskannya perlahan secara diam-diam. Dalam semalam hidupnya benar-benar seolah dijungkir balikan, semuanya terjadi begitu cepat. Kedatangan istri pertama Vincent dan pernyataan kehamilannya. Kemudian secara tak terduga tiba-tiba sosok Sebastian muncul mengaku sebagai kakaknya, membawa sebuah cerita masa lalu yang sebelumnya tak pernah dirinya ketahui. Kedatangan pria itu menguak segalanya.

Entah jalan mana yang harus dia pilih, dia juga tak tahu apa keputusannya untuk mempercayai pria yang baru beberapa jam lalu dikenalnya ini benar atau tidak. Yang pasti dia hanya ingin pergi menjauh dan menenangkan diri, kedatangan Sebastian benar-benar ada di timing  yang sangat pas. Biarlah untuk saat ini dia manfaatkan keadaan ini, untuk ke depannya dia serahkan semua itu terhadap takdir Tuhan.

Tak tahu pria bernama Sebastian ini berkata jujur atau bohong, tak tahu bagaimana nasibnya nanti di negeri orang akan buruk atau lebih baik, tak tahu pula apa dia akan menyesal atau justru bahagia. Jisa hanya merasa bahwa keputusannya saat ini adalah yang terbaik untuk kondisi yang sedang menimpanya saat ini.

Dia hanya mencoba realistis, mana mungkin Sebastian ini datang jauh-jauh jika hanya ingin berniat jahat padanya, lagipula dari mana pria itu tahu dirinya. Dan lagi, kehadiran dan cerita dari Firhan cukup meyakinkannya tentang Sebastian. Setidaknya itu bisa dirinya jadikan modal kepercayaan.

“Jisa kau baik-baik saja?” tanya Firhan menatap khawatir anak asuhnya itu.

Sejak datang beberapa jam yang lalu, Firhan menyadari ada yang tidak beres dengan sikap Jisa. Wanita muda itu nampak seperti tengah memiliki beban, dan dia tak bisa mengabaikan mata Jisa yang sembab.

“Apa terjadi sesuatu sebelum kau datang ke sini?” tanya Firhan. Namun lagi-lagi yang dia dapatkan adalah gelengan hampa.

“Suamimu ... apa kau memberitahunya mengenai hal ini?”

“Dia sedang berada di luar, aku pergi secara diam-diam. Tak ada barang yang kubawa, aku juga meninggalkan ponselku di sana,” kata Jisa.

“Apa kau yakin dengan keputusanmu?” tanya Firhan meyakinkan.

Jisa menatap sejenak Ayah asuhnya itu, kemudian kembali menjatuhkan tatapannya pada meja. “Hm,” gumamnya singkat.

Namun Firhan jelas merasakan hal yang berkebalikan dari jawaban Jisa itu. Dia menangkap kesenduan dalam tatapan Jisa.

“Jisa,” panggil Sebastian yang baru saja datang. Lelaki itu kembali dari urusannya.

“Saya sudah membuat paspor untukmu sebelumnya, dengan identitas barumu sebagai keluarga Zhou. Dan saya sudah memesan tiket pesawat untuk penerbangan kita ke Beijing malam ini. Pukul dua dini hari kita akan lepas landas, sesuai dengan kemauanmu,” kata Sebastian.

“Apa ini tak terlalu mendadak?” ujar Firhan yang nampak masih merasa setengah hati melepaskan Jisa.

“Lebih cepat lebih baik, jika memang tujuan kita ingin menghindari kecurigaan dan melarikan diri tanpa bisa diketahui. Saya sudah mengurus segalanya, tak ada bukti yang bisa menjadi petunjuk kepergian Jisa bilamana nanti suaminya mencoba mencarinya,” kata Sebastian.

TreasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang