25 April, sekitar pukul tiga.
Semenjak itu, segalanya berubah, benar-benar berubah.
Hatinya terasa hampa, kehilangan penghuni yang selama ini menempati singgasana dalam relung terdalamnya. Penghuni yang sayangnya sempat tertolak oleh sang kekasih.
Menyesal?
Bahkan tanpa menjawab sepatah katapun sorot mata itu dapat memberikan jawaban atas tanya yang diberikan.
Tatapan bengis itu tiada lagi, tergantikan oleh cairan kristal yang selalu mengalir keluar hampir disetiap saat.
Sakit hati itu masih terasa, terbayang-bayang akan peti mati yang perlahan mulai turun dan ditimpa oleh tanah kala itu.
Dadanya sesak, ia meraung. Berharap sosok yang ada dalam peti itu bangkit kembali, berharap agar pria kecil itu masuk kedalam dekapan hangatnya.
Semuanya hancur.
Dirinya, kehidupannya, bahkan sampai perusahaannya semuanya hampir hancur. Jika saja tak ada para rekan-rekannya yang mengulurkan tangan, membantu sobat mereka yang seolah terus terpuruk tiada jalan keluar.
Manik itu terbuka, mengusap sisa air mata yang masih mengalir di pipinya.
Dalam manik itu kini terpantul pemandangan kota yang gemerlap, cahaya-cahaya lampu yang indah menghiasi gelapnya malam. Tidak seperti hatinya yang terus sama seperti itu, gelap nan suram.
Sebulan kini berlalu sejak April lalu, bulan yang membuatnya terpaksa membuka lembaran baru tanpa sosok mungil tersebut.
Tok tok tok
"Tuan"
Tubuh itu berbalik, menatap seorang Maid yang baru saja membuka pintu perpustakaan. Iya, sedari tadi dirinya ada disana, ditempat biasa Renjun duduk menghabiskan waktunya dengan membaca buku.
"Sudah siap"
Setelah mendengar itu ia mengangguk, mengambil coat yang ia taruh pada kursi tempat biasa Renjun duduk, memakainya kemudian pergi dari sana.
Semilir angin menyapa, menyambut kedatangan Guanlin yang terus berjalan semakin masuk ditengah hamparan rerumputan hijau.
Manik bak elang itu menatap ke atas, mengulurkan tangannya guna menyentuh ranting pohon yang mulai menampakkan dedaunannya.
Indah.
Kedua tungkai itu terus berjalan, menikmati pemandangan sekitar hingga akhirnya ia tiba dihadapan sebuah nisan dan berhenti di sana.
Ia berlutut, menaruh setangkai daffodil putih diatas rerumputan makam dengan pandangan sayu miliknya.
"Selamat pagi Ren, maaf lama tidak mengunjungi mu"
Jemari itu bergerak, mengelus nisan yang basah oleh embun pagi.
Matanya memanas, rasa ingin menangis saat ini juga. Tapi ia sadar, tidak selamanya ia akan terus menangis dalam keterpurukan.
Jika ia terpuruk, siapa yang akan merengkuh dua malaikat yang dititipkan padanya?
"Sebulan sudah kau pergi, meninggalkan ku juga kedua malaikat kecil yang kau titipkan padaku. Kau tahu? Aku merasa tidak pantas untuk itu, mereka terlalu mulia untuk diriku yang demikian"
Jemari yang bergerak pada nisan kini berhenti, menatap lama nama itu sampai akhirnya ia kini beranjak berdiri.
"Maaf tidak bisa lama, mereka sudah menunggu. Selamat pagi... Maafkan aku"
Kedua tungkai itu kini kembali melangkah, menyusuri jalan yang tadi ia lewati sembari menikmati pemandangan sekitar.
Kehidupannya berubah, seolah semuanya hilang dalam waktu semalam.
Tapi ia berjanji, dirinya akan kembali membuka lembaran baru demi segala pengorbanan yang pria manis itu korbankan untuknya.
Suasana pagi, sunyi, sejuk, seorang diri, memang pas untuk menenangkan hati yang terus menerus kebingungan hendak melangkah kemana.
"Akan ku rawat mereka dengan hati yang tertutup rapat dan habis pada dirimu. Percaya itu"
TBC
Halo, akhirnya aku bikin sequel setelah banyak pertimbangan.
JANGAN LUPA VOMET!
Terima kasih buat kalian semua udah bisa buat aku senyum, percaya sama diri sendiri, dan yang terpenting banyak yang bisa aku kutip dan kasih ke kalian.
Semoga suka.
See you
!VOMENT!
*Sorry For Typos*
Tertanda :
Minggu, 23 Juni 2024
22.40
KAMU SEDANG MEMBACA
Segalanya || GuanRen 2
Fanfiction"Akan ku rawat mereka dengan hati yang tertutup rapat dan habis pada dirimu. Percaya itu" "Jadi... Selama ini Ayah?" "Tidak Nak bukan begitu! Ayah bisa jelaskan padamu" "Ayah tak menginginkan diriku begitu?" "Sudahlah, semuanya telah berlalu" "Semua...