7. Bagaikan Tuan Putri

212 36 1
                                    


Sunyi banget, voment dong biar cepet update


















Surya telah terbenam di ufuk barat, mengambil cahaya yang menyinari selama seharian dan berjanji akan kembali lagi esok dari ufuk timur.

Makan malam telah usai, hanya mereka berdua yang mengisi meja makan. Entah Ayah mereka kemana, mungkin ada urusan penting.

"Ini tinggal dikali"

"Hah apa?"

"Dikali"

"Aku tidak paham"

"Ini tinggal dikali bodoh!"

Iya, di jam yang menunjukkan pukul setengah delapan malam kini Sada dengan emosi mengajari kakaknya.

Rasanya ruangan kamar kakaknya yang ber AC tidak mempan saking emosinya ia memaparkan.

Sudah berkali-kali ia mengatakan tinggal dikalikan tetap saja kakaknya itu tidak mengerti. Oh Tuhan! Ingin rasanya ia pindah ke pluto!

"Ooooh... Hehhe, lalu yang ini?"

"Hasil kali dibagi dengan ini"

"Hah?"

"Setelah dikali lalu dibagi dungu!"

Es mochi sudah Sada dibuatnya.



















Suara langkah terdengar, tercipta dari ketukan antara sepatu dengan tangga.

Ia pulang telat hari ini, ia rasa anak-anaknya sudah ada di kamar. Biasanya disaat ia pulang kerja seperti ini pasti si kembaran itu langsung berlari memeluknya. Ah ternyata mereka berdua telah besar, bahkan saat ia ingin memeluk salah satu dari mereka saja pasti mereka menolak, mengatakan bahwa mereka sudah dewasa.

Waktu berjalan begitu cepat tanpa terasa, meninggalkan memori kelam yang telah lalu hanyut dengan arus kehidupan.

Pria tinggi berusia empat puluh namun masih nampak awet muda itu terus melangkah, menenteng dua tas kertas dalam genggaman tangan kirinya.

"Tinggal dikali bodoh!"

"Ooooh... Hehhe, lalu yang ini?"

"Hasil kali dibagi dengan ini"

"Hah?"

"Setelah dikali lalu dibagi dungu!"

Langkah itu melamban, mendengarkan perbincangan penuh emosi dari dalam kamar si sulung.










"Bisa-bisa serangan jantung aku mengajarimu"

"Eh jangan, kalau kau sakit aku juga akan sakit"

"Omong kosong macam apa itu?"

"Macam aku"

Sada berdiri, mengambil bolpoin dan mengarahkan benda itu pada Qia. Tepat pada lehernya.

"Dasar manusia aneh tak bergun-"

Ceklek

Tangan putih itu terhenti diudara, menatap pada pintu yang baru saja dibuka bersamaan dengan kembarannya. Oh ternyata Ayah mereka.

"Ada apa? Sada kau sedang apa nak?"

Dengan kikuk Sada menurunkan tangannya, melirik sesekali pada kembarannya yang tersenyum senang.

"Tidak ada Ayah, hanya bercanda"

"Rencana ingin membunuh" Tambah Sada dengan suara kecil.

Qia mengangguk, namun sesaat kemudian menatap adiknya itu dengan terbelalak.

Segalanya || GuanRen 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang