Just For You

2.6K 229 64
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 20.00 WIB, ketika Isaac sampai di apartemennya.

"Chèrie?"

Tidak ada jawaban, tapi Isaac bisa mendengar suara tawa lucu adiknya di dapur.

Isaac berjalan menuju dapur, hanya ingin mengintip apa yang sedang Chèrie dan Jasmine lakukan sampai tertawa seperti itu?

"Ihh kakak! Hahaha spelling-nya salah tauu," keluh Jasmine yang di dengar Isaac.

Isaac melihat Istrinya memakai apron, mengikat cepol rambutnya yang terlihat berantakan. Begitu juga dengan Jasmine, adik bungsunya itu memakai piyama doraemon.

Tanpa mau mengganggu, Isaac lebih memilih masuk ke kamarnya langsung, membersihkan diri, berganti pakaian dan setelahnya dia akan bergabung dengan mereka berdua. Isaac sempat melirik meja makan, makan malam masih tertata rapih.

Chèrie bagai hadiah untuk Isaac, setelah semua yang ia lalui dan luka yang di torehkan Elara yang sakitnya bukan main. Chèrie obat bagi Isaac.

Wanitanya itu seorang Dokter Umum, yang sebelumnya mempunyai cita - cita melanjutkan studinya ke luar negeri mengejar spesialis penyakit dalam. Tapi ketika Isaac mengajaknya untuk menikah dan menghabiskan sisa hidup bersama, Chèrie dengan senyumannya mengatakan bahwa ia tidak lagi menginginkan impiannya itu.

Chèrie hanya akan menjalani profesinya sebagai Dokter Umum dan menjadi Istri untuk Isaac, itu pun jika Tuhan menganugerahi dirinya dan Isaac seorang anak maka Chèrie akan menurut seandainya Isaac memerintahkannya untuk di rumah saja.

Chèrie begitu penurut, penyayang dan yang lebih utama adalah wanitanya ini menerima dan menghargai semua adik - adiknya, orang tuanya, keluarga besar Isaac. Sesuai dengan keinginan Isaac.

Seperti hari ini, Chèrie segera pulang setelah selesai dinas paginya untuk menemani Jasmine di apartemen. Chèrie tidak pernah sekali pun kesal apalagi marah, ketika Isaac masih dilibatkan mengenai Jasmine.

Yang paling diingat oleh Isaac, Chèrie mengatakan, "kamu bisa mengandalkan aku, aku bisa menjaganya selama kamu belum ada waktu. Jasmine bukan cuma adik mu, dia adik ku juga. Adik kecil kita. Tolong, jangan beri aku jarak dengannya. Aku juga ingin ikut andil."

Ceklek.

Isaac menoleh dengan handuk yang masih melilit di pinggangnya, bagian tubuh atasnya yang tidak tertutup apapun itu terpampang jelas.

"Loh, kamu udah pulang?" Chèrie terkejut, ia buru - buru menutup pintu kamar dan mendekati Isaac.

"Sini duduk," sambungnya menarik pelan tangan Isaac agar duduk di pinggiran tempat tidur, lalu dengan telaten Chèrie mengusap - usap rambut basah Isaac menggunakan handuk kecil.

"Jangan keseringan mandi malam gak baik."

"Gerah, gak enak kalau gak mandi. Lengket."

Isaac mendongak, menatap wajah cantik Istrinya. Kedua tangan yang awalnya diatas pahanya, kini ia lingkarkan di pinggang langsing sang Istri.

"Tadi Jasmine cerita, katanya kamu larang dia buat pergi sama Marvin? Kenapa, kasian adek kepengen jalan sama temennya," tutur Chèrie setelah rambut Isaac kering, ia menaruh handuk kecil di bahunya dan beralih menangkup kedua sisi wajah Isaac.

"Adek terlalu polos, aku takut," jawab Isaac, mengingat bagaimana tingkah adiknya yang ada - ada saja itu membuatnya khawatir. Isaac sepertinya sudah menjadi Zaven kedua, sulit merelakan Jasmine menjalani kehidupannya sendiri tanpa ia recoki.

"Kasih adek kepercayaan buat lewatin sendiri setiap fase dalam kehidupannya, sebagai orang tua, sebagai kakak seperti kita cukup pantau dia, kasih tau dia yang boleh dan gak boleh dia lakuin. Jangan terlalu di kekang, Jasmine gak nyaman nanti."

LOVE LANGUAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang