12. Yang Berbeda

131 16 6
                                    

Terima kasih atas waktu luangnya!


















Dapur.

"Sada? Tidak ada"

Kamar.

BRAK!

"Sada? Dik?! Tidak ada juga"

Ruang tengah.

"SADA?!"

"Ish... Kemana anak itu?"

Kemana adiknya itu? Suasana rumah padahal sangat sepi, jadi pasti suaranya yang menggelegar ini pasti didengar oleh adiknya itu.

"ADIKKU OOOOH ADIKKU!" Panggil Qia sembari menaiki tangga menuju lantai tiga.

"Sisa satu ruangan, pasti dia ada di sana" Batin Qia mempercepat langkahnya.

Ceklek

"Sadaaaaaaaaa?"

Senyuman tampan langsung sang kakak terbitkan pada wajahnya, menghampiri sang adik yang baru saja menoleh. Sudah ia tebak pasti adiknya itu ada disini, duduk dibingkai jendela dengan beberapa buku dihadapannya.

Apakah kalian merasa de javu?

Ya... Mungkin sebagian dari kalian merasakan hal itu.

"Ternyata adik cantikku ada di sini" Ujar Qia masuk dengan nada riang.

Sedangkan yang mendengar langsung menatap sengit kakaknya itu, "aku itu tampan tahu!" Sinisnya.

"Mana ada tampan! Kau itu seratus persen mirip Bunda jadi cantiiiik!" Balas Qia sembari mencubiti pipi tembem adiknya itu.

Ah sangat menggemaskan!

"Sudahlah kak"

"Hehhe baiklah baiklah"

Manik Sada menatap sinis, mengelus-elus pipinya yang terasa kebas. Kakaknya itu merasa gemas atau ada rencana ingin membunuh? Sakit sekali.

Dasar Lai Qia Lin tidak beres!

"Oh ya! Mumpung ini hari libur bagaimana kalau kita pergi?"

Sada mendongak, setelah disakiti kakaknya berupa cubitan gemas dipipinya ia lanjut membaca.

"Kemana?" Tanya Sada, begitu banyak pertimbangan dalam dirinya.

Qia tampak berpikir, mengetuk-ngetuk telunjuknya pada dagu.

"Nah! Kerumah Bunda! Bagaimana? Kita juga sudah lama tidak ke sana"

"Eeeee... Tapi belum izin dengan Ay-"

"Ah sudah ayo!"

Sret!

"EH!"




























"Sore Bunda"

Sorot mata yang tadinya ceria kini meredup, bertekuk lutut disamping makam sang bunda. Manik itu menggambarkan rasa yang ada dalam benak, hanya dapat berjumpa lewat balik kaca jernih pembatas antara kertas bergambar dan udara luar yang dingin.

Yang lebih tua mendongak, menarik tangan sang adik dengan lembut, "kemari. Mari taburkan bunga untuk Bunda"

Sada menurut, menaburkan kelopak-kelopak bunga mawar merah dan putih keatas gundukan tanah yang sudah hampir rata dengan tanah disekitarnya, tanda jika awal mula itu telah lama terjadi.

"Sudah lama sekali kita tidak kemari. Lihat! Bunga yang kita tabur lalu sudah sangat kering seperti keripik kentang" tunjuk Qia pada adiknya.

Sada hanya dapat tersenyum, ikut memunguti beberapa kelopak bunga yang telah kering termakan waktu.

"Tapi sekarang sudah ada gantinya" Ujar Sada memberikan satu kelopak bunga mawar putih tepat ditangan sang kakak.

Keduanya saling tatap, seolah saling berbagi koneksi antar satu dan lainnya, seolah memberikan rasa yang mereka rasakan.

"Tentu! Bunga segar harus selalu ada disini, harus selalu kita taburkan bersama"

Qia tersenyum, mengusak surai sang adik yang sudah hampir menutupi matanya.

"Kau begitu mirip dengan Bunda. Ck! Aku jadi iri"

Sada terkekeh, balik mengusak rambut sang kakak yang kini tengah mencabuti rumput liar didekatnya dengan kesal.

"Aku juga iri dengan kakak"

Rumput yang hampir tercabut sempurna jadi tidak tercabut, sebab Qia langsung terdiam, menunggu apakah ada sambungan dari perkataan si adik.

"Untuk apa?" Tanyanya lanjut mencabut rerumputan liar yang lainnya.

"Banyak.... Ada banyak hal yang membuatku merasakan hal yang kakak rasakan sekarang"




Krek

"Ren..."







"Bisa bebas keluar, sesuatu hal yang kecil tapi cukup membuatku iri"

Raut yang awalnya kesal berubah menjadi sendu, terus melakukan aktivitas mencabuti rumput liar disekitar makam sang Bunda dengan terus diam.

"Tapi kakak iri dengan kepintaranmu," ujar Qia menatap sang adik yang hanya tertunduk diam, "kita sama-sama punya rasa iri, punya rasa iri yang sama"

"Tidak. Rasa iri kita berbeda. Kita punya rasa iri yang berbeda"

Tak ingin berlarut-larut dalam keadaan, Qia dengan cepat merangkul adiknya itu dengan ceria.

"Ah sudahlah jangan bersedih nanti Bunda pasti ikut bersedih. Ayo! Kita pergi mencari sesuatu yang baru"

"Mencari sesuatu yang baru? Kemana?" Tanya Sada menatap sang kakak yang kini berdiri.

"Sudah ayo!" Menarik sang adik berdiri, "dadah Bunda kami pergi dulu!" Pamit Qia membawa lari adiknya yang Handa dapat pasrah.

Tidak berlari kencang hanya berlari kecil untuk mempercepat langkah. Qia juga tahu jika adiknya itu tak bisa berlari, jika ia memaksa bisa-bisa dirinya dikeluarkan dari keluarga Lai!

Jangan sampai itu terjadi, dan jangan sampai adiknya itu tersakiti.

"Ah lama"

"Eh"

"Majuuuuuu!"

Senyum itu tercipta, menikmati angin sepoi-sepoi hasil dari berlari sang kakak.

Dalam gendongan sang kakak itu Sada tersenyum, menikmati apa yang sang kakak berikan. Dan Qia, tersenyum akan apa yang sang adik dapatkan.

"Mau makan apa?"

"Terserah"

"Seperti perempuan saja terserah"

"Ya terserah aku!"

"Aduh jangan menjewer!"










Kaki yang sedari tadi bersembunyi dibalik pohon bergerak, memperhatikan kedua anaknya dengan sebuah buket bunga daffodil kuning dalam salah satu genggaman tangannya.

"Lihat Ren? Mereka begitu mencintaimu, lebih dari apapun... Maaf jika aku tidak merawat mereka dengan baik"

Dengan manik yang mulai berkaca-kaca kini ia tersenyum, menatap kepergian kedua bocah kembarnya yang sudah mulai beranjak dewasa, tanda jika si cantik sudah pergi bertahun-tahun yang lalu.

"Maafkan Ayah.... Maaf."












TBC

ALO GAES!

Makasih udah mau baca!

Akhirnya aku bisa update setelah bertarung dengan banyaknya tugas. Hehhe maaf yah gantung kalian lama banget, emang sih aku salah tapi ya mau gimana lagi? Kehidupan rl nggak bisa diskip soalnya.

Makin kesini ketikan aku makin aneh menurut aku, nggak tau kalau menurut kalian pribadi, tapi semoga kalian suka.

Kalau ada masukan bisa komen, jangan lupa voment. Byeee see you next chap!

Tertanda :
Senin, 7 Oktober 2023
21. 34

Segalanya || GuanRen 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang